Analisis Dampak Penuaan Populasi Penduduk Terhadap
Keseimbangan Jangka Panjang Ekonomi Makro di Indonesia
Gst Ayu
Arini1, Ida Ayu Putri Suprapti2, M.Irwan3,
Tuti Handayani4
Fakultas Ekonomi dan
Bisnis-Universitas Mataram, Indonesia
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Kata Kunci: Penuaan Penduduk,
TPAK, PDB, Pendapatan Perkapita, Inflasi. Keywords: |
Penelitian
dengan judul Analisis Dampak Penuaan Populasi Penduduk Terhadap Keseimbangan
Jangka Panjang Ekonomi Makro Di Indonesia�
dilatar belakangi oleh fenomena penuaan populasi penduduk disebabkan
oleh perubahan dalam struktur usia suatu populasi, penurunan pangsa anak-anak
dan remaja dalam populasi itu, dan peningkatan pangsa orang lanjut usia
(lebih dari 60 tahun atau lebih dari 65 tahun).Kondisi ini tentunya akan
menimbulkan problema bagi negara-negara didunia baik itu negara maju maupun
negara sedang berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang telah menunjukkan
tanda-tanda penuaan penduduk dimana bertambahnya usia penduduk dan semakin
banyaknya orang yang hidup lebih lama serta bertambah banyaknya penduduk
lanjut usia di masyarakat. Penuaan�
penduduk di Indonesia dengan status ekonomi rumah tangganya tentunya
akan berimplikasi terhadap berbagai macam bidang kehidupan dalam masyarakat
yang terkait dengan variabel makro ekonomi antara lain tingkat partisipasi
angkatan kerja, produk domestik bruto, pendapatan perkapita dan inflasi. Jenis
data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data yang
diperoleh dengan menggunakan angka-angka yang menunjukan gambaran tentang
obyek yang diteliti. Data mengenai jumlah penduduk lansia, TPAK,PDB,
Pendapatan Perkapita dan Inflasi di Indonesia kurun waktu dari tahun 2010-
2021.� Dengan sumber data adalah data
sekunder diperoleh dari berbagai �instansi yang terkait dengan penelitian ini, instansi BPS, BKKBN, Bappenas, Dukcapil dan
lain-lainnya. Pertimbangan model teoritis dan kesesuaian dengan permasalahan
yang diteliti dalam penelitian ini, maka model yang digunakan adalah
model� dinamik yang mempertimbangkan
pada dua aspek yakni penurunan model dinamis dan isu statistiknya. Model ECM
dapat dikatakan valid apabila variabel-variabel yang terkointegrasi didukung
oleh nilai koefisien ECT yang signifikan dan negatif. �Hanya model 1 memiliki koefisien ECTdengan
arah hubungan positif, sedangkan koefisien ECT model 2, model 3, dan model 4 memiliki arah hubungan negatif. Arah
hubungan negatif tersebut mempunyai
makna bahwa dalam jangka pendek diindikasikan terjadi
kestabilan hubungan antara penuaan penduduk (X) terhadap PDB, pendapatan
perkapita, dan inflasi. Atau dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa
hubungan antar variabel telah terkoreksi serta mampu menciptakan hubungan
atau keseimbangan jangka pendek antara penuaan penduduk (X) dengan PDB, pendapatan perkapita, dan
inflasi di Indonesia tahun 2010 - 2021. ABSTRACT The research entitled Analysis of the Impact of
Population Aging on Long-Term Equilibrium of Macroeconomics in Indonesia is
motivated by the phenomenon of population aging caused by changes in the age
structure of a population, a decrease in the share of children and
adolescents in the population, and an increase in the share of the elderly
(over 60 years or over 65 years). This condition will certainly cause
problems for countries in the world, both developed and developing countries.
Indonesia as a developing country has shown signs of population aging where
the age of the population is increasing and more and more people are living
longer and the number of elderly people in society is increasing. Population
aging in Indonesia with its household economic status will certainly have
implications for various areas of life in society related to macroeconomic
variables including the level of labor force participation, gross domestic
product, per capita income and inflation. The type of data in this study is quantitative
data, namely data obtained using numbers that show a picture of the object
being studied. Data on the number of elderly population, TPAK, GDP, Per
Capita Income and Inflation in Indonesia for the period 2010-2021. With data
sources are secondary data obtained from various agencies related to this
research, BPS, BKKBN, Bappenas, Dukcapil and others. Considering the
theoretical model and suitability with the problems studied in this study,
the model used is a dynamic model that considers two aspects, namely the
derivation of the dynamic model and its statistical issues. The ECM model can
be said to be valid if the cointegrated variables are supported by
significant and negative ECT coefficient values. Only model 1 has an ECT
coefficient with a positive relationship direction, while the ECT
coefficients of model 2, model 3, and model 4 have a negative relationship
direction. The direction of the negative relationship means that in the short
term there is an indication of stability in the relationship between
population aging (X) and GDP, per capita income, and inflation. Or in other
words, it can be stated that the relationship between variables has been
corrected and is able to create a short-term relationship or balance between
population aging (X) and GDP, per capita income, and inflation in Indonesia
in 2010 - 2021. |
Population
Aging, TPAK, GDP, Per Capita Income, Inflation. |
Penuaan populasi (ageing pupolation) merupakan� suatu
fenomena alami. yang terjadi karena transisi demografi dimana semakin rendahnya
tingkat fertilitas dan mortalitas serta didukung oleh kemajuan teknologi
dibidang kesehatan.Hal ini mendorong angka harapan hidup semakin tinggi atau
bertambah sehingga proporsi orang yang lebih tua relatif terhadap kelompok yang
lebih muda meningkat.Dengan kata lain penuaan populasi disebabkan oleh
perubahan dalam struktur usia suatu populasi, penurunan pangsa anak-anak dan
remaja dalam populasi itu, dan peningkatan pangsa orang lanjut usia (lebih dari
60 tahun atau lebih dari 65 tahun). Kondisi ini tentunya akan menimbulkan
problema bagi negara-negara didunia baik itu negara maju maupun negara sedang
berkembang.
Indonesia juga telah menunjukkan tanda-tanda penuaan
penduduk dimana bertambahnya usia penduduk dan semakin banyaknya orang yang
hidup lebih lama serta bertambah banyaknya penduduk lanjut usia di masyarakat.
Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan
Sipil (Dukcapil), ada 30,16 juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia) di
Indonesia pada� tahun 2021.Penduduk
lansia adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Kelompok ini porsinya
mencapai 11,01% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 273,88 juta
jiwa.Jika dirinci lagi, sebanyak 11,3 juta jiwa (37,48%) penduduk lansia
berusia 60-64 tahun. Kemudian ada 7,77 juta (25,77%) yang berusia 65-69
tahun.Setelahnya ada 5,1 juta penduduk (16,94%) berusia 70-74 tahun, serta 5,98
juta (19,81%) berusia di atas 75 tahun.
Penuaan� penduduk
di Indonesia dengan status ekonomi rumah tangganya tentunya akan berimplikasi
terhadap berbagai macam bidang kehidupan dalam masyarakat yang terkait dengan
variabel makro ekonomi antara lain; pasar tenaga kerja, produk domestik bruto,
pendapatan perkapita dan inflasi.
Dampak terhadap pasar�
tenaga kerja dari penuaan penduduk�
di Indonesia ini akan nampak pada tingkat partisipasi angkatan
kerjanya� (TPAK) yang cenderung menurun.
Hubungan antara penuaan dan hasil ekonomi makro dimediasi oleh konteks
kelembagaan adalah penentu utama perkembangan upah dan kondisi kerja (Traxler & Brandl, 2012). Selain itu, undang-undang perlindungan tenaga kerja memainkan perannya
sendiri dalam menentukan tingkat partisipasi angkatan kerja (Duval et al., 2020).
Produk Domestik Bruto merupakan jumlah dari produksi
barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam periode waktu
tertentu.Angka PDB yang
tinggi diartikan dengan tingginya angka produksi. Tingginya angka produksi
dihubungkan kepada daya beli masyarakat yang juga tinggi.Dikaitkan dengan
penuaaan penduduk di Indonesia terhadap PDB terjadi kecenderungan akan
menurunkan PDB sebagai imbas dari menurunnya produktivitas penduduk
lansia.Keadaan ini juga akan mempengaruhi pendapatan perkapita. (Bloom et al., 2010) meneliti efek penuaan populasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan membedakan
antara negara maju dan negara berkembang. Estimasi empiris untuk negara-negara
maju mengungkapkan dampak merugikan dari penuaan penduduk terhadap pendapatan
per kapita terutama melalui penurunan pasokan tenaga kerja yang disebabkan oleh
berkurangnya pangsa penduduk usia kerja. Untuk mengatasi tantangan penuaan
populasi, perlu dilakukan reformasi kebijakan yang tepat (seperti imigrasi) dan
struktur kelembagaan. Dalam makalah pendamping, �(Bloom et al., 2015) berpendapat bahwa, di negara berkembang, penuaan populasi tidak akan
secara signifikan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
�� �Selanjutnya dampak penuaan penduduk akan
mendorong kenaikan tingkat inflasi. Pengaruh penuaan demografis terhadap
tingkat inflasi suatu negara dapat diperkirakan dengan mengacu pada jumlah
keseluruhan barang yang diproduksi oleh berbagai kelompok umur dibandingkan
dengan jumlah barang yang dikonsumsi. Suatu kelompok umur tertentu mengkonsumsi
lebih banyak barang dan jasa daripada yang dihasilkannya, hal ini menimbulkan
efek kenaikan harga. Ini berlaku untuk anak-anak, remaja dan pensiunan; dengan
demikian, efek inflasi diharapkan dari kelompok orang atau kelompok umur ini..
Jika hubungan ini berkaitan, peningkatan inflasi dapat diharapkan terutama di
masyarakat lanjut usia yang menampilkan peningkatan jumlah orang usia pensiun.
Dukungan empiris untuk pengaruh struktur usia penduduk terhadap laju inflasi
dapat ditemukan dalam Edo dan Melitz (2019), serta dalam (Juselius & Tak�ts, 2018).
(Yoon et al., 2014) mengambil perspektif yang lebih luas dan menguji hubungan antara variabel
demografis dan variabel ekonomi makro seperti pertumbuhan PDB riil per kapita,
neraca transaksi berjalan, tabungan, investasi, dan tingkat inflasi,
menggunakan kumpulan data panel yang mencakup 30 ekonomi OECD untuk periode
1960�2013. perubahan demografis, kekuatan pendorong utama terkait dengan umur
panjang dan tingkat fertilitas.
Masalah penuaan populasi yang mendesak saat ini telah
memicu perdebatan tentang implikasi ekonomi makronya (Goodhart & Pradhan, 2017). Dunia maju telah memasuki era transisi demografi. Pertumbuhan populasi di
negara maju melambat. Umur panjang meningkat dan pangsa populasi lansia terus
bertambah. Perubahan demografis bersama dengan gelombang baru inovasi dan
otomasi adalah dua kekuatan utama yang diperkirakan akan membentuk kondisi
ekonomi makro dan pasar tenaga kerja dalam beberapa dekade mendatang (Basso & Jimeno, 2021). Transisi demografis yang belum pernah terjadi sebelumnya terkait dengan
berbagai aspek kegiatan ekonomi. Penuaan penduduk adalah penting untuk
pertumbuhan PDB, giro, tabungan, investasi, inflasi dan partisipasi angkatan
kerja.
Penelitian terdahulu yang dilakukan diberbagai negara
menggunakan berbagai macam variabel makro ekonomi dalam menganalis Dampak
Penuaan Populasi Penduduk. Dalam penelitian ini mengkhususkan penggunaan
variabel Penuaan Penduduk (penduduk lansia) yang mempengaruhi TPAK, PDB,
Pendapatan Perkapita dan Inflasi. Untuk itu perlu dikaji penelitian dengan
judul Analisis Dampak Penuaan Populasi Penduduk Terhadap Keseimbangan Jangka
Panjang Ekonomi Makro di Indonesia
Perumusan
Masalah
�� Berdasarkan latar
belakang maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: �Apakah
variabel penuaan penduduk (penduduk lansia) berpengaruh terhadap TPAK, PDB,
Pendapatan Perkapita dan Inflasi di Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang�.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
�� Berdasarkan latar
belakang dan perumusan masalah� maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membuktikan bahwa
variabel penuaan penduduk (penduduk lansia) mempengaruhi TPAK, PDB, Pendapatan
Perkapita dan Inflasi di Indonesia, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Tinjauan
Pustaka
�The impact of population aging in rich
countries: What�s the future? (Papapetrou &
Tsalaporta, 2020). Penelitian ini mengkaji dampak penuaan populasi
pada hasil ekonomi makro, inflasi dan partisipasi angkatan kerja yang
menggunakan sampel 23 negara maju OECD dari tahun 1960 hingga 2014 dan
memperhitungkan konteks kelembagaan. Mengontrol koordinasi perundingan bersama,
hasilnya menunjukkan bahwa populasi lansia yang lebih besar akan menyebabkan
pertumbuhan PDB riil yang lebih rendah, meskipun sebagian besar di
negara-negara dengan tingkat pertumbuhan populasi yang rendah. Penuaan
memberikan tekanan ke bawah yang substansial pada inflasi karena permintaan
agregat yang lemah. Hasil ini juga menunjukkan bahwa penuaan tenaga kerja
cenderung mengurangi pasokan tenaga kerja. Untuk mengurangi efek buruk dari
penuaan populasi, kombinasi kebijakan pasar tenaga kerja, reformasi pensiun,
investasi yang lebih besar dalam sumber daya manusia dan inovasi teknologi
harus diprioritaskan dalam pembuatan kebijakan
Macroeconomic�
Effects of Demographic� Aging
Impact on Productivity Growth and Macroeconomic Variables in Selected
Industrialized Countries. Potential Gains offered by Labor-Saving Technological
progress, (Lizarazo L�pez et al., 2020). Studi ini menganalisis pengaruh perkembangan demografis yang diharapkan
pada variabel ekonomi makro utama di tujuh negara industri terpilih (Austria,
Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Spanyol, dan Amerika Serikat). Perhitungan
yang dilakukan untuk simulasi dijalankan hingga tahun 2050. Perhatian khusus
diberikan untuk menentukan hubungan antara penuaan demografis dan kemajuan
teknologi. Tampak di sini bahwa beberapa efek negatif penuaan demografis pada
tingkat rata-rata produk domestik bruto per kapita (PDB per kapita) dapat
dikurangi dengan kemajuan teknologi hemat tenaga kerja yang didorong oleh
ekspektasi penuaan demografis, sejauh lebih banyak investasi dalam masa depan
difokuskan pada otomatisasi dan digitalisasi. Simulasi ini menunjukkan
bagaimana penuaan demografis dapat diperkirakan akan mengubah variabel
makroekonomi utama di ketiga negara hingga tahun 2050, dan bagaimana PDB
(absolut dan per kapita) akan berkembang di ketujuh negara industri.
Demographic Structure, Knowledge Diffusion, and
Endogenous Productivity Growth�, (Davis et al., 2022). Penelitian ini mempertimbangkan bagaimana peningkatan umur panjang dan
penurunan angka kelahiran mempengaruhi pasar kerja dan pertumbuhan
produktivitas endogen dalam model perdagangan dua negara. Di setiap negara,
transisi demografis ke populasi yang lebih tua menyebabkan kontraksi angkatan
kerja melalui penurunan populasi usia kerja. Investasi tingkat perusahaan dalam
inovasi proses menghasilkan pertumbuhan produktivitas, dan dengan difusi
pengetahuan yang tidak sempurna, negara dengan angkatan kerja yang lebih besar
memiliki bagian yang lebih besar dari perusahaan dengan tingkat produktivitas
yang lebih tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa efek penuaan populasi dapat
dibalik dengan memperpanjang usia pensiun, dan mempertimbangkan implikasi
kesejahteraan untuk transisi demografis dan perpanjangan usia pensiun yang
timbul dalam kerangka kerja melalui analisis kuantitatif berdasarkan data
populasi untuk Amerika Serikat dan Eropa Barat
Pengaruh Struktur Umur Penduduk terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia, Endah (Kurniawati & Sugiyanto, 2021), hasil kajian ini menyimpulkan� bahwa
struktur umur penduduk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini
dilihat dari pengaruh persentase kelompok umur terhadap pertumbuhan ekonomi,
yaitu 2 dari 4 kelompok umur berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Persentase kelompok umur yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi adalah kelompok umur kerja utama (30�49 tahun) dan
mempunyai tanda positif. Hal ini sejalan dengan hasil analisis deskriptif yang
menunjukkan bahwa kelompok umur kerja utama merupakan kelompok umur dengan
rasio penduduk yang besar dan cenderung meningkat dari masa ke masa. Persentase
kelompok umur paruh baya (50-64tahun) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Persentase kelompok umur paruh baya cenderung mengalami peningkatan
dari masa ke masa, dengan kata lain penduduk makin menua.Akan tetapi, kelompok
umur ini termasuk kelompok umur produktif sehingga masih berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi.Walaupun pengaruhnya mulai berkurang karena kelompok umur
ini termasuk penduduk usia lanjut, yaitu penduduk berumur 60 tahun ke atas,
yang didalamnya terdapat penduduk usia lanjut potensial dan tidakpotensial. Hal
ini membuat peningkatan kelompok umur paruh baya yang akan menambah rasio
ketergantungan umur yang berpengaruh juga terhadap pertumbuhan ekonomi.Variabel
lain yang juga berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan signifikan
adalah pertumbuhan penduduk. Hasil ini sejalan dengan teori model pertumbuhan
ekonomi Solow yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi
menyebabkan tingkat modal per pekerja
menjadi lebih rendah sehingga pendapatan akan menjadi
lebih rendah, akibatnya pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah
Penuaan Populasi dan dampaknya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Makro Jangka Panjang di Asia Timur, (Taali et al., 2021), Penelitian ini mengkaji dampak penuaan populasi terhadap keseimbangan
ekonomi makro jangka panjang di Asia Timur, dari
sudut pandang ekonomi penurunan keseimbangan makro jangka panjang dalam jumlah
penduduk dan peningkatan rasio ketergantungan yang disebabkan oleh penuaan
penduduk melalui pasokan tenaga kerja, konsumsi, tabungan dan lain-lainya untuk
menurunkan pertumbuhan ekonomi. Efek negatif�
akan di representasikan� sebagai
tekanan jangka panjang yaitu kesenjangan investasi yang dibawa oleh potensi penurunan
pasokan tenaga kerja dan penurunan tingkat tabungan.Peningkatan kecenderungan
konsumsi rata-rata akan memperbaiki situasi kekurangan permintaan domestik yang
menunjukan sisi positif dari penuaan populasi.Efek negatif dari penuaan pnduduk
tidak akan muncul dalam jangka pendek. Perubahan jumlah penduduk sekaligus
membawa tekanan inflasi dalam jangka panjang Indeks harga meningkat secara
signifikan. Struktur PDB pengeluaran akan menghadapi penyesuaian jangka panjang.
Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatif, yang bertujuan
memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena yang ada,menjelaskan hubungan,
menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta memberikan makna dan
implikasi dari suatu masalah yang dipecahkan.
Lokasi Penelitian
Penentuan
lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja yaitu di Indonesia dengan
pertimbangan terjadinya tahapan dalam proses penuaan populasi penduduk di
Indonesia tidak sama dengan negara-negara maju.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dimana
penelitian ini berkaitan� status subyek
penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas. Subyek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga maupun
masyarakat. Tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara
mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas
dari kasus yang kemudian dari sifat yang khas tersebut akan dijadikan suatu hal
yang bersifat umum (Nazir, 1999)
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah
data kuantitatifdan kualitatif.
�Data kuantitatif adalah data yang diperoleh
dengan menggunakan angka-angka yang���
menunjukan gambaran tentang obyek yang diteliti. Data mengenai jumlah
penduduk lansia, TPAK,PDB, Pendapatan Perkapita dan Inflasi di Indonesia kurun
waktu dari tahun 2010- 2021
Sumber
data dalam penelitian ini adalah data sekunder diperoleh dari
berbagai �instansi yang terkait dengan penelitian ini, instansi BPS, BKKBN, Bappenas , Dukcapil dan lain-lainnya.
Identifikasi dan Klasifikasi Variabel
Identifikasi Variabel
Variabel-variabel
yang digunakan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1.
Penuaan Penduduk (Penduduk Lansia)
2.
TPAK
3.
PDB
4.
Pendapatan perkapita
5.
Inflasi
Klasifikasi Variabel
Variabel-variabel
yang telah di identifikasikan, selanjutnya di klasifikasikan menjadi.
a. Variabel terikat yaitu variabel yang dapat dipengaruhi
oleh variabel lain. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah TPAK, PDB,
Pendapatan perkapita dan Inflasi
b. Variabel bebas yaitu variabel yang
dapat mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
penuaan penduduk (penduduk lansia).
Definisi Operasional Variabel
1. Penuaan penduduk (penduduk lansia) adalah penduduk yg
berumur 60 tahun keatas dinyatakan dengan satuan orang
2. TPAK adalah besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi disuatu negara/wilayah dinyatakan
dalam satuan persen
3. PDB adalah jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu,
atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dinyatakan dalam satuan
rupiah.
4. Pendapatan Perkapita adalah besarnya
pendapatan rata-rata semua penduduk yang dinyatakan dengan satuan rupiah
5. Inflasi adalah sebagai kenaikan harga
barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dinyatakan
dalam satuan persen
Atas
dasar pertimbangan model teoritis dan kesesuaian dengan permasalahan yang
diteliti dalam penelitian ini, maka model yang digunakan adalah model� dinamik yang mempertimbangkan pada dua aspek
yakni penurunan model dinamis dan isu statistiknya.
Model dasar yang akan
diestimasi terdiri dari 4 model, dengan bentuk persamaan sebagai berikut.
Model 1 : TPAKt =
Model 2 : PDBt =
Model 3 :
Model
4 : Inflasit
=
(1)�
Pendekatan Kointegrasi dan Error Corection Model (ECM)
Pendekatan
kontegrasi berkaitan dengan upaya untuk menghindari terjadinya regresi lancung
yang akan mengakibatkan koefisien regresi penaksir tidak efisien dan uji baku
yang umum akan meleset. Berkaitan dengan hal itu perlu diyakini terlebih dahulu
bahwa himpunan data yang akan digunakan adalah stasioner. Untuk melihat
perilaku data apakah sudah stasioner atau belum, dapat ditempuh uji akar-akar
unit dan derajat integrasi.
a.�
Stasioner dan Non Stasioner
b. Uji Akar-akar Unit dan Derajat
Kointegrasi
� Untuk melakukan uji akar-akar unit yang
dikembangkan oleh Dickey-Fuller (1979,1981:1051-1072), dengan penaksiran model
autoregresif berikut.
DXt
= b0 + b1 BXt + (ciB +...+ ck Bk) DXt�� ���������
(1)
DXt
= d0 + d1T + d2BXt+(eiB +...+ ek Bk)DXt�� �����.....�
(2)
Dimana :
BXt
= Xt-1���
DXt
= Xt - Xt-1
T�� = Menunjukkan trend waktu
Xt� = adalah variabel yang diamati pada periode
ke t
B�� = merupakan operasi kelambanan ke udik.
k�� = N 1/3. N adalah jumlah
observasi.
Uji
derajat integrasi dilakukan untuk mengetahui pada derajat (orde) keberapa data
yang diamati akan stasioner. Uji derajat integrasi dilakukan apabila uji
akar-akar unit mengemukakan fakta bahwa data yang diamati tidak stasioner. Uji
derajat integrasi dilakukan dengan melakukan penaksiran Model Autoregresif
berikut (Insukindro, 1992):
D2Xt =
f0 + f1BDXt + gi
BiD2Xt���� ���������.�� (3)
D2Xt =
h0 + h1T + h2BDXt + ii
BiD2Xy� ����.����� (4)
Dimana :
D2Xt
= DXt - DXt-1
BDXt
= DXt-1
c. Uji Kointegrasi
Uji
kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat
integrasi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu
bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi
yang sama atau tidak. Pada umumnya sebagian besar pembahasan mengenai isu
terkait lebih memusatkan perhatiannya pada variabel yang berintegrasi nol [I(0)
atau satu I(1)].
Suatu
himpunan variabel yang runtun waktu X dikatakan berkointegrasi pada derajat d,
b atau ditulis CI (d,b), bila setipa elemen X berintegrasi pada derajat d atau
I(d) dan terdapat satu vektor k yang tidak sama dengan nol sehingga W = k' X
I(d,b), dengan b > 0 dan k merupakan vektor kointegrasi. Uji CRDW
(Cointegrating Regression Durbin Watson), DF (Dickey-Fuller) dan ADF (Augmented
Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang disukai dalam pendekatan ini.
Untuk menghitung CRDW, DF dan ADF, ditaksir dengan regresi kointegrasi berikut
dengan menggunakan metode OLS :
���� Yt = j0 + j1 X1t
+�� Et��� �����.............��� (5)
Dimana :
Yt�� =�
TPAK, PDB, Pendapatan Perkapita, Inflasi
�X1 =�
Penuaan Penduduk (jumlah penduduk lansia)
Kemudian
regresi berikut ditaksir dengan OLS :
DEt
= k1BEt��������
��������������....������� (6)
DEt
= m1BEt + niBDEt��
�������������������� (7)
Nilai
statistik CRDW ditunjukkan oleh nilai statistik DW pada persamaan (5) dan
statistik DF dan ADF ditunjukkan oleh nisbah t pada koefisien BEt pada
persamaan (6) dan (7). Tujuan utama uji kointegrasi adalah untuk mengkaji
apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Dengan membandingkan
nilai tersebut di atas dengan nilai tabel CRDW, DF dan ADF (lihat lampiran).
d.�
Error Corection Model� (ECM)
Spesifikasi
koreksi kesalahan mencakup model-model dalam level maupun perbedaan. Mekanisme
koreksi kesalahan harmonis dengan perilaku ekuilibrium jangka panjang. Error
Corection Model (ECM) dapat diformulasikan sebagai berikut :
DYt
= p0 + p1 DXt + p2 BXt + p3 V
���.....................�.���� (8)
Dimana :
DYt� = Yt - BYt
DXt� = Xt � BXt
V����� = Variabel koreksi ( BXt - BYt)
t������� = Menunjukkan waktu
B����� = Operasi kelambanan ke udik (lag
operator).
Untuk
memverifikasi dan pengujian hipotesis model analisis menggunakan
kriteria-kriteria berikut :
Uji Kriteria Statistik (First
Order Test)
Untuk menguji ketepatan model
dan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial dan
simultan digunakan uji statistik Z dan F (Gujarati, 2003).
Uji
tingkat kesesuaian (Tes Goodness of Fit)
ditandai dengan menggunakan pendekatan koefisien determinasi (R2),
yang menerangkan besarnya variasi di dalam variabel penjelas (variabel terikat)
yang mampu diterangkan oleh variabel bebas. Besarnya R2
diformulasikan sebagai berikut.
����������
���������� JKK = jumlah kuadrat kesalahan. ��������� JKT = jumlah kuadrat total..
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Diskripsi Data Penelitian
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Indonesia
(TPAK)
TPAK merupakan
persentase banyaknya angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. TPAK
mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara
ekonomi di suatu negara/wilayah.Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di
Indonesia terus meningkat sejak 2016 hingga 2021. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), TPAK sebesar 67,80% pada Agustus 2021, naik 1,46% dibandingkan
pada Agustus 2016 yang sebesar 66,34%. Kenaikan TPAK paling tinggi terjadi pada
Agustus 2018 yang sebesar 0,64% menjadi 67,31%. Sementara, kenaikan TPAK
terendah terjadi pada Agustus 2019 yang sebesar 0,22% menjadi 67,53%. Capaian
TPAK terus meningkat dalam lima tahun terakhir.
Kondisi perekonomian
yang semakin menguat diikuti peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja,
baik pada penduduk laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan gender, TPAK
laki-laki lebih tinggi ketimbang perempuan pada Agustus 2022. TPAK laki-laki
sebesar 68,83 %, sedangkan TPAK perempuan 53,41%. (Sakernas, 2022)
BPS mencatat TPAK
Indonesia pada Agustus 2022 meningkat di hampir semua kelompok umur, kecuali di
kelompok usia 25-29 tahun, 40-44 tahun, dan 45-49 tahun yang menurun. Angka
TPAK yang tinggi menunjukkan semakin tinggi pula pasokan tenaga kerja yang
tersedia untuk memproduksi barang dan jasa, begitu pula sebaliknya. Namun, data
BPS sendiri menunjukkan penduduk dengan partisipasi kerja tertinggi justru di
rentang usia 40-54 tahun, yakni di atas 80%. Sementara, pekerja usia 25-39
tahun punya tingkat partisipasi 75% ke atas.
����������� Tingkat
partisipasi angkatan kerja tahun 2022 dilihat dari kelompok umur, umur 60 tahun
keatas sudah termasuk lanjut usia (lansia) sebesar 54,9 %. Diantara berbagai
kelompok umur tersebut menduduki posisi kedua terendah. Untuk kelompok umur
15-19 tahun ini paling rendah karena berada pada usia sekolah.
Produk Domestik Bruto
BPS dalam laporan perekonomian Indonesia pertumbuhan
Indonesia selama sebelas tahun terakhir yaitu tahun 2010-2020 yaitu pada tahun
2016 merupakan pertama kali berada dibawah lima persen sejak krisis global
tahun 2010. Produk domestik bruto tahun 2010- 2020 mengalami perkembangan yang
fluktuatif, pemulihan ekonomi Indonesia terjadi dengan rata-rata pertumbuhan
PDB pada 4.6 persen per tahun. Setelah itu, pertumbuhan PDB sempat
berakselerasi (dengan pengecualian pada tahun 2018 yang mencapai 5,77%), Periode
pemulihan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan disebabkan oleh
hal yang saling terkait yaitu meningkatnya konsumsi rumah tangga, meningkatnya
daya beli konsumen serta ledakan harga komoditas.
Badan Pusat Statistik
(BPS), pertumbuhan ekonomi RI 2020 minus 2,07 persen. Realisasi Produk
Domestik Bruto (PDB) ini anjlok dibandingkan 2019 lalu yang tumbuh 5,02 persen,
sekaligus merupakan yang terburuk sejak krisis 1998 yang tumbuh minus 13,6 persen.
Pendapatan Perkapita
Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) rata-rata pendapatan per kapita warga Indonesia pada 2022
naik 13,96 persen atau setara Rp8,7 juta dari tahun sebelumnya menjadi Rp71
juta per tahun. Dengan demikian, rata-rata pendapatan penduduk Indonesia
sebesar Rp5,9 juta per bulannya. Kenaikan tersebut seiring dengan tumbuhnya
perekonomian Indonesia 2022 yang dihitung berdasarkan Produk Domestik Bruto
(PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp19.588,4 triliun sehingga PDB per
kapita mencapai Rp71,0 juta atau setara US$4.783,9.
Bila melihat trennya dalam 10 tahun terakhir,
pendapatan per kapita masyarakat Indonesia terus mengalami kenaikan. Pada waku
pandemi Covid-19 melanda, sempat mengalami penurunan. Pada tahun 2012 tercatat
pendapatan per kapita sebesar Rp35,1 juta, sementara pada tahun 2022 menjadi
Rp. 71 juta.
4.1.4 Inflasi
Pentingnya pengendalian inflasi
didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi tinggi dan tidak stabil memberikan
dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang
tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga
standar hidup dari masyarakat juga turun. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan
menciptakan ketidakpastian bagi masyarakat dalam mengambil keputusan melakukan
konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi
dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga
domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada
nilai rupiah.
Penduduk Lanjut Usia
(Lansia) di Indonesia
Berdasarkan data Sakernas periode Februari 2021 yang diolah Pusdatik Kemnaker diketahui bahwa penduduk lansia atau mereka yang berusia 60 tahun keatas sebanyak 29,57 juta orang atau sekitar 14,40 persen dari jumlah Penduduk usia kerja di Indonesia. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 9,14 persen dibandingkan dengan periode Februari 2020. Secara umum, berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar penduduk lansia masih didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin perempuan dengan persentase 52,34 persen, sedangkan penduduk lansia laki � laki sebesar 47,66 persen.
Jika dilihat berdasarkan kelompok umur, penduduk lansia yang berada di rentang umur 65 tahun + lebih banyak dibandingkan dengan yang berada di rentang umur 60 � 64 tahun. Penduduk lansia yang berada di rentang umur 65 tahun + sebanyak 18,77 juta orang atau sebesar 63,48 persen, sedangkan penduduk lansia yang berada di rentang umur 60 � 64 tahun sebanyak 10,8 juta orang atau sebesar 36,52 persen. Khusus untuk mereka yang berjenis kelamin laki-laki, yang berada di rentang umur 65 tahun + lebih besar yaitu sekitar 61,95 persen dibandingkan dengan yang berada di rentang umur 60 � 64 tahun sebesar 38,05 persen. Begitu pula dengan yang berjenis kelamin perempuan, lebih banyak yang berada di rentang umur 65 tahun + yaitu sekitar 64,87 persen, dibandingkan yang berada pada rentang umur 60 � 64 tahun sekitar 35,13 persen.
Angkatan Kerja Lansia Berdasarkan data Sakernas periode Februari 2021 yang diolah Pusdatik Kemnaker diketahui bahwa terdapat angkatan kerja lansia sebanyak 15,11 juta orang atau sekitar 10,80 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 2,20 persen dibandingkan dengan periode Februari 2020. Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Lansia di Indonesia diketahui sebesar 51,08 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dari 100 orang penduduk lansia, hanya terdapat 51 orang yang masuk ke dalam kategori angkatan kerja. Secara umum, berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar angkatan kerja lansia berjenis kelamin laki � laki dengan persentase 60,92 persen, sedangkan angkatan kerja lansia perempuan sebesar 39,08.
Hasil Estimasi Model ECM
Uji Stasioneritas
Uji Akar Unit (Unit
Root Test)
Guna mengetahui apakah data time series yang digunakan stasioner atau tidak stasioner, digunakan uji akar unit (unit root test). Pengujian dilakukan dengan menggunakan unit root test yang dikembangkan oleh Dickey-Fuller atau lebih dikenal sebagai Augmented Dickey
Uji Derajat Integrasi pada derajat 2
Setelah seluruh variabel lolos uji akar unit, tahap selanjutnya dilakukan pengujian derajat integrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua vaiabel pengamatan pada periode sebelumnya sudah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat 2 (second difference). Berikut hasil uji statisioner dimana seluruh variabel pengamatan berintegrasi pada derajat 2, seperti ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 1 Uji Stasioner Data Metode Augmented
Dickey Fuller pada2stDifferent
Variabel |
Uji Akar Unit |
||||||
2stDifferent |
|||||||
Test Equation |
|||||||
ADF (N) |
Prob |
ADF (I) |
Prob |
ADF (T&I) |
Prob |
|
|
TPAK (Y1) |
-10.27656 |
0.0001 |
-10.27656 |
0.0001 |
-8.785266 |
0.0005 |
|
PDB (Y2) |
-5.223587 |
0.0002 |
-5.079379 |
0.0043 |
-5.276823 |
0.0132 |
|
Pend Perkapita (Y3) |
-5.214687 |
0.0002 |
-4.892234 |
0.0054 |
-4.630635 |
0.0275 |
|
INF (Y4) |
-3.098412 |
0.0063 |
-2.888521 |
0.0845 |
-2.581352 |
0.2964 |
|
Penuaan Penduduk (X1) |
-4.925911 |
0.0003 |
-5.588962 |
0.0023 |
-5.205809 |
0.0143 |
|
Sumber: Data Sekunder, diolah (lampiran 4.a)
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa ke-lima variabel pengamatan (TPAK (Y1),PDB (Y2), pendapatan perkapita (Y3), �INF (Y4), dan penuaan penduduk (X1) telah stasioner pada derajat yang sama yaitu second difference (derajat dua) pada uji ADF dengan time trend(T). Seluruh variabel memiliki nilai ADF-hitung (nilai mutlak) lebih besar dibandingkan dengan ADF-tabel atau dapat juga dilihat berdasarkan nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05.
Uji Regresi Kointegrasi
Seluruh variabel dalam penelitian ini telah lolos dari uji akar-akar unit (asumsi stasioneritas telah dipenuhi). Langkah selanjutnya dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui keseimbangan atau kestabilan jangka pendek diantara variabel-variabel yang diamati. Pada penelitian ini menggunakan uji kointegrasi dengan pendekatan Johansen. Hipotesis dari uji kointegrasi Johansen adalah sebagai berikut.
H0 : tidak terdapat hubungan kointegrasi.
Ha : terdapat hubungan kointegrasi.
Tabel 2
Regresi Kointegrasi �Johansen
Cointegration Test�: Penuaan Penduduk (X) Terhadap
TPAK (Y1)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Unrestricted
Cointegration Rank Test (Trace) |
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hypothesized |
|
Trace |
0.05 |
|
No. of CE(s) |
Eigenvalue |
Statistic |
Critical Value |
Prob.** |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
None * |
1.000000 |
288.2258 |
15.49471 |
0.0001 |
At most 1 * |
0.593778 |
7.206853 |
3.841466 |
0.0073 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Trace test
indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level |
||||
* denotes
rejection of the hypothesis at the 0.05 level |
||||
**MacKinnon-Haug-Michelis
(1999) p-values |
|
Tabel 3 Regresi Kointegrasi �Johansen Cointegration Test�: Penuaan Penduduk (X) Terhadap PDB (Y2)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Unrestricted
Cointegration Rank Test (Trace) |
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hypothesized |
|
Trace |
0.05 |
|
No. of CE(s) |
Eigenvalue |
Statistic |
Critical Value |
Prob.** |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
None * |
1.000000 |
298.0086 |
15.49471 |
0.0001 |
At most 1 * |
0.402066 |
4.114205 |
3.841466 |
0.0425 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Trace test
indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level |
||||
* denotes
rejection of the hypothesis at the 0.05 level |
||||
**MacKinnon-Haug-Michelis
(1999) p-values |
|
Tabel 4 Regresi Kointegrasi �Johansen Cointegration Test�: Penuaan Penduduk (X) Terhadap Pendapatan Perkapita (Y3)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Unrestricted
Cointegration Rank Test (Trace) |
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hypothesized |
|
Trace |
0.05 |
|
No. of CE(s) |
Eigenvalue |
Statistic |
Critical Value |
Prob.** |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
None * |
0.982249 |
39.39996 |
15.49471 |
0.0000 |
At most 1 * |
0.590844 |
7.149263 |
3.841466 |
0.0075 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Trace test
indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level |
||||
* denotes
rejection of the hypothesis at the 0.05 level |
||||
**MacKinnon-Haug-Michelis
(1999) p-values |
|
|||
|
|
|
|
|
Tabel 5 Regresi Kointegrasi �Johansen Cointegration Test�: Penuaan Penduduk (X) Terhadap Inflasi (Y4)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Unrestricted
Cointegration Rank Test (Trace) |
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hypothesized |
|
Trace |
0.05 |
|
No. of CE(s) |
Eigenvalue |
Statistic |
Critical Value |
Prob.** |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
None * |
0.979506 |
31.49988 |
15.49471 |
0.0001 |
At most 1 |
0.048644 |
0.398933 |
3.841466 |
0.5276 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Trace test
indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level |
||||
* denotes
rejection of the hypothesis at the 0.05 level |
||||
**MacKinnon-Haug-Michelis
(1999) p-values |
|
Berdasarkan tabel di atas hasil uji kointegrasi pada derajat dua (2st difference) membuktikan bahwa hipotesis H0 ditolak atau terdapat hubungan jangka pendek antara Penuaan Penduduk (X) dengan TPAK (Y1), PDB (Y2), Pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi (Y4). Hal tersebut dibuktikan oleh nilai Trace Statistic pada masing-masing tabel lebih besar dari nilai Critical Value pada α 5 persen, yang menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil uji kointegrasi dengan menggunakan nilai Trace Statistic mengindikasikan bahwa terdapat minimal 1 persamaan kointegrasi yang dapat dibentuk.
Sedangkan pada hasil uji kointegrasi dengan menggunakan nilai Max-Eigen Statistic menghasilkan keputusan yang sama seperti halnya uji kointegrasi dengan Trace Statistic, yang disimpulkan bahwa H0 ditolak (Ha diterima), berdasarkan nilai Max-Eigen yanglebih besar daripada nilai critical value pada α 5 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan dari Uji Kointegrasi berdasarkan nilai Max-Eigen Statistic bahwa terdapat minimal 2 persamaan kointegrasi yang dapat dibentuk. Adanya kointegrasi juga dibuktikan dengan nilai probabilitas. Apabila nilai probabilitas menunjukkan nilai yang lebih kecil dari α = 5 persen atau 0,05 maka hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima atau dengan kata lain terdapat hubungan jangka pendek antara Penuaan Penduduk (X) dengan TPAK (Y1), PDB (Y2), Pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi (Y4).
Uji Keseimbangan Jangka Panjang : Penuaan Penduduk (X)� Terhadap TPAK (Y1), PDB (Y2), Pendpatan Perkapita (Y3), dan Inflasi (Y4)
Tabel 6 Hasil Pengujian Keseimbangan Jangka panjang pada Model 1,2,3, dan 4
N0 |
Model |
Koefisien |
t hitung |
Prob |
Simpulan |
|
C |
X |
|||||
1. |
Model 1 |
65.79337 |
5.68E-08 |
1.021220 |
0.3312 |
Tdk. Signifikan |
2. |
Model 2 |
492221.0 |
0.387423 |
10.85075 |
0.0000 |
Signifikan |
3. |
Model 3 |
-19.17579 |
2.92E-06 |
11.28422 |
0.0000 |
Signifikan |
4. |
Model 4 |
14.09104 |
-4.38E-07 |
-2.977405 |
0.0139 |
Signifikan |
Sumber: data sekunder diolah (lampiran 6)
����������� Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa hasil pengujian jangka panjang pada masing-masing model, dimana pada model 1 kaitan antara Penuaan Penduduk (X) dengan TPAK (Y1), model 2 kaitan antra Penuaan Penduduk (X) dengan PDB (Y2), model 3 kaitan antra Penuaan Penduduk (X) dengan Pendapatan perkapita (Y3), dan model 4 kaitan antra Penuaan Penduduk (X) dengan inflasi (Y4).� Seluruh model, kecuali pada model 1, menunjukkan bahwa penuaan penduduk (X) berpengaruh signifikan terhadap dengan PDB (Y2), pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi (Y4). Yang ditunjukkan oleh nilai t hitung masing-masing (10,85; 11,28; dan -2,98), lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel (2,228) pada α 5 persen, atau dengan alternatif melihat nilai probabilita yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kaitan antara penuaan penduduk (X) mempunyai keseimbangan jangka panjang terkait dengan PDB (Y2), pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi (Y4) di Indonesia selama periode pengamatan tahun 2010 sampai dengan tahun 2021.
Error Corection Models (ECM)
Setelah memenuhi uji stasioner, uji integrasi dan uji kointegrasi, langkah selanjutnya adalah membentuk persamaan ECM. Hasil estimasi ECM dalam disajikan dalam tabel berikut.
Model 1
Tabel 7 Hasil Estimasi ECM Model 1
No |
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
1 |
C |
-0.188327 |
3.681737 |
-0.051152 |
0.9609 |
D(X,2) |
-9.92E-07 |
7.63E-07 |
-1.300417 |
0.2412 |
|
3 |
BDX |
-1.65E-07 |
1.68E-06 |
-0.098390 |
0.9248 |
ECT1 |
3.01E-08 |
2.24E-07 |
0.134578 |
0.8973 |
|
R-squared���������������� : 0.439650 Adjusted R-squared : 0.159476 F-statistic���������������� : 1.569200 Prob(F-statistic)������ : 0.291834 Durbin-Watson stat : 2.043951 |
Sumber : data sekunder, diolah
Model 2
Tabel 8 Hasil Estimasi ECM Model 2
No |
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
1 |
C |
1018301. |
1311675. |
0.776336 |
0.4670 |
D(X,2) |
0.431610 |
0.268507 |
1.607446 |
0.1591 |
|
3 |
BDX |
0.705398 |
0.589960 |
1.195670 |
0.2769 |
ECT1 |
-0.134735 |
0.137781 |
-0.977896 |
0.3659 |
|
R-squared���������������� : 0.322704 Adjusted R-squared : -0.015945 F-statistic���������������� : 0.952917 Prob(F-statistic)������ : 0.472765 Durbin-Watson stat : 2.687731 |
Sumber : data sekunder, diolah
Model 3
Tabel 9 Hasil Estimasi ECM Model 3
No |
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
1 |
C |
13.16216 |
10.49044 |
1.254682 |
0.2563 |
D(X,2) |
6.39E-06 |
2.17E-06 |
2.940626 |
0.0259 |
|
3 |
BDX |
1.10E-05 |
4.78E-06 |
2.299778 |
0.0611 |
ECT1 |
-1.09E-06 |
6.37E-07 |
-1.704274 |
0.1392 |
|
R-squared���������������� : 0.611421 Adjusted R-squared : 0.417132 F-statistic���������������� : 3.146960 Prob(F-statistic)������ : 0.107891 Durbin-Watson stat : 2.530282 |
Sumber : data sekunder, diolah
Model 4
Tabel 10 Hasil Estimasi ECM Model 4
No |
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
1 |
C |
6.059031 |
13.92732 |
0.435046 |
0.6787 |
D(X,2) |
1.23E-06 |
2.88E-06 |
0.425460 |
0.6853 |
|
3 |
BDX |
1.71E-06 |
6.34E-06 |
0.269128 |
0.7968 |
ECT1 |
-3.39E-07 |
8.46E-07 |
-0.400931 |
0.7024 |
|
R-squared���������������� : 0.042554 Adjusted R-squared : -0.436169 F-statistic���������������� : 0.088891 Prob(F-statistic)������ : 0.963526 Durbin-Watson stat : 1.831929 |
Sumber : data sekunder, diolah
Berdasarkan tabel 10 sampai dengan tabel 4.13 di atas dapat disusun persamaan ECM Model 1 � Model 4 adalah sebagai berikut.
Model 1 : D2Y1 = β0 + β1 D2X + β2BDX + ECT
����������� ��� D2Y1 = -0.188327- 0,000000992 D2X - 0,00000165 BDX + 0,0000000301 ECT
Model 2 : D2Y2 = β0 + β1 D2X + β2BDX + ECT
����������� ��� D2Y2 = 1018301.0 + 0.431610D2X + 0.705398BDX � 0.134735ECT
Model 3 : D2Y3 = β0 + β1 D2X + β2BDX + ECT
����������� ��� D2Y3 = 13,1621 + 0,00000639 D2X + 0,0000110 BDX � 0,00000109 ECT
Model 4 : D2Y4 = β0 + β1 D2X + β2BDX + ECT
����������� ��� D2Y4 = 6,0590 + 0,00000123 D2X + 0,00000171 BDX � 0,000000339 ECT
Berdasarkan persamaan pada model 1 dapat
diinterpretasikan nilai koefisien regresi ECM pada diferensiasi 2 penuaan
penduduk (D2X) adalah sebesar - 0,000000992, bermakna
jika variabel penuaan penduduk meningkat 1 jiwa (orang), maka dalam jangka pendek terjadi penurunan tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 0,000000992 persen (cateris paribus).
Pada model 2 penuaan penduduk (D2X) sebesar
0.431610, bermakna jika variabel penuaan penduduk meningkat 1 jiwa
(orang), maka dalam jangka pendek terjadi kenaikan
PDB sebesar 0.431610triliun rupiah (cateris paribus). Pada model 3 penuaan
penduduk (D2X) sebesar 0,00000639, bermakna jika variabel penuaan penduduk meningkat 1
jiwa (orang), maka dalam jangka pendek terjadi
kenaikan pendapatan perkapita sebesar 0,00000639 juta rupiah (cateris paribus). Dan terakhir pada model 4 penuaan
penduduk (D2X) sebesar 0,00000123, bermakna jika variabel penuaan penduduk meningkat 1
jiwa (orang), maka dalam jangka pendek terjadi
kenaikan inflasi sebesar 0,00000639 persen
(cateris paribus).
Nilai Error Correction Terms (ECT) model 1 sampai model 4 masing-masing
sebesar 0,0000000301; � 0.134735;
� 0,00000109, dan � 0,000000339. Hanya model 1 memiliki
koefisien ECTdengan arah hubungan positif, sedangkan nilai ECT model 2, model
3, dan model 4 memiliki arah hubungan negatif. Arah hubungan negatif tersebut
mempunyai makna bahwa dalam jangka pendek diindikasikan terjadi kestabilan
hubungan antara penuaan penduduk (X) terhadap PDB, pendapatan perkapita, dan
inflasi. Atau dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa hubungan antar variabel
telah terkoreksi serta mampu menciptakan hubungan atau keseimbangan jangka
pendek antara penuaan penduduk (X) denganPDB, pendapatan perkapita, dan inflasi
di Indonesia tahun 2010 - 2021.
Pengujian Hipotesis
Uji Parsial (Uji t)
Uji parsial dengan menggunakan uji statistik t tuntuk menguji keberartian koefisien regresi setiap variabel independen yakni penuaan penduduk (X), terhadap variabel dependen yakni TPAK (Y1),PDB (Y2), pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi (Y4), dengan tingkat keyakinan atau alpha yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%.
Berdasarkan tabel 4.10, untuk model 1 menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel penuaan penduduk (X) dalam jangka pendek (D2X) adalah sebesar -1.300417, dan BDX sebesar -0.098390. Jika dibandingkan dengan t tabel (pada alpha 5%) yakni sebesar - 2,228 maka disimpulkan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (-1.300417 dan -0.098390>-2,28). Dengan demikian H0 diterima atau Ha di tolak, artinya penuaan penduduk (X) dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap TPAK.Berdasarkan persamaan jangka pendek tersebut, dengan menggunakan ECM menghasilkan koefisien error corection term (ECT). Koefisien tersebut mengukur respon regressand setiap periode yang menyimpang dari keseimbangan. Menurut Widarjono (2007) koefisien koreksi ketidakseimbangan ECT dalam bentuk nilai absolut menjelaskan seberapa cepat waktu diperlukkan untuk mendapatkan nilai keseimbangan. Berdasarkan tabel yang sama diketahui bahwa nilai t hitung ECT sebesar 0.134578. Pada alpha 5 persen dengan probabilitas sebesar 0.8973, maka H0 diterima atau Ha ditolak. Artinya ECT tidak signifikan, yang membuktikan bahwa model ECM penuaan penduduk (X), tidak memiliki keseimbangan jangka pendek terhadap TPAK (Y1) di Indonesia kurun waktu 2010-2021.
Berdasarkan tabel 11 untuk model 2 menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel penuaan penduduk (X) dalam jangka pendek (D2X) adalah sebesar 1.607446, dan BDX sebesar 1.195670. Jika dibandingan dengan t tabel (pada alpha 5%) yakni sebesar�� 2,228 maka disimpulkan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (1.607446 dan 1.195670< 2,28). Dengan demikian H0 diterima atau Ha di tolak, artinya penuaan penduduk (X) dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap PDB.Berdasarkan tabel yang sama diketahui bahwa nilai t hitung ECT sebesar -0.977896. Pada alpha 5 persen dengan probabilitas sebesar 0.3659, maka H0 diterima atau Ha ditolak. Artinya ECT tidak signifikan, yang membuktikan bahwa model ECM penuaan penduduk (X), tidak memiliki keseimbangan jangka pendek terhadap PDB (Y2) di Indonesia kurun waktu 2010-2021.
Berdasarkan tabel 4.12 untuk model 3 menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel penuaan penduduk (X)dalam jangka pendek (D2X) adalah sebesar 2.940626, dan BDX sebesar 2.299778. Jika dibandingan dengan t tabel (pada alpha 5%) yakni sebesar 2,228 maka disimpulkan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2.940626 dan 2.299778> 2,28). Dengan demikian H0 ditolak atau Ha diterima, artinya penuaan penduduk (X)dalam jangka pendek berpengaruh terhadap PDB.Berdasarkan tabel yang sama diketahui bahwa nilai t hitung ECT sebesar -1.704274. Pada alpha 5 persen dengan probabilitas sebesar 0.1392, maka H0 diterima atau Ha ditolak. Artinya ECT tidak signifikan, yang membuktikan bahwa model ECM penuaan penduduk (X), tidak memiliki keseimbangan jangka pendek terhadap pendapatan perkapita (Y3) di Indonesia kurun waktu 2010-2021.
Berdasarkan tabel 4.13 untuk model 4 menunjukkan bahwa nilai t hitung variabel penuaan penduduk (X)dalam jangka pendek (D2X) adalah sebesar 0.425460, dan BDX sebesar 0.269128. Jika dibandingan dengan t tabel (pada alpha 5%) yakni sebesar�� 2,228 maka disimpulkan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel (0.425460dan 0.269128< 2,28). Dengan demikian H0 diterima atau Ha di tolak, artinya penuaan penduduk (X)dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap inflasi (Y4). Berdasarkan tabel yang sama diketahui bahwa nilai t hitung ECT sebesar -0.400931. Pada alpha 5 persen dengan probabilitas sebesar 0.7024, maka H0 diterima atau Ha ditolak. Artinya ECT tidak signifikan, yang membuktikan bahwa model ECM penuaan penduduk (X), tidak memiliki keseimbangan jangka pendek terhadap inflasi (Y4) di Indonesia kurun waktu 2010-2021.
Uji Simultan (Uji F)
Uji simultan dimaksudkan untuk menguji pengaruh secara
keseluruhan (serempak) dari variabel penelitian yaitu diferensisasi
2 penuaan penduduk (D2X), dan lag diferensisai pertama dari penuaan penduduk
(BDX) terhadap TPAK, PDB, pendapatan perkapitan, dan inflasi. Nilai yang
digunakan untuk menguji secara simultan adalah menggunakan uji F. Berdasarkan
tabel 4.10 � tabel 4.13 di atas diperoleh nilai F hitung masing-masing sebesar 1.569200;
0.952917; 3.146960, dan 0.088891. Jika nilai F hitung
model 1, 2, dan model 4 dibandingkan dengan nilai F-tabel pada aplha 5% yakni
sebesar 3,07. Maka nilai F hitung < F tabel (1.569200;
0.952917, dan 0.088891<3,07).� Dengan demikian dapat
disimpulkan Ho diterima atau Ha ditolak. Artinya secara serempak diferensisasi 2penuaan penduduk (D2X), dan lag diferensisai
pertama dari penuaan penduduk (BDX), tidak berpengaruh terhadap TPAK, PDB,
pendapatan perkapita, dan inflasi. Kecuali pada model 3 dimana nilai F hitung sebesar 3.146960, jika dibandingkan dengan nilai F-tabel pada aplha
5% yakni sebesar 3,07. Maka nilai F hitung > F tabel (3.146960>3,07).� Dengan demikian dapat disimpulkan Ho ditolak
atau Ha diterima, artinya secara serempak diferensisasi
2 dari penuaan penduduk (D2X), dan lag diferensisai pertama dari penuaan
penduduk (BDX), berpengaruh terhadap TPAK, PDB, pendapatan perkapita, dan
inflasi di Indonesia tahun 2000-2021.
Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan tabel 4.10 �
4.13 diperoleh nilai koefisien determinasi R2 model 1 � model 4 masing-masing sebesar 0.439650;
0.322704; 0.611421, dan 0.042554. Hal ini
bermakna bahwa variasi dari diferensisasi
2 penuaan penduduk (D2X), hanya mampu
menjelasakan variasi TPAK, PDB, pendapatan perkapita, dan inflasi sebesar 43,96
persen, 32,27 persen, 61,14 persen, dan 4,25 persen. Adapun kemampuan variabel
lain selain penuaan penduduk, yakni
seperti struktur umur, upah, konsumsi rumah tangga, investasi, pengeluaran
pemerintah, jumlah penduduk cukup besar mempengaruhi TPAK, PDB, pendapatan perkapita, dan inflasi yakni berkisar antara sebesar 38,86 persen
sampai dengan 67,73 persen
KESIMPULAN
Kesimpulan pada penelitian ini : 1. Berdasarkan hasil uji
kointegrasi pada derajat dua (2st difference)
membuktikan bahwa hipotesis H0 ditolak atau terdapat hubungan jangka
pendek antara Penuaan
Penduduk (X) dengan TPAK (Y1), PDB (Y2), Pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi
(Y4). 2. Berdasarkan hasil pengujian jangka panjang pada
masing-masing model, dimana pada model 1 kaitan antara Penuaan
Penduduk (X) dengan TPAK (Y1), model 2 kaitan antra Penuaan Penduduk (X) dengan
PDB (Y2), model 3 kaitan antra Penuaan Penduduk (X) dengan Pendapatan perkapita
(Y3), dan model 4 kaitan antra Penuaan Penduduk (X) dengan inflasi (Y4).� Seluruh model, kecuali pada model 1,
menunjukkan bahwa penuaan penduduk (X) berpengaruh signifikan terhadap dengan
PDB (Y2), pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi (Y4). Yang ditunjukkan oleh
nilai t hitung masing-masing lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel pada
α 5 persen, atau dengan alternatif melihat nilai probabilita yang lebih
kecil dari 0,05. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
kaitan antara penuaan penduduk (X) mempunyai keseimbangan jangka panjang
terkait dengan PDB (Y2), pendapatan perkapita (Y3), dan inflasi (Y4) di
Indonesia selama periode pengamatan tahun 2010 sampai dengan tahun 2021. 3. Hanya
model 1 memiliki koefisien ECTdengan arah hubungan
positif, sedangkan koefisien ECT model 2, model 3, dan model 4 memiliki arah hubungan
negatif. Arah hubungan negatif tersebut mempunyai makna bahwa dalam jangka
pendek diindikasikan terjadi kestabilan hubungan antara penuaan penduduk (X)
terhadap PDB, pendapatan perkapita, dan inflasi. Atau dengan kata lain dapat
diungkapkan bahwa hubungan antar variabel telah terkoreksi serta mampu
menciptakan hubungan atau keseimbangan jangka pendek antara penuaan penduduk
(X) dengan PDB, pendapatan perkapita,
dan inflasi di Indonesia tahun 2010 - 2021
DAFTAR
PUSTAKA
Basso, H. S., & Jimeno, J. F.
(2021). From secular stagnation to robocalypse? Implications of demographic and
technological changes. Journal of Monetary Economics, 117,
833�847.
Bloom, D. E., Canning, D., & Fink, G.
(2010). Implications of population ageing for economic growth. Oxford Review
of Economic Policy, 26(4), 583�612.
Bloom, D. E., Chatterji, S., Kowal, P.,
Lloyd-Sherlock, P., McKee, M., Rechel, B., Rosenberg, L., & Smith, J. P.
(2015). Macroeconomic implications of population ageing and selected policy
responses. The Lancet, 385(9968), 649�657.
Davis, C., Hashimoto, K., & Tabata, K.
(2022). Demographic structure, knowledge diffusion, and endogenous productivity
growth. Journal of Macroeconomics, 71, 103396.
Duval, R., Furceri, D., & Jalles, J.
(2020). Job protection deregulation in good and bad times. Oxford Economic
Papers, 72(2), 370�390.
Goodhart, C., & Pradhan, M. (2017). Demographics
will reverse three multi-decade global trends.
Juselius, M., & Tak�ts, E. (2018). The
enduring link between demography and inflation.
Kurniawati, E., & Sugiyanto, C. (2021).
Pengaruh struktur umur penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia, 21(1), 5.
Lizarazo L�pez, M., Petersen, T.,
Kaniovski, S., & Url, T. (2020). Macroeconomic effects of demographic
aging: Impact on productivity growth and macroeconomic variables in selected
industrialized countries. Potential gains offered by labor-saving technological
progress Bertelsmann Stiftung Focus Paper April 2020.
Nazir, M. (1999). Metode penelitian, edisi
ketiga. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Papapetrou, E., & Tsalaporta, P.
(2020). The impact of population aging in rich countries: What�s the future? Journal
of Policy Modeling, 42(1), 77�95.
Taali, M., Prihatinta, T., &
Prihadyatama, A. (2021). Penuaan Populasi Dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Makro Jangka Panjang Di Asia Timur. MANAJEMEN, 1(2),
204�213.
Traxler, F., & Brandl, B. (2012).
Collective bargaining, inter‐sectoral heterogeneity and competitiveness:
a cross‐national comparison of macroeconomic performance. British
Journal of Industrial Relations, 50(1), 73�98.
Yoon, M. J.-W., Kim, M. J., & Lee, J.
(2014). Impact of demographic changes on inflation and the macroeconomy.
International Monetary Fund.