Perlindungan Hukum Terhadap
Hak Cipta Penyanyi dalam Era Digital: Studi Kasus Penipuan Penjualan Lagu Palsu
Aryuni Fitri Djaafara1, R.
Rahaditya2
Fakultas
Hukum Universitas Tarumanagara, Indonesia
[email protected],
[email protected]
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Kata Kunci: Hak cipta,
Kecerdasan Buatan, Penipuan. Keywords: |
Penelitian
ini membahas mengenai perlindungan hak cipta dalam konteks penggunaan kecerdasan artifisial (artificial
intelligence) di industri musik,
dengan berfokus pada penipuan penjualan lagu palsu menggunakan AI
Voice Generator. Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi efektivitas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam menangani
penyalahgunaan teknologi
dan untuk menganalisis perlindungan
hak cipta bagi penyanyi yang menjadi korban. Metode penelitian
yang digunakan adalah normatif empiris dengan melakukan pengumpulan data melalui wawancara dan studi pustaka, dari data yang diperoleh akan dilakukan pendekatan konseptual (conceptual research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan teknologi yang cepat sering kali melebihi kemampuan regulasi yang ada, menciptakan celah hukum yang dapat dieksploitasi oleh pelanggar hak cipta. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan dalam undang-undang untuk mengakomodasi
tantangan baru yang muncul
akibat penggunaan AI.
Penelitian ini juga menekankan
pentingnya peran masyarakat dalam pengawasan pelanggaran hak cipta dan memberikan panduan tentang langkah-langkah hukum yang dapat diambil. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan
kepedulian pemerintah dan
kesadaran masyarakat mengenai perlindungan hukum bagi pencipta
karya di era digital, serta
mendorong kebijakan yang lebih responsif terhadap tantangan yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi. ABSTRACT This
research discusses copyright protection in the context of the use of
artificial intelligence in the music industry, focusing on fraudulent sales
of fake songs using AI Voice Generators. This research aims to explore the
effectiveness of Law Number 28 of 2014 on Copyright in dealing with the
misuse of technology and to analyze copyright protection for victimized
singers. The research method used is normative empirical by collecting data
through interviews and literature studies, from the data obtained a
conceptual approach (conceptual research) will be carried out. The results
show that rapid technological developments often exceed the capabilities of
existing regulations, creating legal loopholes that can be exploited by
copyright infringers. Therefore, updates in the law are needed to accommodate
the new challenges that arise due to the use of AI. This research also
emphasizes the importance of society's role in the oversight of copyright
infringement and provides guidance on the legal steps that can be taken.
Thus, it is hoped that this research can increase government awareness and
public awareness regarding legal protection for creators of works in the
digital age, as well as encourage policies that are more responsive to the
challenges posed by technological advancements. |
Copyright,
Artificial Intelligence, Fraud |
Manusia merupakan makhluk sosial yang dikaruniai kemampuan untuk berfikir serta keahlian dalam melakukan banyak hal, salah satu keahlian seorang manusia adalah kemampuan untuk menciptakan atau melahirkan berbagai macam karya dari hasil pemikirannya. Seorang seniman atau pencipta
tentunya harus diberikan sebuah penghargaan yang merupakan hasil dari suatu karya yang telah ia ciptakan,
penghargaan tersebut memiliki tujuan agar para pencipta merasa dihargai atas ciptaaanya dan memiliki ambisi yang lebih besar lagi dalam menghasilkan karya-karya yang lainnya. Pada proses pembuatan sebuah karya, khususnya
dalam industri kreatif, tentunya banyak hal yang harus dikorbankan dalam
proses pembuatan karya seperti waktu dan tenaga dalam berfikir.
Pada
era dimana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terjadi dengan cepat, khususnya
kecerdasan artifisial (artificial
intelligence) atau yang bisa disebut
sebagai AI, cara manusia dalam berinteraksi dengan satu sama lain serta cara dalam menciptakan sebuah karya telah mengalami
banyak perubahan (Budhi & Kade, 2022). Dalam industri
kreatif, kemajuan teknologi, terutama AI telah memberikan dampak yang signifikan (Repi, 2024). Karya yang awalnya diciptakan secara tradisional lambat laun dapat diciptakan
secara digital, karya-karya
tersebut dapat berupa lukisan, logo, lagu, dan lain sebagainya. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta atau dapat disebut
sebagai UU Hak Cipta telah secara sah melindungi
karya yang diciptakan secara digital, meskipun karya tersebut diciptakan secara digital akan tetapi tetap
memerlukan adanya unsur orisinalitas dalam hasil karya tersebut agar nantinya tidak terkena pelanggaran hak cipta seperti
yang sering kali terjadi yaitu plagiasi dan penggunaan karya milik orang lain secara komersil tanpa izin (Azwar et al., 2023). Apabila terdapat
penggunaan secara komersil terhadap karya seorang pencipta,
maka pencipta tersebut tentunya haruslah mendapat suatu timbal balik atau apresiasi yaitu royalti yang merupakan upah yang diterima oleh lembaga manajemen kolektif. Salah satu contohnya adalah adanya cover lagu yang kemudian di-upload atau di
sebarluaskan dalam media sosial,
seseorang yang melakukan tindakan ini perlu mencantumkan song credit dalam cover lagu tersebut agar pencipta dari karya
tersebut dapat menerima royalti dari hasil cover lagu tersebut dan untuk menghindari adanya tindakan pelanggaran hak cipta. Jika terdapat cover
lagu yang tidak mencantumkan song credit, maka
cover lagu tersebut dapat dihapus atau
take down dari media sosial
tersebut karena dianggap telah melanggar dan tanpa izin telah menggunakan karya milik orang lain secara komersil.
Kemajuan AI yang terjadi saat ini
sebenarnya telah dirasakan oleh para pengguna
media sosial, hal ini dikarenakan belakangan ini banyak sekali bermunculan
suatu cover lagu dari public figure yang menggunakan bantuan dari teknologi
AI. Peristiwa seperti ini tentunya menimbulkan
beragam respon dari masyarakat, mulai dari mereka
yang mendukung perkembangan
AI ini dan juga mereka yang
menentang peristiwa seperti ini (Nuriadin et al., 2021). Masyarakat yang menentang penggunaan AI dalam melakukan cover lagu merasa bahwa hal
ini dapat melanggap hak cipta
pemilik lagu. Jika melihat pada UU Hak Cipta, AI sebetulnya
tidak termasuk dalam golongan pencipta dan karya yang dihasilkan oleh AI tidak diakui dalam undang-undang ini. Hal ini dikarenakan pada UU Hak Cipta
Pasal 1 angka 3 dijelaskan bahwa "Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra yang dihasilkan
atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata", selain itu dalam pasal ini juga dijelaskan bahwa "pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi". Maka dari pasal dapat terlihat
bahwa AI tidak dapat dikategorikan sebagai pencipta karena AI merupakan sebuah program komputer yang dibuat oleh manusia serta karya yang dihasilkan oleh AI juga tidak dapat diakui karena
tidak mengandung unsur orisinalitas yang berasal dari hasil pemikiran yang berupa ide karena pada dasarnya karya yang diciptakan oleh AI merupakan hasil dari banyaknya data-data yang telah
di-input dalam sebuah program dan kemudian diolah untuk menghasilkan sebauh karya baru yang mirip atau bahkan identik
dengan karya-karya yang telah ada (Santyaningtyas, 2023).
Meskipun AI menimbulkan banyak dampak negatif dalam masyarakat khususnya bagi para pencipta karya, akan tetapi
AI sebenarnya dapat mempermudah suatu proses penciptaan lagu dan memungkinkan penyebaran karya terjadi secara
cepat dan luas yang memungkinkan karya tersebut menjangkau banyak orang bahkan hingga ke luar negeri. UU Hak
Cipta memang telah mengatur dan melindungi mengenai hak-hak pencipta, akan tetapi peraturan ini dirasa belum sepenuhnya mampu mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi, terutama dalam konteks penggunaan AI. Ketiadaan pada yang secara spesifik mengatur mengenai penyalahgunaan AI dalam menciptakan karya khususnya lagu menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pencipta dan pemilik hak cipta. Selain di Indonesia, kita dapat melihat
perlindungan hak cipta di negara lai, seperti Amerika Serikat, yang menunjukkan bahwa meskipun ada beberapa
pasal dalam Copyright
Act yang mengatur penggunaan
karya yang dihasilkan oleh
AI, akan tetapi masih terdapat kekosongan hukum yang perlu diisi (Atmoko, 2023). Hal ini menunjukkan
bahwa perlindungan hak cipta terkait
penyalahgunaan AI masih merupakan area yang berkembang
dan memerlukan perhatian lebih. Salah satu kasus yang terkait dengan penyalahgunaan AI adalah kasus yang dilakukan oleh seorang pengguna Discord yang menciptakan
lagu dengan menggunakan bantuan AI, kemudian lagu tersebut ia
jual dengan menyebutkan bahwa lagu tersebut merupakan
lagu milik salah seorang penyanyi terkenal asal Amerika Serikat. Setelah ditelurusi oleh pihak Discord
diketahui bahwa lagu tersebut bukanlah
lagu asli melainkan lagu yang dibuat dengan bantuan
AI yang menggunakan sample suara dari penyanyi tersebut
(Mahendra, 2023).
Dalam menghadapi tindakan penyalahgunaan AI seperti yang dijelaskan sebelumnya tentunya memerlukan peran dari banyak
pihak untuk menghindari hal seperti ini
terjadi di masa yang akan datang. Peran masyarakat dalam pengawasan pelanggaran hak cipta tentu
sangat penting. Masyarakat diharapkan
dapat membantu dalam melaporkan konten yang melanggar hak cipta
kepada pihak berwenang. Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat,
diharapkan pelanggaran hak cipta dapat
diminimalisir dan para pencipta
dapat merasa terlindungi. Peran pemerintah
juga diperlukan agar lebih peduli lagi terkait hadirnya peraturan yang dapat melindungi hak yang dimiliki para pencipta agar dapat menghadapi tindakan penyalahgunaan AI yang dapat mengancam hak yang mereka miliki dan dapat mengancam reputasi mereka. Penelitian ini hadir dengan
tujuan untuk mengeksplorasi
kedudukan karya yang diciptakan oleh sistem komputer di Indonesia dan perlindungan
hak cipta bagi penyanyi yang menjadi korban penipuan penjualan lagu palsu. Dengan memahami
isu-isu ini, diharapkan dapat ditemukan solusi yang tepat untuk melindungi hak-hak para pencipta dan penyanyi di era digital.
Pada penelitian ini digunakan penelitian
dengan jenis penelitian normatif empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Pada penelitian ini, data diperoleh dengan melakukan wawancara dengan para ahli yang memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait topik penelitian, guna mendapatkan informasi mendalam dan relevan. Selain itu, studi pustaka sebagai pendukung dalam penelitian dilakukan dengan mengkaji berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, dan sumber-sumber
hukum yang berkaitan dengan hak cipta
dan penggunaan AI dalam industri
kreatif khususnya musik, bahan hukum
yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara sistematis dengan tujuan untuk memahami permasalahan yang ada serta memberikan
gambaran yang jelas mengenai perlindungan hukum bagi pencipta
dan penyanyi dalam konteks penipuan penjualan lagu palsu. Pada proses analisis data akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Wear et al., 2024).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Efektivitas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Terhadap Penyalahgunaan Kecerdasan Artifisial dalam Penipuan Penjualan Lagu Palsu
Kecerdasan Artifisial atau Artificial
Intelligence (AI) merupakan teknologi
yang selalu mengalami perkembangan yang pesat, AI pada dasarnya adanya suatu mesin atau
program komputer yang dirancang
oleh penciptanya untuk memiliki
kemampuan berfikir seperti manusia (Gaffar et al., 2021). Para pencipta AI akan
melakukan input sekumpulan
data yang telah diprogram
untuk nantinya akan dipelajari oleh AI tersebut, selain itu AI juga mengambil
data-data yang ada di internet dan kemudian akan diolah
agar menghasilkan suatu karya yang memiliki berbagai macam bentuk (Anantrasirichai & Bull, 2022). Hingga saat ini, di Indonesia, AI disamakan dengan agen elektronik
yang dijelaskan dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya
disebutkan sebagai UU ITE).
Pada Pasal 1 angka 8 UU ITE dijelaskan
bahwa "Agen Elektronik adalah
perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi
Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan
oleh Orang". Selain penjelasan mengenai agen elektronik
pada UU ITE, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) mengeluarkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial. Surat edaran ini menjelaskan mengenai etika yang seharusnya dilakukan dalam
menggunakan AI, akan tetapi
surat edaran ini tidak menyinggung
mengenai tindakan yang akan dilakukan apabila suatu saat
nanti terjadi penyalahgunaan AI yang dialami
oleh para pencipta karya.
Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta yang melibatkan AI menjadi tantangan tersendiri, jika dibandingkan dengan kasus hak cipta
lainnya. Proses identifikasi
dan pembuktian pelanggaran hak cipta dalam kasus-kasus yang melibatkan teknologi canggih sering kali memerlukan keahlian khusus atau teknologi yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi adanya tindakan penyalahgunaan teknologi di dalamnya. Hal ini dapat mengakibatkan
kesulitan dalam menangani kasus-kasus tersebut secara efektif. Jika penegakan hukum tidak berjalan dengan baik, maka
perlindungan yang seharusnya
diberikan oleh undang-undang
menjadi tidak berarti, dan pencipta serta penyanyi asli akan
terus menjadi korban dalam kasus serupa di masa depan. Perkembangan teknologi yang cepat sering kali lebih maju dibandingkan
dengan kemampuan regulasi untuk mengikutinya. UU
Hak Cipta perlu diperbarui untuk mengakomodasi
perkembangan teknologi dan tantangan baru yang muncul akibat penggunaan AI dalam industri musik. Misalnya, perlu ada ketentuan yang jelas mengenai hak cipta
untuk karya yang dihasilkan
oleh AI, serta mekanisme
untuk melindungi pencipta dari penyalahgunaan teknologi tersebut.
Perlindungan Hak Cipta Penyanyi dalam Penipuan Penjualan Lagu Palsu Menggunakan AI
Voice Generator
Pada UU Hak Cipta, diketahui
bahwa sebenarnya seorang pencipta tidak diharuskan untuk mendaftarkan karya yang telah ia ciptakan,
hal ini dikarenakan
pada UU Hak Cipta Indonesia dianut prinsip deklaratif, yaitu sifat hak
cipta yang langsung muncul atau langsung
melekat pada karya yang telah diciptakan oleh seseorang tanpa diperlukan adanya pendaftaran atau formalitas tertentu untuk diakui ciptaannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak cipta tersebut
muncul sejak karya tersebut tercipta dan hukum hanya mendeklarasikan atau mengakui hak
tersebut. Meskipun demikian, para pencipta dapat mendaftarkan karyanya dengan tujuan untuk menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengancam hak-hak milik pencipta. Penggunaan AI yang selalu meningkat setiap menimbulkan kekhawatiran mengenai adanya tindakan pencurian karya milik orang lain untuk digandakan tanpa izin hingga diolah
kembali untuk menghasilkan karya
baru.
Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, peraturan
mengenai AI dirasa sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya tindakan yang melanggar hukum. Salah satu contoh dalam negara lain adalah
AI Act yang merupakan usulan
regulasi untuk mengatur penggunaan kecerdasan artifisial di Uni Eropa. AI Act berfokus
pada pengaturan sistem AI
yang memiliki resiko tinggi dan bagaimana seharusnya sebuah program AI dijalankan serta digunakan. Menurut AI Act,
sistem AI yang memiliki resiko tinggi digunakan
untuk menghasilkan sebuah konten seperti lagu, dirasa memerlukan
tindakan pengawasan tambahan, terutama apabila sistem tersebut dapat digunakan untuk meniru atau menyalin karya-karya
yang ada dan dilindungi hak cipta.
Terkait dengan perlindungan hak cipta penyanyi
dalam penipuan penjualan lagu palsu menggunakan AI
Voice Generator, sebenarnya tindakan
seperti ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak moral dan hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta. Pada pasal 5 UU Hak
Cipta dijelaskan bahwa
"Hak moral merupakan hak
yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk mencantumkan/tidak mencantumkan nama dalam ciptaannya, mengubah ciptaannya, dan hal yang berkaitan dengan ciptaannya". Sedangkan hak ekonomi
dijelaskan dalam pasal 8,
"Hak ekonomi merupakan
hak eksklusif Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat
ekonomi atas Ciptaan."
Meskipun belum ada peraturan yang spesifik mengatur penyalahgunaan AI, akan tetapi jika
terdapat pelanggaran yang merugikan pencipta maka pencipta yang merasa dirugikan memiliki hak untuk mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terkait ganti rugi atas pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait seperti yang dijelaskan dalam pasal 99 UU Hak
Cipta. Selain mengajukan gugatan,
pencipta juga dapat melakukan penyelesaian sengketa alternatif, seperti arbitrase atau pengadilan yang tercantum dalam pasal 95 ayat (1) UU Hak Cipta. Melihat
pada pasal 1 UU ITE dijelaskan
bahwa seorang pencipta AI termasuk sebagai subjek hukum, hal ini
menimbulkan pemahaman bahwa jika terdapat
penyalahgunaan AI maka seorang pencipta memiliki keharusan untuk bertanggungjawab atas tindakan tersebut dengan segala sanksi yang akan diberikan. Namun, jika diteliti
lebih lanjut, para pencipta atau penyedia
AI sejak awal tidak memiliki niat agar AI tersebut digunakan untuk melakukan tindakan yang melawan hukum, melainkan agar dapat digunakan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan atau menciptakan sesuatu. Sehingga pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas tindakan penyalahgunaan tersebut bukanlah pencipta atau penyedia AI melainkan seseorang yang melakukan tindakan penyalahgunaan tersebut.
KESIMPULAN
Penelitian
ini berfokus pada perlindungan hak cipta penyanyi di era digital, khususnya terkait penyalahgunaan kecerdasan artifisial atau artificial
intelligence dalam industri kreatif.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta hadir dengan tujuan
untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral yang dimiliki oleh pencipta, meskipun UU Hak Cipta telah mengatur hak tersebut
akan tetapi peraturan yang ada belum sepenuhnya efektif dalam menangani isu-isu baru yang bermunculan khususnya yang melekat dengan perkembangan teknologi yang terjadi. Penelitian ini menekankan perlunya pembaruan UU Hak Cipta untuk mengakomodasi
perkembangan teknologi dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi
pencipta dan penyanyi.
Selain itu, peran aktif masyarakat dalam melaporkan pelanggaran hak cipta sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi para pencipta. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat mendorong kebijakan yang lebih responsif dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum bagi karya
seni di era digital.
DAFTAR
PUSTAKA
Anantrasirichai, N., & Bull, D. (2022).
Artificial intelligence in the creative industries: a review. Artificial
Intelligence Review, 55(1), 589�656.
Atmoko, D. (2023). Hukum Hak Kekayaan
Intelektual. PT. Literasi Nusantara Abadi Grup.
Azwar, T. K. D., SH, C. N., Kes, M. H.,
Runtung, S. H., Hum, M., Wau, H. S. M., & SH, M. K. (2023). HAK CIPTA:
Copy Right & Digital Copy Right. Stiletto Book.
Budhi, H., & Kade, G. (2022). Artificial
Intelligence: Konsep, potensi masalah, hingga pertanggung jawaban pidana.
Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Gaffar, A. F. O., Malani, R., & Putra,
A. B. W. (2021). Artificial Intelligence: Konsep Fundamental dan Terapan.
Media Nusa Creative (MNC Publishing).
Mahendra, R. S. (2023). Analisis Hukum Lagu
Ciptaan Kecerdasan Buatan Dalam Penggunaan Komersial Berdasarkan Hak Kekayaan
Intelektual Di Indonesia. Fairness and Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum,
21(1), 1�8.
Nuriadin, A., Harumike, Y. D. N., Sanggamu,
D. T., Komunikasi, P. S. I., & Blitar, U. I. (2021). Sejarah Perkembangan
Dan Implikasi Internet Pada Media Massa Dan Kehidupan Masyarakat. SELASAR
KPI: Referensi Media Komunikasi Dan Dakwah, 1(1), 1�25.
Repi, V. V. R. et al. (2024). Artificial
Intelligence (PT Penamud).
Santyaningtyas, A. C. (2023). Orisinalitas
Karya Cipta Lagu dan/atau Musik yang Dihasilkan Artificial Intelligence. Jurnal
Ilmiah Kebijakan Hukum, 17(3), 365�384.
Wear, E. A., Berlianty, T., & Narwadan,
T. N. A. (2024). Perlindungan Hukum Terhadap Penggunaan Suara Penyanyi dalam
Pembuatan Karya Seni Musik Menggunakan Kecerdasan Buatan. KANJOLI Business
Law Review, 2(1), 39�49.
Tim
Penulis Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam. Dinamika Hukum dalam Paradigma Das Sollen dan Das Sein: Sebuah
Karya dalam Rangka ��� Memperingati Dies
Natalis Fakultas Hukum Universitas Internasional �������� Batam ke-20 Tahun. Edisi I. (Malang: PT. Cita Intrans
Selaras, 2020).
Mohammad,
Sikender Mohsienuddin. "Artificial Intelligence in Information �������� Technology". International Journal
of Innovations in Engineering Research ������� and
Technology. Volume 7 Issue 6 June 2020.
Nuariadin,
Ade dan Yefi Dyan Nofa Harumike. "Sejarah Perkembangan dan �������� Implikasi Internet pada Media Massa dan
Kehidupan Masyarakat". Selasar ��� KPI:
Referensi Media Komunikasi dan Dakwah. Volume 1 No. 1 Oktober ��������� 2021.
Sari, Nuzulia
Kumala. et al. "Orisinalitas Karya Cipta Lagu Dan/Atau Musik yang ���������� Dihasilkan Artificial
Intelligence". Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. ����������� Volume 17 No. 3 November 2023.