Pengaruh Implementasi Kebijakan Bantuan Pangan Non Tunai Terhadap Efektivitas Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kabupaten Indramayu

 

Habib Rahman1, Siti Khumayah2, Nursahidin3

Universitas Swadaya Gunung Jati

[email protected], [email protected], [email protected]

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Kata Kunci: Kebijakan, Bantuan, Kemiskinan, Konsumsi, Regresi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords:

Kemiskinan di Kabupaten Indramayu, dengan tingkat tertinggi di Jawa Barat, mendorong pemerintah mengimplementasikan Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) untuk meringankan beban ekonomi keluarga miskin melalui bantuan saldo elektronik. Penelitian ini menganalisis pengaruh BPNT terhadap efektivitas pengeluaran konsumsi rumah tangga menggunakan metode kuantitatif dengan analisis Propensity Score Matching (PSM). Data Susenas 2023 dari 1.040 rumah tangga dianalisis menggunakan perangkat lunak STATA versi 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) berhasil menjangkau rumah tangga rentan, khususnya keluarga dengan kepala rumah tangga yang berpendidikan rendah, memiliki jumlah anggota keluarga yang besar, serta merupakan pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Fleksibilitas penyaluran uang tunai meningkatkan efektivitas, meskipun masih terdapat tantangan seperti ketidaktepatan data dan koordinasi antar-lembaga. Program ini efektif dalam meringankan beban rumah tangga miskin, tetapi memerlukan perbaikan pengawasan dan penyesuaian kebijakan untuk hasil yang optimal

 

ABSTRACT

This study aims to analyze the impact of the Capital Adequacy Ratio (CAR), Non-Performing Loans (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), and Operational Expenses to Operational Income (BOPO) on the Return on Assets (ROA) of banks listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) for the period 2014-2024. Using a Systematic Literature Review (SLR) approach based on the PRISMA 2020 framework, the study reviews relevant articles to explore the effects of these financial ratios on bank profitability. The results indicate that NPL and BOPO have a significant negative impact on ROA, highlighting the importance of credit management and operational efficiency in maintaining profitability. In contrast, CAR and LDR do not consistently show a significant effect on ROA, suggesting that strong capital and high liquidity do not necessarily contribute directly to increased profitability. This study emphasizes the critical role of effective credit management and improved operational efficiency in enhancing financial performance. The practical implications include the need for banking policies focused on operational efficiency and sound risk management practices. These findings provide significant contributions to both the banking sector and academic literature regarding the financial performance of banks in Indonesia, offering insights into how different financial ratios influence bank profitability under various economic conditions.

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), Return on Asset (ROA).

 

 

PENDAHULUAN

Kemiskinan masih menjadi tantangan besar yang dihadapi Indonesia, di mana ketidakmampuan banyak individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan mencerminkan ketimpangan ekonomi yang nyata (Telaumbanua & Ndraha, 2023). Kondisi ini menghalangi sebagian besar masyarakat untuk hidup dengan kesejahteraan yang memadai. Pemerintah Indonesia, sesuai amanat konstitusi, telah berupaya mengatasi ketimpangan ini dengan berbagai kebijakan bantuan sosial, yang bertujuan mengurangi tingkat kemiskinan dan memastikan akses yang lebih luas terhadap kebutuhan dasar masyarakat (Primanto & Sos, n.d.).

Salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam mendukung kesejahteraan masyarakat miskin adalah melalui program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) (Eko Yudianto, 2019). Program BPNT dirancang untuk mengurangi angka kemiskinan dengan memberikan bantuan pangan kepada keluarga miskin dalam bentuk non-tunai. BPNT bertujuan memastikan keluarga penerima manfaat (KPM) memiliki akses pangan yang layak tanpa mengurangi kemandirian mereka dalam memilih kebutuhan pangan sesuai selera dan kebutuhan masing-masing keluarga. Pendekatan bantuan non-tunai ini juga mengurangi risiko penyalahgunaan bantuan, sehingga bantuan yang diberikan dapat lebih tepat sasaran (Latif & Pangestu, 2022).

BPNT bekerja melalui mekanisme saldo elektronik yang diberikan kepada KPM untuk membeli bahan pangan pokok di toko-toko atau agen yang telah bekerja sama dengan pemerintah (Hilmi, 2021). Melalui sistem ini, penerima manfaat diberikan fleksibilitas dalam memilih kebutuhan pangan sesuai dengan kondisi dan selera mereka, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi dan ketahanan pangan keluarga miskin. Fleksibilitas ini dinilai mampu mendorong perubahan pola konsumsi yang lebih bervariasi dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara berkelanjutan (Parmawati et al., 2022).

Kabupaten Indramayu, dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Provinsi Jawa Barat sebesar 12,13%, menjadi wilayah yang membutuhkan perhatian lebih dalam upaya pengentasan kemiskinan (Effendi, 2005). Dengan latar belakang kemiskinan yang cukup serius ini, evaluasi terhadap efektivitas BPNT menjadi sangat relevan, khususnya dalam mengukur dampaknya terhadap efisiensi pengeluaran konsumsi rumah tangga. Penelitian ini menyoroti Kabupaten Indramayu sebagai studi kasus untuk menganalisis sejauh mana BPNT mampu memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, meningkatkan kualitas konsumsi pangan, dan mengoptimalkan bantuan sosial untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah ini (Wiku et al., 2021).

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif untuk mengukur dan menganalisis pengaruh Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kabupaten Indramayu. Metode kuantitatif dipilih karena memungkinkan pengumpulan data berbasis angka yang dapat diolah secara statistik untuk menguji hipotesis, menjelaskan fenomena, serta mengidentifikasi pola hubungan antar variabel (Sugiyono, 2017) ; (Creswell, 2014). Dalam penelitian ini, pendekatan kuantitatif diterapkan dengan tujuan untuk memberikan gambaran objektif mengenai efektivitas BPNT dalam membantu kebutuhan pangan keluarga miskin, serta untuk memastikan bahwa analisis data dapat menggambarkan kondisi secara lebih terukur dan tepat.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain analisis Propensity Score Matching (PSM), sebuah metode statistik yang dirancang untuk mencocokkan rumah tangga penerima BPNT dengan kelompok rumah tangga yang memiliki karakteristik serupa namun tidak menerima bantuan. PSM berfungsi untuk mengurangi potensi bias yang mungkin muncul dalam analisis dampak kebijakan sosial, dengan cara mengontrol perbedaan karakteristik antara kelompok sasaran dan kelompok kontrol. Melalui metode ini, penelitian dapat membandingkan rumah tangga penerima BPNT dengan rumah tangga lain yang memiliki kecenderungan serupa untuk menerima bantuan tetapi tidak terlibat dalam program, sehingga diperoleh gambaran yang lebih objektif mengenai dampak BPNT pada pengeluaran konsumsi. Pemilihan metode PSM didasarkan pada ketersediaan data Susenas Maret 2023, yang menyediakan informasi terbaru dan mendalam tentang kondisi sosial ekonomi rumah tangga di Indonesia, termasuk Kabupaten Indramayu.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Susenas menyediakan informasi yang komprehensif dan mutakhir tentang kondisi sosial ekonomi rumah tangga di berbagai daerah, termasuk karakteristik konsumsi dan pengeluaran rumah tangga yang menjadi fokus penelitian ini. Dengan menggunakan data Susenas, penelitian diharapkan dapat menggambarkan kondisi nyata di lapangan, khususnya dalam hal pengaruh BPNT terhadap efisiensi pengeluaran konsumsi di Kabupaten Indramayu, wilayah yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di Provinsi Jawa Barat.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dari Susenas tahun 2023. Data sekunder ini dipilih karena telah dikumpulkan oleh BPS sebagai institusi yang memiliki otoritas dalam survei sosial-ekonomi nasional, sehingga data yang dihasilkan memiliki tingkat validitas dan reliabilitas tinggi. Sebagai sumber data sekunder, Susenas menyediakan informasi yang mencakup 1.040 rumah tangga sebagai sampel di Kabupaten Indramayu. Data ini dianalisis menggunakan perangkat lunak STATA versi 17 dan diterapkan metode PSM untuk mencocokkan rumah tangga penerima BPNT dengan rumah tangga kontrol yang memiliki karakteristik serupa.

Analisis data menggunakan dua modul utama dalam Susenas, yaitu Modul Konsumsi/Pengeluaran (KP) dan Modul Keterangan Pokok Anggota Rumah Tangga (KOR). Modul KP menyediakan data rinci tentang pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, sementara Modul KOR memuat informasi terkait demografi, pendidikan, kesehatan, dan faktor sosial lainnya. Dengan menggunakan kedua modul ini, penelitian dapat mengevaluasi perubahan pola konsumsi rumah tangga dan dampak BPNT secara lebih mendalam. Pendekatan ini memungkinkan penelitian untuk melihat perubahan yang spesifik dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga penerima BPNT dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang pada akhirnya dapat mengidentifikasi dampak BPNT terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin di Kabupaten Indramayu.

Komponen-komponen dalam SUSENAS yang digunakan dalam analisis pengeluaran rumah tangga, yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu hasil, perlakuan, dan kontrol. Komponen hasil meliputi pengeluaran makanan rumah tangga, yang didefinisikan sebagai rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi makanan oleh seluruh anggota rumah tangga dalam satu bulan, serta pengeluaran konsumsi rumah tangga, yaitu total biaya konsumsi rumah tangga yang mencakup kebutuhan makanan dan non-makanan. Komponen perlakuan diwakili oleh status partisipasi rumah tangga dalam program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), yang dinyatakan dengan nilai 1 jika rumah tangga menerima bantuan dan 0 jika tidak. Komponen kontrol terdiri atas karakteristik kepala rumah tangga (KRT), meliputi status perkawinan, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, jumlah anggota rumah tangga (ART), lokasi tempat tinggal (desa atau kota), status pekerjaan KRT, serta kepemilikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Setiap komponen diukur menggunakan nilai nominal atau numerik untuk memastikan validitas dan konsistensi data. Deskripsi ini memberikan kerangka analitis yang sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pola pengeluaran rumah tangga.

Selain itu, untuk mendukung analisis data sekunder dari Susenas, penulis juga melaksanakan wawancara dengan Ketua Tim Analisis dan Pejabat Ahli Madya di Lingkungan Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan validitas, reliabilitas, dan akurasi hasil penelitian, serta untuk memperoleh informasi dan pemahaman yang mendalam terkait fenomena yang terjadi, baik pada variabel bebas maupun variabel terikat dalam penelitian ini. Melalui wawancara ini, penulis berharap dapat menggali data dan perspektif yang lebih komprehensif, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mendalam mengenai pengaruh kebijakan bantuan pangan non-tunai terhadap efektivitas pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kabupaten Indramayu. Variabel-variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi variabel Independen dan variabel Dependen.

Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

1.      Variabel Independen (X): Kebijakan, yang diwakili oleh partisipasi dalam program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Variabel ini digunakan untuk mengukur bagaimana aspek partisipasi dalam program BPNT memengaruhi variabel dependen.

2.      Variabel Dependen (Y): Efektivitas, yang diukur berdasarkan sejauh mana pengeluaran rumah tangga untuk barang konsumsi, termasuk bahan pangan, dinilai efektif atau berhasil.

Tinjauan Teori

Implementasi kebijakan publik, seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), berperan penting dalam mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin. Menurut (Grindle, 2017), keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh Content of Policy (isi kebijakan) dan Context of Implementation (konteks implementasi). Isi kebijakan mencakup kepentingan pihak terkait, jenis manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumber daya. Dalam konteks BPNT, kebijakan ini melibatkan pemerintah, agen distribusi pangan, dan keluarga penerima manfaat (KPM), dengan manfaat utama menyediakan akses pangan layak yang fleksibel melalui saldo elektronik.

Efektivitas BPNT juga diukur dari sejauh mana kebijakan mampu mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan akses pangan, dan mendukung ketahanan pangan rumah tangga miskin. Proses pengambilan keputusan yang terstruktur, kompetensi pelaksana program, dan alokasi sumber daya yang memadai menjadi faktor utama keberhasilan pelaksanaan di lapangan.

Konteks implementasi mencakup kekuasaan pemerintah dalam pengaturan kebijakan, karakteristik lembaga pelaksana, serta kepatuhan agen distribusi dan KPM terhadap aturan program. Faktor-faktor ini berpengaruh pada kelancaran dan keberlanjutan BPNT, menjadikannya instrumen penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.

(Teori, 2009) mendefinisikan efektivitas kebijakan publik sebagai tingkat pencapaian tujuan kebijakan dibandingkan target yang diharapkan. Untuk mengukur efektivitas BPNT, digunakan lima dimensi �tepat� sebagai indikator: tepat kebijakan, pelaksana, target, lingkungan, dan proses.

Tepat Kebijakan mengacu pada kemampuan kebijakan merumuskan masalah, menetapkan tujuan, dan memilih solusi yang efektif. BPNT dirancang untuk mengatasi masalah ketidakmampuan rumah tangga miskin memenuhi kebutuhan pangan. Tepat Pelaksana menyoroti kompetensi dan kewenangan pihak terkait, seperti pemerintah dan agen distribusi, yang memengaruhi keberhasilan program. Tepat Target memastikan BPNT diberikan kepada rumah tangga miskin sesuai kriteria regulasi, sehingga lebih efektif meningkatkan akses pangan.

Tepat Lingkungan mencakup adaptasi kebijakan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya lokal, seperti di Kabupaten Indramayu yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi. Penyesuaian ini penting agar kebijakan lebih relevan dengan kebutuhan lokal. Tepat Proses menekankan efisiensi, transparansi, dan kemudahan dalam pelaksanaan, mulai dari pencairan dana hingga distribusi, sehingga bantuan sampai tepat waktu kepada penerima manfaat.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini melibatkan penyusunan, pemrosesan, pemodelan, dan interpretasi data menggunakan metode statistik untuk memahami hubungan antar variabel. Penelitian ini menggunakan Propensity Score Matching (PSM), yang dianalisis menggunakan software Stata versi 17.

1. Propensity Score Matching

PSM adalah metode yang digunakan untuk mengurangi bias dalam evaluasi dampak program menggunakan data observasional. Metode ini mencocokkan kelompok penerima manfaat dan kelompok kontrol dengan karakteristik serupa sebelum menerima intervensi. Dalam penelitian ini, PSM digunakan untuk mengevaluasi efektivitas program BPNT.

2. Regresi Logistik

Regresi logistik digunakan untuk memodelkan hubungan antara variabel independen dan dependen biner. Metode ini membantu memprediksi probabilitas suatu peristiwa berdasarkan variabel prediktor.

3. Uji Statistik

1.      Uji Standar Bias: Mengukur perbedaan rata-rata kovariat antara kelompok perlakuan dan kontrol. Bias standar kecil (<10%) menunjukkan kecocokan yang baik.

2.      Uji Beda Rata-Rata (t-test): Membandingkan rata-rata sebelum dan sesudah matching untuk menilai efektivitas intervensi.

3.      Uji Pseudo-R�: Menilai kecocokan model dalam regresi nonlinier, seperti regresi logistik.

4.      Uji F (F-test): Membandingkan varians dua sampel untuk menilai signifikansi perbedaan variabilitas.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan akses pangan bagi keluarga miskin dan rentan miskin. BPNT disalurkan dalam bentuk saldo elektronik melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), memungkinkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) membeli bahan pangan pokok di e-Warong atau tempat penyaluran resmi lainnya. Dengan mekanisme nontunai ini, pemerintah berharap bantuan yang diberikan lebih tepat sasaran dan dapat mengurangi risiko penyelewengan, sekaligus memberikan fleksibilitas kepada penerima untuk memilih bahan pangan sesuai kebutuhan.

Pada tahun 2023, Kementerian Sosial memperkenalkan perubahan mekanisme penyaluran BPNT melalui Surat Edaran Menteri Sosial Nomor 01/SE/MS/2023. Alih-alih menggunakan e-Warong, penyaluran bantuan kini dilakukan melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Pos Indonesia, dengan bentuk bantuan berupa uang tunai sebesar Rp600 ribu yang disalurkan untuk periode tiga bulan (Januari, Februari, dan Maret 2023). Perubahan ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi KPM, karena mereka dapat membelanjakan bantuan langsung sesuai dengan kebutuhan, tanpa terbatas pada bahan pangan tertentu yang tersedia di e-Warong. Langkah ini bertujuan untuk menyederhanakan proses penyaluran dan meningkatkan akurasi serta efisiensi distribusi bantuan.

Data Susenas Maret 2023 di Kabupaten Indramayu menunjukkan bahwa program BPNT telah menjangkau 393 rumah tangga atau sekitar 37,79% dari total sampel rumah tangga dalam penelitian ini. Jumlah ini menempatkan penerima BPNT sebagai kelompok signifikan dalam populasi penelitian, mencerminkan sasaran program untuk menjangkau rumah tangga berpenghasilan rendah. Sementara itu, 62,21% atau 647 rumah tangga lainnya tidak menerima bantuan BPNT, menunjukkan bahwa sebagian besar populasi masih di luar cakupan program ini, yang juga dapat diartikan bahwa rumah tangga ini mungkin tidak masuk dalam kategori rumah tangga miskin atau rentan sesuai kriteria Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Distribusi rumah tangga penerima BPNT di Kabupaten Indramayu berdasarkan kuartil pengeluaran total memperlihatkan pola yang menarik. Sebagian besar penerima BPNT berada di kuartil pengeluaran rendah, yaitu kuartil 1 dan 2. Sebanyak 113 rumah tangga penerima BPNT berada di kuartil 1, diikuti oleh 104 rumah tangga di kuartil 2. Pola ini menunjukkan bahwa BPNT berhasil menyasar rumah tangga dengan pengeluaran rendah, yang konsisten dengan tujuan program untuk mendukung keluarga berpendapatan rendah dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Sementara itu, penerima BPNT di kuartil 3 dan 4 berjumlah 108 dan 68 rumah tangga. Semakin tinggi kuartil pengeluaran, semakin sedikit jumlah penerima BPNT, menunjukkan bahwa program ini berhasil disalurkan lebih banyak pada rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang lebih membutuhkan.

Perubahan bentuk bantuan menjadi uang tunai diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penyaluran BPNT dengan memberikan KPM kebebasan dalam membelanjakan bantuan untuk kebutuhan mereka yang paling mendesak. Ini juga memberikan kesempatan bagi penerima untuk mengatur pengeluaran sesuai prioritas keluarga, mengingat bahwa kebutuhan pangan dapat bervariasi setiap bulan. Namun, peningkatan fleksibilitas ini juga membutuhkan pengawasan lebih lanjut untuk memastikan bahwa bantuan benar-benar digunakan untuk kebutuhan pokok sebagaimana tujuan awal BPNT.

 

Tabe l Statistik deskriptif dalam penelitian

 

Variable

Obs

Mean

Std. dev.

Min

Max

head_jk

1,04

1.174.038

.379325

1

2

head_kawin

1,04

2.397.115

.7780626

1

4

head_age

1,04

4.920.481

1.311.052

20

93

head_rural

1,04

1.586.538

.4926911

1

2

head_works~s

1,04

2.548.077

1.731.105

0

6

head_educ

1,04

1.008.846

8.482.437

0

25

head_ART

1,04

2.929.808

1.265.472

1

7

bpnt

1,04

3.488.462

1.940.367

1

5

kks

1,04

3.992.308

1.676.405

1

5

food

1,04

2676984

1678705

288728.6

1.30e+07

expend

1,04

4540348

4211863

452619

1.01e+08

 

 

Implementasi Kebijakan BPNT

Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) merupakan inisiatif pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses pangan bagi keluarga miskin atau rentan miskin, dengan penyaluran bantuan dalam bentuk saldo elektronik melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Pada tahun 2023, mekanisme penyaluran BPNT diubah menjadi uang tunai melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Pos Indonesia, bertujuan meningkatkan efisiensi, fleksibilitas, dan ketepatan sasaran.

Hasil penelitian di Kabupaten Indramayu pada Maret 2023 menunjukkan bahwa BPNT menjangkau 393 rumah tangga (37,79%) dari total sampel 1.040 rumah tangga. Sebagian besar penerima BPNT berada di kuartil pengeluaran terendah, mencerminkan kesesuaian sasaran program dengan keluarga berpendapatan rendah. Namun, isu utama meliputi ketidaktepatan data penerima manfaat, kurangnya koordinasi antar-lembaga, dan pengaruh politik lokal yang sering menghambat implementasi kebijakan.

Kebijakan BPNT bertujuan mengurangi beban ekonomi masyarakat miskin, dengan fokus utama pada pemenuhan kebutuhan pangan dasar. Namun, besaran bantuan dinilai tidak memadai untuk mengimbangi inflasi dan kenaikan harga pangan. Hal ini menuntut fleksibilitas kebijakan dalam menyesuaikan nilai bantuan dengan kondisi ekonomi. Selain itu, penyaluran yang tidak selalu tepat sasaran menjadi kendala signifikan yang perlu diatasi.

 

 

 

Efektivitas Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Penelitian ini mengevaluasi efektivitas Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) berdasarkan lima dimensi efektivitas kebijakan publik menurut (Nugroho, 2021): Tepat Kebijakan, Tepat Pelaksana, Tepat Target, Tepat Lingkungan, dan Tepat Proses. Dari dimensi Tepat Kebijakan, BPNT telah dirancang dengan tujuan yang relevan, yaitu mengurangi beban ekonomi masyarakat miskin dan meningkatkan asupan kalori. Namun, nilai bantuan yang diberikan belum memadai untuk mengimbangi kenaikan harga bahan pokok, sehingga daya beli penerima masih terbatas. Selain itu, kebijakan ini kurang mendukung pemberdayaan ekonomi lokal karena sebagian besar bahan pangan berasal dari luar daerah.

Pada dimensi Tepat Pelaksana dan Tepat Target, pelaksanaan BPNT melibatkan berbagai lembaga, tetapi pelaksana di tingkat lokal kerap menghadapi kendala kapasitas dan pelatihan yang tidak memadai, menyebabkan ketidaktepatan distribusi bantuan. Meskipun program ini umumnya berhasil menjangkau kelompok sasaran yang sesuai, seperti keluarga dengan kepala rumah tangga berpendidikan rendah, terdapat kasus penerima bantuan yang tidak memenuhi kriteria kemiskinan, yang menunjukkan adanya potensi ketidaktepatan target. Selain itu, kurangnya pengawasan dan evaluasi mengakibatkan pelaksanaan kebijakan ini belum optimal.

Dari dimensi Tepat Lingkungan dan Tepat Proses, implementasi BPNT kurang memperhatikan dinamika sosial dan ekonomi lokal. Distribusi bahan pangan yang didominasi oleh produk luar daerah mengurangi dampak positif terhadap perekonomian lokal. Meski proses distribusi telah terkomputerisasi, tantangan teknis seperti keterlambatan distribusi dan kendala pada kartu ATM masih sering terjadi, sehingga efisiensi pelaksanaan belum tercapai sepenuhnya. Dengan demikian, perbaikan dalam nilai bantuan, pelatihan pelaksana, pengawasan, serta penyesuaian kebijakan dengan kebutuhan lokal sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas program secara menyeluruh.

 

Pengaruh Implementasi Kebijakan BPNT terhadap Efektivitas Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi makanan merupakan salah satu aspek penting dalam menilai tingkat kesejahteraan rumah tangga, terutama di Kabupaten Indramayu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak implementasi kebijakan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga, khususnya dalam alokasi untuk kebutuhan pangan. Tabel berikut menyajikan statistik deskriptif mengenai pengeluaran konsumsi makanan dan total pengeluaran rumah tangga.

Penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam pengeluaran rumah tangga berdasarkan kuartil total konsumsi. Rata-rata pengeluaran di kuartil pertama sebesar Rp1.940.177 meningkat hingga Rp8.602.200 di kuartil keempat, dengan variasi yang lebih besar di kuartil tertinggi. Pengeluaran makanan juga menunjukkan tren serupa, di mana rata-rata pengeluaran meningkat dari Rp2.054.665 di kuartil pertama menjadi Rp8.219.268 di kuartil keempat.

Hasil analisis menujukkan hubungan positif antara pengeluaran makanan dan total pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dengan pengeluaran makanan lebih besar cenderung memiliki total pengeluaran yang lebih tinggi, mencerminkan peran penting konsumsi pangan dalam mencerminkan tingkat ekonomi rumah tangga.

 

Estimasi model logit dan propensity score

Propensity Score Modeling adalah metode untuk menghitung probabilitas seseorang menerima perlakuan dalam studi observasional berdasarkan variabel kovariat. Tujuan utamanya adalah mengurangi bias seleksi dengan mencocokkan individu dari kelompok perlakuan dan kontrol berdasarkan karakteristik serupa. Model logistik atau probit biasanya digunakan untuk memperkirakan propensity score, terutama ketika hasil bersifat biner. Nilai propensity score ini digunakan untuk mencocokkan individu di kedua kelompok, memungkinkan analisis yang lebih adil dengan mengisolasi dampak perlakuan dari pengaruh variabel lain.

 

Tabel 4 hasil pengujian model logit sebelum analisis PSM

 

Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa kepemilikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), jumlah anggota rumah tangga, usia, dan pendidikan kepala keluarga secara signifikan memengaruhi peluang penerimaan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). KKS memiliki pengaruh terbesar dengan koefisien 3.25, sementara pendidikan rendah menjadi indikator kerentanan ekonomi. Model ini menjelaskan 32% variasi penerimaan BPNT dengan Prob > chi� sebesar 0.000. Variabel seperti status pekerjaan, status perkawinan, dan lokasi tempat tinggal tidak signifikan dalam menentukan penerimaan bantuan.

 

Estimasi Dampak BPNT terhadap pengeluaran rumah tangga (expend)

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa tiga variabel utama�pendidikan kepala keluarga, jumlah anggota rumah tangga, dan kepemilikan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)�secara signifikan memengaruhi probabilitas seseorang menerima Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Kepemilikan KKS memberikan pengaruh paling besar dengan koefisien 3.23 (p-value 0.000), menunjukkan bahwa rumah tangga dengan KKS memiliki peluang jauh lebih tinggi untuk menerima BPNT. Pendidikan kepala keluarga juga signifikan dengan koefisien 0.69 (p-value 0.001), di mana kepala keluarga berpendidikan rendah lebih cenderung menjadi penerima bantuan karena kondisi ekonomi mereka yang lebih rentan. Variabel jumlah anggota rumah tangga memiliki koefisien 0.13 (p-value 0.051), mendekati signifikan, menunjukkan bahwa rumah tangga dengan lebih banyak anggota memiliki peluang lebih besar untuk menerima BPNT.

 

Tabel 5 Tabel perbandingan pengeluaran konsumsi rumah tangga

 

Dari analisis perbandingan pengeluaran, sebelum pencocokan, rata-rata pengeluaran rumah tangga penerima BPNT adalah Rp3.81 juta, lebih rendah dibandingkan rumah tangga non-penerima yang memiliki rata-rata Rp4.98 juta, dengan perbedaan yang signifikan (t-statistik -4.39). Setelah pencocokan, perbedaan rata-rata pengeluaran berkurang menjadi Rp736 ribu dan tidak lagi signifikan secara statistik (t-statistik -1.37). Hal ini menunjukkan bahwa BPNT membantu mengurangi ketidakseimbangan pengeluaran konsumsi antara rumah tangga penerima dan non-penerima.

Secara keseluruhan, program BPNT berhasil menjangkau rumah tangga yang lebih membutuhkan, terutama yang memiliki kepala keluarga berpendidikan rendah, anggota rumah tangga yang lebih banyak, dan kepemilikan KKS. Selain itu, program ini efektif dalam meringankan beban pengeluaran konsumsi rumah tangga penerima, sehingga membantu mengurangi kesenjangan pengeluaran antara penerima dan non-penerima

 

KESIMPULAN

Implementasi Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) di Kabupaten Indramayu dirancang untuk meringankan beban pengeluaran pangan keluarga miskin melalui saldo elektronik yang lebih fleksibel. Program ini berhasil menjangkau rumah tangga rentan, seperti keluarga dengan kepala rumah tangga berpendidikan rendah, banyak anggota keluarga, dan pemegang KKS. Namun, tantangan ketepatan sasaran masih ada, sehingga bantuan tidak sepenuhnya efektif menjangkau kelompok yang benar-benar membutuhkan.

BPNT berkontribusi pada peningkatan pengeluaran konsumsi pangan penerima manfaat, meskipun perbedaan dengan non-penerima menjadi tidak signifikan setelah pencocokan data. Dinamika harga dan ketidakmerataan kebutuhan penerima menunjukkan bahwa program ini belum sepenuhnya optimal dalam menyetarakan kondisi ekonomi rumah tangga. Penyesuaian kebijakan diperlukan agar dampak bantuan lebih merata dan signifikan.

Keberhasilan BPNT juga dipengaruhi oleh faktor lokal, seperti dinamika politik dan ekonomi di tingkat desa. Untuk meningkatkan efektivitas, diperlukan koordinasi lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah, validasi data penerima manfaat, serta penyesuaian nilai bantuan agar lebih adaptif terhadap kondisi ekonomi lokal. Dengan perbaikan ini, program diharapkan mampu lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Creswell, J. W. (2014). Research desing. Qualitative Methods. Validity and Reliability. 251-260. SAGE Publication, Inc. London ECIY ISP, United Kingdom.

Effendi, J. (2005). Strategi penanggulangan kemiskinan dalam perspektif ekonomi islam (Studi Kasus di Kabupaten Indramayu). Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2005.

Eko Yudianto, Y. (2019). Implementasi Bantuan Pangan Non Tunai Di Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo. Reformasi, 9(2), 138�152.

Grindle, M. S. (2017). Politics and policy implementation in the third world. In Politics and Policy Implementation in the Third World. https://doi.org/10.2307/2619175

Hilmi, M. (2021). Pemberdayaan Masyarakat Melalui e-warong Turi KUBE (Kelompok Usaha Bersama) PKH (Program Keluarga Harapan) Untuk Kemandirian Ekonomi di Kelurahan Pesanggrahan, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif ï¿½.

Latif, I. S., & Pangestu, I. A. (2022). Problematika Penyalahgunaan Bantuan Sosial Pada Masa Pandemi. JUSTISI, 8(2), 95�107.

Nugroho, R. (2021). Kebijakan Publik: Implementasi dan Pengendalian Kebijakan. Elex Media Komputindo.

Parmawati, R., Hardyansah, R., Pangestuti, E., & Hakim, L. (2022). Ekowisata: Determinan Pariwisata Berkelanjutan untuk Mendorong Perekonomian Masyarakat. Universitas Brawijaya Press.

Primanto, A., & Sos, S. (n.d.). KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGGULANGI KEMISKINAN DI INDONESIA. Zahira Media Publisher.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Telaumbanua, F., & Ndraha, A. B. (2023). Strategi Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Kemiskinan Pasca Pandemi Covid-19 Perspektif Ekologi Manajemen Di Kabupaten Nias. JMBI UNSRAT (Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis Dan Inovasi Universitas Sam Ratulangi)., 10(2), 1631�1644.

Teori, E. S. M. (2009). Kebijakan Publik. Jogyakarta: Graha Ilmu.

Wiku, F., Rotinsulu, T. O., & Walewangko, E. N. (2021). Analisis Pengaruh Bantuan Sosial (Pkh dan Kube) Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Di Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Pembangunan Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 21(1), 1�16.

 

� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)