PENCIPTAAN NILAI PUBLIK MENGGUNAKAN KECERDASAN BUATAN: STUDI EMPIRIS TERHADAP PENGGUNA CHATBOT BPJS KESEHATAN CHIKA DI INDONESIA

 

Wayan Wahyu Widhyana1, Yohanna Magdalena Lidya Gultom2

Universitas Indonesia, Indonesia

[email protected]1, [email protected]2

 

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Kata Kunci: Penciptaan Nilai Publik, Kecerdasan Buatan (AI), CHIKA, Structural Equation Modeling (SEM).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords: Public Value Creation, Artificial Intelligence (AI), CHIKA, Structural Equation Modeling (SEM).

Penelitian ini berusaha memahami hubungan antara pemanfaatan layanan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) dan penciptaan nilai publik dari perspektif warga negara dengan memanfaatkan gagasan nilai publik sebagai landasan konseptual. Survei terhadap 438 pengguna CHIKA, chatbot milik BPJS Kesehatan, di Indonesia dilakukan untuk menguji model penelitian. Dengan menggunakan dua indikator nilai publik, keadilan prosedural dan kepercayaan, hubungan antarkonstruk diuji menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM). Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan chatbot berbasis AI berpengaruh secara signifikan terhadap penciptaan nilai pelayanan publik. Selain itu, studi empiris ini juga berhasil mengeksplorasi perbedaan pengaruh penggunaan layanan chatbot oleh warga negara terhadap penciptaan nilai publik berdasarkan tingkat pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan gender. Dengan berfokus terhadap penciptaan nilai publik di sektor layanan kesehatan di Indonesia yang masih kurang tereksplorasi, adanya temuan-temuan tersebut diharapkan dapat menyajikan pengetahuan baru serta memperkaya literatur nilai publik melalui perspektif yang berbeda. Selain itu, hasil studi empiris ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis kepada pemangku kepentingan dalam rangka penyediaan layanan berkualitas kepada public

 

ABSTRACT

This research seeks to understand the relationship between the use of artificial intelligence (AI)-based chatbot services and the creation of public value from a citizen's perspective by utilizing the idea of ​​public value byas a conceptual basis. A survey of 438 users of CHIKA, BPJS Kesehatan's chatbot, in Indonesia was conducted to test the research model. By using two indicators of public value, procedural justice and trust, the relationship between constructs is tested using the Structural Equation Modeling (SEM) method. The results show that the use of AI-based chatbots has a significant effect on the creation of public service value. In addition, this empirical study also succeeded in exploring differences in the influence of citizens' use of chatbot services on public value creation based on level of experience, age, education, income and gender. By focusing on the creation of public value in the health services sector in Indonesia, which is still under-explored, it is hoped that these findings can provide new knowledge and enrich the public value literature through a different perspective. Apart from that, it is also hoped that the results of this empirical study can provide practical contributions to stakeholders in the context of providing quality services to the public.

 

 

 

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan layanan yang cepat, mudah diakses, dan berorientasi pada masyarakat mendorong pengembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik (Makasi, et al., 2020). Salah satu teknologi yang semakin populer dalam meningkatkan pelayanan publik adalah chatbot berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) (Henman, 2020; Makasi, et al., 2020). AI sendiri merupakan sistem simulasi mekanis yang mengumpulkan pengetahuan dan informasi serta memproses kecerdasan alam semesta: (menyusun dan menafsirkan) dan menyebarkannya kepada yang memenuhi syarat dalam bentuk kecerdasan yang dapat ditindaklanjuti (Grewal, 2014). Sementara chatbot, istilah teknologi untuk agen percakapan, adalah program komputer yang mampu mendeteksi dan memahami bahasa, melalui teks atau ucapan, dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi kembali (Androutsopoulou, et al., 2019). Chatbot dipercaya mampu mengatasi permasalahan krusial di sektor publik, terutama isu peningkatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat (Noordt & Misuraca, 2019; Androutsopoulou, et al., 2019; Makasi, et al., 2020).

Sektor publik mulai menggunakan chabot berbasis AI untuk meningkatkan layanan mereka. Chatbot berbasis AI bisa digunakan untuk berinteraksi dengan publik secara real-time, membagikan data, serta menanggapi persoalan tanpa membutuhkan interaksi tatap muka dengan pengguna. Ketika pemerintah menggunakan AI dalam desain dan penyampaian layanan publik, hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan publik (Fatima, et al., 2021). Di samping itu, pemanfaatan AI di sektor publik juga mampu meningkatkan efektivitas pengadaan publik, memperkuat keamanan, meningkatkan layanan kesehatan, serta memfasilitasi interaksi dengan masyarakat yang lebih luas, memberikan solusi terhadap banyak tantangan sosial dan berpotensi menjadi pendorong utama pembangunan ekonomi (Cruz, et al., 2019). Terutama dalam layanan kesehatan publik, penggunaan AI diharapkan memberikan nilai-nilai seperti peningkatan efekvitivas, keadilan, dan waktu respon (Sun & Medaglia, 2019; Bullock, 2020).

Layanan publik berbasis ICT (Information and Communication of Technology) dianggap lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, lebih demokratis, transparan, dan efisien dibandingkan pemerintahan tradisional (Bekkers dan Homburg, 2007). Namun ada argumentasi bahwa berbeda dengan sektor swasta, adopsi chatbot oleh sektor publik cenderung lebih lambat (Adnan, et al., 2021), akibat masih adanya pola pikir pelayan publik dengan mentalitas lama, seperti wargalah yang membutuhkan pelayanan, sehingga tidak perlu berbuat lebih banyak (Sousa et al., 2019). Dengan kata lain, meski chatbot dinilai mampu meningkatkan efisiensi (Bannister dan Connolly, 2014), namun ditemukan indikasi bahwa nilai-nilai pelayanan publik justru sering kali diabaikan oleh pemerintah (Van Doorn, et al., 2017). Dengan adanya kekhawatiran tersebut, kami mengajukan pertanyaan penelitian: Pertama, �Bagaimana penggunaan chatbot oleh masyarakat mempengaruhi penciptaan nilai pelayanan publik?Kedua, �Bagaimana penggunaan chatbot mempengaruhi nilai publik secara berbeda berdasarkan karakteristik demografi?� Penelitian ini menggunakan teori penciptaan nilai publik untuk membangun model penelitian penggunaan chatbot berbasis AI dan penciptaan nilai untuk menggambarkan mekanisme penciptaan nilai di sektor publik. Selain itu, faktor demografis juga menjadi fokus pada studi empiris ini dalam rangka memahami pengaruhnya dalam hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan nilai publik (Blaug et al., 2006; Twizeyimana & Andersson, 2019).

Sejak diperkenalkan oleh Moore pada 1995, publikasi akademis yang menggunakan konsep nilai publik semakin meningkat dan menarik perhatian para peneliti di dunia, hingga mencapai sekitar 700 publikasi setiap tahunnya (Hartley, et al., 2017). Ketertarikan terhadap konsep, landasan filosofis, politik, ekonomi, dan organisasi dari nilai publik terus berkembang, namun belum diimbangi dengan penelitian empiris yang memadai (Pollitt & Hupe, 2011). Sebaliknya, sebagian besar publikasi bersifat teoretis, konseptual, ilmiah, sintetik, atau deskriptif. Perkembangan lebih lanjut baik teori nilai publik maupun kritiknya akan terganggu jika teori tersebut tidak mempunyai landasan dalam penelitian empiris karena teori dan penelitian empiris dapat menantang, menguji, dan mempengaruhi satu sama lain. Argumentasi ini diperkuat dengan temuan Faulkner dan Kaufman (2018) bahwa sebagian besar studi yang berkaitan dengan nilai publik saat ini (sekitar 84 persen) bersifat kualitatif. Oleh karena itu, kesenjangan dalam penelitian yang ada adalah masih terbatasnya penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengeksplorasi mekanisme penciptaan nilai pelayanan publik.

Pandemi COVID-19 telah menjadi pendorong kuat dalam mempercepat arah global menuju adopsi teknologi modern yang sedang berkembang, yang membawa perubahan dalam gaya hidup, pola kerja, dan strategi bisnis (Amankwah-Amoah, et al., 2021). Pembatasan sosial yang diterapkan untuk mengurangi penyebaran virus memperketat penggunaan layanan tatap muka tradisional, memerlukan solusi yang dapat menyesuaikan diri dan mendorong pentingnya penggunaan sumber daya yang ada, termasuk kapasitas layanan publik (Amiri dan Karahanna, 2022). Adanya kebutuhan mendesak akan respon cepat untuk memitigasi lonjakan sistem layanan kesehatan sehingga sebagian besar chatbots dikembangkan dengan sangat cepat. Hal ini menyebabkan rancangan chatbot relatif sederhana dengan menggunakan struktur pohon keputusan, inisiatif yang diarahkan pada sistem, dan berfokus pada serangkaian tugas sederhana yang sempit. Akibatnya, muncul keraguan terhadap layanan chatbots apakah efektif, aman, dan dapat dipercaya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat (Nadarzynski, et al., 2019). Bahkan ditemukan beberapa kasus pengguna kehilangan kepercayaan diri dan sering kali menunjukkan rasa frustrasi terhadap chatbot apa pun yang membutuhkan waktu atau gagal memahami kebutuhan mereka (Chaves, et al., 2019).

Di sisi lain, sejak chatbot CHIKA diperkenalkan ke publik oleh BPJS Kesehatan pada April 2020, terjadi kenaikan jumlah penerimaan iuran program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang cukup signifikan, dari Rp 105,98 Triliun pada 2019 menjadi Rp 133,94 Triliun pada 2020. Meskipun tidak ditemukan data yang kredibel untuk menjelaskan kontribusi langsung CHIKA terhadap kenaikan jumlah penerimaan iuran JKN, namun tetap ada kemungkinan peran dari chatbot tersebut. Selanjutnya masih ada permasalahan lain, yaitu walaupun BPJS Kesehatan mencatatkan kinerja yang positif dalam penerimaan iuran JKN, tidak ada jaminan apakah badan pemerintah tersebut menciptakan infrastruktur layanan digital (dalam hal ini chatbot) yang mampu menstimulasi penciptaan nilai publik seperti yang dijabarkan oleh Panagiotopoulos, et al. (2019).

Tergantung pada konteks sosial, ekonomi, budaya, dan politik, wacana nilai publik mempunyai tanggapan dan implikasi praktis yang beragam (Meynhardt, et al., 2017). Misalnya, De Andr�s-S�nchez & Gen�-Albesa (2024), menemukan bahwa tingkat pendidikan dan status ekonomi sebagai faktor potensial yang mempengaruhi sikap publik terhadap chatbot. Kemudian Voorberg, Bekkers, & Tummers (2014) juga berpendapat, adanya kencenderungan warga negara yang berpendidikan dan berpendapatan lebih rendah enggan berpartisipasi dalam layanan publik akibat merasa adanya ketidaksetaraan. Meskipun terdapat banyak literatur mengenai nilai publik di seluruh dunia, jumlah penelitian yang menyelidiki nilai publik, khususnya berkaitan dengan layanan kesehatan publik berbasis AI di Indonesia masih sangat terbatas (Wulandari, et al., 2020). Masih dibutuhkan adanya eksplorasi lebih jauh untuk memahami penciptaan nilai publik, terutama di negara-negara berkembang (Panagiotopoulos, et al., 2019). Berbeda dengan penelitian sebelumnya (misalnya Wang et al, 2021; Aoki, 2020; Ju et al, 2019; Mikalef, Fj�rtoft, & Torvatn, 2019; Adnan, Hamdan, & Alareeni, 2021), penelitian ini berusaha mengeksplorasi pengetahuan baru tentang penciptaan nilai melalui layanan digital di sektor kesehatan yang masih terbatas, terutama dalam konteks Indonesia yang memiliki keunikan karakteristik demografi tersendiri.

Gagasan nilai publik bermula ketika Moore (1995) melihat sektor publik sebagai mekanisme penciptaan nilai yang merupakan sebuah pengingat akan pentingnya kolektivitas. Segitiga strategis Moore memandu penciptaan nilai dalam manajemen pemerintahan dengan melibatkan tiga pertimbangan utama: mendefinisikan konsepsi spesifik mengenai nilai publik yang ingin dicapai, membangun basis legitimasi sosial, dukungan publik, dan pendanaan, serta mengembangkan kapasitas operasional untuk mencapai hasil yang diharapkan. Sudut pandang nilai publik juga membantu menjelaskan mengapa, sebagian besar masyarakat di negara-negara barat masih mempertahankan sistem penyediaan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang bersifat universal (Meynhardt, et al., 2017; Kelly, et al., 2002). Namun perlu menjadi catatan bahwa tidak ada konsepsi nilai publik yang absolut dan diterima secara universal (Pang, 2014; Bannister dan Connolly, 2014). Di samping itu, preferensi publik adalah inti dari nilai publik dan dalam negara demokrasi hanya masyarakat yang dapat menentukan apa yang benar-benar bernilai bagi mereka (Kelly, et al., 2002). Dalam argumentasi Kelly, hal-hal utama yang dihargai oleh masyarakat terbagi dalam tiga kategori yaitu hasil, layanan, dan kepercayaan. Pengukuran nilai harus dikaitkan dengan persepsi dan interpretasi individu, jika tidak maka pengukuran tersebut tidak akan mempunyai arti (Meynhardt, et al., 2017; Benington & Moore, 2010; Kelly, et al., 2002).

 

METODE PENELITIAN

Pengukuran

Penelitian ini menggunakan skala yang divalidasi dari literatur yang ada untuk mengukur semua variabel dalam model penelitian ini. Skala Likert-5 (�1-sangat tidak setuju� dan �5-sangat setuju�) digunakan untuk mengukur semua item dalam kuesioner. Untuk memastikan validitas konten, kami melakukan beberapa revisi (misalnya, e-Government dan AI voice robot digantikan oleh chatbot) untuk menyesuaikan item dengan konteks penggunaan chatbot berbasis AI dalam penelitian ini (Silakan merujuk ke Lampiran A untuk item dan sumber pengukuran dalam penelitian ini).

Kami meluncurkan uji coba instrumen penelitian (pilot test) dengan 62 pengguna chatbot BPJS Kesehatan, CHIKA, (responden tidak termasuk dalam survei utama) dan hasilnya menunjukkan bahwa instrumen penelitian tersebut dapat diandalkan dan valid (Item-item survei akhir disertakan dalam Lampiran A). Untuk memperhitungkan kemungkinan perbedaan di antara partisipan, variabel kontrol mencakup etnik (Griffith, 2022; Han & Lee, 2022; Habicht et al., 2024), lokasi urban-rural (Escobar-Viera et al., 2023; Siddiqi et al., 2024), dan tingkat risiko (Amiri & Karahanna, 2022; Bouhia et al., 2022).

 

Pengumpulan Data

Pada April 2020 (satu bulan pasca kasus pertama COVID-19 terdeteksi di Indonesia), BPJS Kesehatan memperkenalkan Chat Assistant JKN atau CHIKA, sebuah sarana pelayanan informasi dan pengaduan peserta JKN dalam bentuk chatbot. CHIKA diprogram secara khusus menggunakan kecerdasan buatan untuk merespon atau memberikan layanan informasi dan administrasi (bisa diakses 24 jam) kepada pengguna melalui Facebook Messenger, Whatsapp, dan Telegram. Fungsi populer yang ditawarkan oleh CHIKA antara lain Cek Status Peserta dan Cek Tagihan Iuran BPJS Kesehatan, dimana pengguna hanya perlu memasukkan nomor induk kependudukan (NIK) dan tanggal lahir, kemudian sistem secara otomatis akan memberikan informasi yang dibutuhkan.

Data penelitian dikumpulkan dari peserta BPJS Kesehatan yang pernah menggunakan CHIKA sebagai populasi. Sementara sampel perlu memenuhi kriteria yaitu sudah pernah menggunakan layanan CHIKA. Survei dilaksanakan pada Desember 2023 dengan menyebarkan kuesioner online melalui grup-grup publik di sosial media Facebook. Pertama, berdasarkan hasil pencarian di Facebook menggunakan kata kunci �BPJS Kesehatan� ditemukan sebanyak 43 grup publik. Kemudian, setelah dilakukan penelusuran terhadap grup-grup publik tersebut, diperoleh sebanyak 6 grup publik yang mengandung konten diskusi atau berbagi informasi terkait CHIKA. Dari hasil survei diperoleh sebanyak 438 responden. Karakteristik responden yang berpartisipasi dalam survei dirangkum pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Demografi Sampel Penelitian (N = 438)

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model pada penelitian ini diuji dengan mengikuti pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) (Wang et al., 2021; Anderson dan Gerbing, 1988). Pertama, model pengukuran diuji menggunakan analisis faktor konfirmatori (CFA) untuk menilai reliabilitas dan validitas konstruk yang diawali terlebih dahulu dengan identifikasi model. Kedua, model struktural diuji dengan bantuan AMOS.

 

Identifikasi Model

Identifikasi model struktural dilakukan untuk mengetahui masalah yang menyebabkan hasil estimasi tidak logis (offending estimates). Problem identifikasi model struktural merupakan ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate (Hair, et al., 2017; Ghozali, 2004). Pertama, diperoleh variasi nilai standard error yang seragam (Bollen & Long, 1993). Kedua, nilai varians error untuk seluruh variabel manifes tidak bernilai negatif (Bagozzi & Yi, 1988), yang menunjukkan bahwa tidak terjadi problem identifikasi

 

Model Pengukuran

Untuk mengevaluasi validitas model SEM dalam penelitian ini, digunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA), di mana suatu variabel dianggap memiliki validitas yang baik terhadap konstruk atau variabel laten jika Standardized Loading Factor (SLF) lebih besar dari atau sama dengan nilai kritis sebesar 0,50 (Igbaria et.al., 1997; Hair et.al., 2014). Sementara itu, batas cut-off untuk menilai bahwa Construct Reliability (C.R.) dinilai baik adalah lebih besar dari 0,60 (Bagozzi dan Yi, 1992), dan batas cut-off untuk menilai bahwa average variance extracted (AVE) dinilai baik adalah lebih besar dari 0,50 (Samar, et al., 2017).

Konstruk Laten

Variabel Teramati

Standardized Loading Factor (SLF)

Measurement Error (ME)

Contruct Reliability

Squared SLF

Average Variance Extracted

Effective Use of Chatbot Services (EU)

EU1

0,733

0,463

0,835

0,537

0,559

EU2

0,826

0,318

0,682

EU3

0,739

0,454

0,546

EU4

0,687

0,528

0,472

Procedural Justice (PJ)

PJ1

0,750

0,438

0,842

0,563

0,571

PJ2

0,765

0,415

0,585

PJ3

0,738

0,455

0,545

PJ4

0,769

0,409

0,591

Trust (TR)

TR1

0,740

0,452

0,844

0,548

0,575

TR2

0,771

0,406

0,594

TR3

0,734

0,461

0,539

TR4

0,787

0,381

0,619

Perceived Public Service Value (PV)

PV1

0,750

0,438

0,847

0,563

0,580

PV2

0,749

0,439

0,561

PV3

0,786

0,382

0,618

PV4

0,761

0,421

0,579

Tabel 2. Muatan Faktor Standar dan Reliabilitas Konstruk

 

Dari tabel di atas, terlihat bahwa semua variabel laten memiliki koefisien keandalan konstruk (CR) yang melebihi atau sama dengan nilai kritis (CR ≥ 0,60), serta memiliki koefisien ekstraksi varian rata-rata (AVE) yang melebihi atau sama dengan nilai kritis (AVE ≥ 0,50). Ini menunjukkan bahwa keempat konstruk laten tersebut memiliki validitas dan keandalan yang baik.

Kemudian, Discriminant Validity Test dilaksanakan dengan melihat akar kuadrat AVE. Berdasarkan data yang disajikan, terlihat bahwa semua variabel memiliki akar kuadrat AVE yang melebihi korelasi antara konstruk laten, menunjukkan bahwa model penelitian memiliki validitas diskriminan yang baik.

 

AVE

EU

PJ

TR

PV

EU

0,559

0,748

 

 

 

PJ

0,571

0,535

0,756

 

 

TR

0,575

0,450

0,241

0,758

 

PV

0,580

0,362

0,471

0,436

0,762

Tabel 3. Nilai Uji Validitas Dikriminan

Selanjutnya, dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian antara data yang ada dengan model yang dibuat. Analisis SEM tidak memiliki satu uji statistik yang dianggap sebagai "gold standard" untuk mengukur seberapa baik model memprediksi data (Hair et al., 2017). Sebagai alternatif, para peneliti telah mengembangkan berbagai indikator Goodness of Fit (GoF) atau Goodness of Fit Indices (GOFI) yang dapat digunakan secara individual atau kombinasi. Hal ini mengakibatkan tahap evaluasi kesesuaian secara menyeluruh menjadi topik yang sering menimbulkan perdebatan dan kontroversi (Bollen dan Long, 1993). Terdapat 13 kriteria fit model yang menjadi justifikasi model pada penelitian ini. Berikut disajikan dalam tabel rangkuman hasil evaluasi kecocokan model struktural.

Ukuran Goodness of Fit

Target Tingkat Kecocokan

Hasil Estimasi

Tingkat Kecocokan

1

RMSEA

RMSEA < 0,08

0,039

Good fit

2

ECVI

ECVI

0,543

Good fit

ECVI Saturated

0,622

ECVI Independence

7,379

3

AIC

AIC

237,270

Good fit

AIC Saturated

272,000

AIC Independence

3224,577

4

CAIC

811,255

420,230

Good fit

2124,666

963,182

5321,265

3305,892

5

NFI

NFI ≥ 0,90

0,948

Good fit

6

CFI

CFI ≥ 0,90

0,979

Good fit

7

IFI

IFI ≥ 0,90

0,979

Good fit

8

RFI

RFI ≥ 0,90

0,938

Good fit

9

GFI

GFI ≥ 0,90

0,955

Good fit

10

AGFI

AGFI ≥ 0,90

0,938

Good fit

11

PGFI

PGFI ≥ 0,60

0,702

Good fit

12

PNFI

PNFI > 0,09

0,790

Good fit

13

CMIN/DF

≤ 2

1,653

Good fit

Tabel 4. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

 

 

 

Model Struktural

Evaluasi terhadap model struktural dilakukan dengan memeriksa koefisien atau parameter yang menggambarkan hubungan kausal antara variabel laten, yang merupakan hipotesis dalam penelitian tersebut. Sebuah hubungan kausal dianggap tidak signifikan jika diperoleh nilai critical ratio 2-tailed yaitu kurang dari 1,96 pada tingkat signifikansi 0,05 (Hair et al., 2010; Wijanto, 2008).

Gambar 5. Hasil Estimasi Model

Setelah dipastikan reliabilitas dan validitas pengukuran model dengan CFA, dilakukan pengujian hipotesis dengan memeriksa koefisien jalur (path coefficients) model struktural. Semua hipotesis didukung dalam model penelitian ini. Selain itu, model dalam penelitian ini memiliki nilai R Square variabel Perceived Public Service Value (PV) sebesar 0,333. Penggunaan layanan chatbot yang efektif memiliki hubungan positif yang signifikan dengan keadilan prosedural (b = 0.535, p <0.001) dan kepercayaan (b = 0.45, p < 0.001), yang mendukung H1a dan H1b masing-masing. Selanjutnya, keadilan prosedural (b = 0.388, p < 0.001) dan kepercayaan (b = 0.343, p < 0,001) berpengaruh signifikan terhadap persepsi nilai layanan publik. Oleh karena itu, H2a dan H2b juga turut didukung. Selain itu, untuk menguji perbedaan peran pengalaman, penelitian ini mengadopsi pendekatan multi-kelompok, yang mana partisipan dibagi menjadi dua kelompok (Wang et al., 2021). Kami mendefinisikan kelompok yang menggunakan layanan chatbot kurang dari 5 kali dalam 6 bulan terakhir sebagai kelompok dengan pengalaman lebih sedikit (N1 = 245) dengan mereka yang memiliki lebih dari atau sama dengan 5 kali sebagai kelompok dengan pengalaman lebih banyak (N2 = 193). Berdasarkan hasil uji multi-kelompok yang disajikan pada Tabel 5 menunjukan indikasi bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam bagaimana tingkat pengalaman penggunaan chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan pengguna terhadap layanan tersebut antara dua kelompok, sehingga H3a dan H3b diterima.

��

Tabel 5. Perbandingan Koefisien Jalur Pengalaman Kelompok More dan Less

Koefisien Jalur

Full Sampel (N=438)

Kelompok Pengalaman More (N=193)

Kelompok Pengalaman Less (N=245)

t statistik (More vs Less)

EU → PJ

0,535***

0,489***

0,465***

31,594**

EU → TR

0,450***

0,471***

0,436***

30,839**

Keterangan: *p<0,05, **p<0,01, ***p<0,001

 

Untuk mengekplorasi peran usia, kelompok dengan usia 17-30 tahun didefinisikan sebagai kelompok usia lebih muda/Younger (N=291), sementara kelompok dengan usia di atas 30 tahun didefinisikan sebagai kelompok usia lebih tua/Older (N=147). Berdasarkan Tabel 6, terdapat perbedaan yang signifikan dalam bagaimana usia pengguna chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan. Dengan demikian, H4a dan H4b diterima.

 

Tabel 6. Perbandingan Koefisien Jalur Usia Kelompok Younger dan Older

Koefisien Jalur

Full Sampel (N=438)

Kelompok Usia Younger (N=291)

Kelompok Usia Older (N=147)

t statistik (Younger vs Older)

EU → PJ

0,535***

0,466***

0,674***

23,454**

EU → TR

0,450***

0,466***

0,430***

27,181**

Keterangan: *p<0,05, **p<0,01, ***p<0,001

Kemudian, responden kembali dibagi menjadi kelompok dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat ke bawah didefinisikan sebagai kelompok pendidikan dasar ke menengah/Lower (N=122), sementara kelompok dengan tingkat pendidikan diploma/sarjana hingga pascasarjana didefinisikan sebagai kelompok berpendidikan tinggi/Higher (N=316). Berdasarkan Tabel 7, terdapat perbedaan yang signifikan dalam bagaimana tingkat pendidikan pengguna chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan, sehingga H5a dan H5b diterima.

Tabel 7. Perbandingan Koefisien Jalur Pendidikan Pendidikan Lower dan Higher

Koefisien Jalur

Full Sampel (N=438)

Kelompok Pendidikan Lower (N=122)

Kelompok Pendidikan Higher (N=316)

t statistik (Lower vs Higher)

EU → PJ

0,535***

0,681***

0,469***

18,079**

EU → TR

0,450***

0,420***

0,463***

22,202**

Keterangan: *p<0,05, **p<0,01, ***p<0,001

Untuk memahami peran tingkat pendapatan, penelitian ini membagi kelompok dengan tingkat pendapatan Rp 3.500.000,00 ke bawah didefinisikan sebagai kelompok berpendapatan menengah ke bawah/Lower (N=246), sementara kelompok dengan tingkat pendapatan di atas Rp 3.500.000,00 didefinisikan sebagai kelompok berpendapatan tinggi/Higher (N=192). Berdasarkan Tabel 10, terdapat perbedaan yang signifikan dalam bagaimana tingkat pendapatan pengguna chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan, sehingga H6a dan H6b diterima.

 

Tabel 8. Perbandingan Koefisien Jalur Pendapatan Kelompok Lower dan Higher

Koefisien Jalur

Full Sampel (N=438)

Kelompok Pendapatan Lower (N=246)

Kelompok Pendapatan Higher (N=192)

t statistik (Lower vs Higher)

EU → PJ

0,535***

0,589***

0,407***

21,194**

EU → TR

0,450***

0,391***

0,505***

23,298**

Keterangan: *p<0,05, **p<0,01, ***p<0,001

Terakhir, penelitian ini juga berusaha menyelidiki peran gender, dengan membagi dua yaitu kelompok pria/Men (N=174) dan kelompok wanita/Women (N=264). Berdasarkan Tabel 11, terdapat perbedaan yang signifikan dalam bagaimana gender pengguna chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan. Oleh sebab itu, H7a dan H7b diterima.

������������

Tabel 9. Perbandingan Koefisien Jalur Gender Men dan Women

Koefisien Jalur

Full Sampel (N=438)

Kelompok Men (N=174)

Kelompok Women (N=264)

t statistik (Men vs Women)

EU → PJ

0,535***

0,356***

0,597***

6,425**

EU → TR

0,450***

0,535***

0,404***

8,669**

Keterangan: *p<0,05, **p<0,01, ***p<0,001

 

Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk memahami penciptaan nilai ketika masyarakat menggunakan layanan chatbot berbasis AI di sektor publik. Berdasarkan literatur tentang penciptaan nilai publik, penggunaan chatbot berbasis AI oleh masyarakat mempengaruhi nilai layanan publik melalui nilai-nilai publik. Hasil empiris mendukung 14 hipotesis dan menunjukkan bahwa nilai publik memberikan penjelasan yang cukup signikan (33,3%) mengenai nilai pelayanan publik. Penelitian ini menghasilkan temuan penting bahwa penggunaan layanan chatbot berbasis AI oleh masyarakat mempunyai dampak signifikan terhadap penciptaan nilai dalam pelayanan publik. Sejalan dengan studi sebelumnya (misalnya, Wang et al., 2021; Ju et al., 2019) penggunaan chatbot oleh masyarakat berpengaruh positif terhadap nilai keadilan prosedural dan pada akhirnya menambah nilai pelayanan publik. Memfasilitasi kesempatan yang sama, perlakuan yang adil, dan tanpa diskriminasi di antara individu dan kelompok masyarakat merupakan harapan yang penting (De Graaf, 2015), karena adanya penghapusan aktor manusia yang cenderung korup (Twizeyimana & Andersson, 2019). Seperti pada kasus di Jepang, layanan oleh chatbot dianggap menghilangkan bias dan diskriminasi oleh administrator manusia (Aoki, 2020). Dalam konteks penelitian ini, artinya masyarakat dapat merasakan adanya keadilan prosedural saat menggunakan layanan CHIKA dan pengalaman ini sangat berharga bagi badan publik yang bertanggung-jawab menyediakan layanan.

Dalam tujuan sosial pemerintah, memajukan kepercayaan publik dan keadilan sosialmerupakan tujuan yang paling penting (Bryson et al., 2014). Penelitian ini menempatkan kepercayaan sebagai dimensi nilai publik karena kepercayaan publik sangat penting dalam menentukan tindakan dan kerja sama publik (Blanchard, 2019; Noordt & Misuraca, 2019; Aoki 2020) dan pemulihan kepercayaan dianggap sebagai salah satu prioritas utama dalam pengembangan layanan digital bagi badan publik (Makasi, et al., 2020). Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan chatbot oleh masyarakat berdampak positif terhadap kepercayaan kepada pemerintah. Kepercayaan sangat penting bagi pelayanan publik (Kelly, et al., 2002), bahkan jika target layanan formal dan hasil terpenuhi, kegagalan dalam kepercayaan akan secara efektif menghancurkan nilai publik (Meynhardt, 2009). Jika kepercayaan rusak, masyarakat mungkin menjadi skeptis terhadap inisiatif pemerintah di masa depan, menolak menggunakan layanan yang disediakan, atau bahkan melakukan tindakan protes (misalnya, Blanchard, 2019). Dalam konteks penelitian ini, ketika pengguna CHIKA memiliki kepercayaan yang tinggi, mereka cenderung memiliki persepsi yang lebih positif terhadap nilai layanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Indikasi itu sesuai dengan temuan penelitian bahwa masyarakat percaya terhadap layanan CHIKA karena dinilai aman dan tersedia demi kepentingan masyarakat secara luas.

Selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan peran pengalaman dalam hubungan antara penggunaan chatbot berbasis AI dan penciptaan nilai di sektor publik. Hasil ini sejalan dengan studi sebelumnya (misalnya, Wang et al., 2023, Ju et al., 2023; Wang et al., 2021) yang menunjukan bahwa tingkat pengalaman yang berbeda setiap individu memiliki pengaruh yang berbeda dalam membangun kepercayaan dan keadilan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kelompok yang menggunakan layanan chatbot secara lebih berpengalaman cenderung memiliki persepsi yang lebih positif terhadap keadilan prosedural dari layanan tersebut. Kemudian terkait kepercayaan, pengguna yang memiliki pengalaman lebih banyak dalam menggunakan layanan CHIKA cenderung memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi terhadap layanan tersebut.

Hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan keadilan prosedural yang lebih kuat pada warga dengan usia lebih tua dibandingkan warga dengan usia lebih muda sejalan dengan studi sebelumnya (misalnya Bennion et al., 2020). Masyarakat berusia di atas 40 tahun umumnya tumbuh pada masa demokratisasi, sehingga persepsi mereka mengenai keadilan cenderung lebih kuat dibandingkan dengan kelompok umur lainnya (Cho, 2014). Namun temuan pada penelitian ini bertolak-belakang dengan argumen De Cicco et al. (2020), bahwa generasi muda, khususnya milenial, menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara penggunaan chatbot dan persepsi kesetaraan. Sementara itu berkaitan dengan kepercayaan, ditemukan hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan kepercayaan yang lebih kuat pada warga dengan usia lebih muda. Konsisten dengan litetarur yang ada (misalnya De Cicco et al., 2020), pengguna layanan chabot yang berasal dari generasi muda, yang lebih terbiasa dengan interaksi digital dan pengalaman yang dipersonalisasi, cenderung mempercayai chatbot yang menyimulasikan dinamika sosial dan kehadiran layaknya administrator manusia, sehingga menumbuhkan kepercayaan yang lebih besar terhadap layanan ini. Namun demikian, argumentasi menarik diberikan oleh Harrington dan Egede (2023) yang menyatakan bahwa orang dewasa berkulit hitam yang lebih tua di Amerika Serikat memiliki persepsi khusus terhadap layanan kesehatan dimediasi chatbot karena dianggap mampu memastikan kesetaraan dan dapat dipercaya, dimana hal ini tidak terlepas dari faktor historis.

Hubungan yang berbeda antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan, yang dimoderasi oleh tingkat pendidikan juga menjadi salah satu temuan pada penelitian ini. Pertama, terlihat korelasi antara penggunaan chatbot dan persepsi keadilan prosedural lebih kuat pada individu berpendidikan lebih rendah dibandingkan dengan individu berpendidikan lebih tinggi. Serupa dengan temuan Crutzen, et al. (2011), individu yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah menganggap layanan chatbot mudah diakses, anonim, dan ramah pengguna, yang merupakan faktor penting untuk memastikan akses yang adil terhadap informasi. Aksesibilitas ini membantu menjembatani kesenjangan informasi yang mungkin merugikan mereka yang berpendidikan rendah, sehingga meningkatkan keadilan dalam akses terhadap pengetahuan penting, yang selama ini mungkit sulit diperoleh. Di sisi lain, hubungan antara penggunaan chatbot dan kepercayaan lebih kuat di antara mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Penelitian oleh Sartono et al. (2023) juga menemukan kesamaan dengan menggarisbawahi bahwa pendidikan tinggi berkorelasi dengan peningkatan persepsi terhadap fungsionalitas chatbot, interaktivitas, dan sikap keseluruhan terhadap teknologi, yang merupakan faktor-faktor penting untuk membangun kepercayaan pada sistem otomatis.

Dampak penggunaan layanan chatbot terhadap keadilan prosedural dan kepercayaan ditemukan berbeda antara kelompok pendapatan rendah dan tinggi. Temuan ini didukung oleh studi oleh Li et al. (2023) yang menyimpulkan bahwa chatbot mampu mengatasi kesenjangan pendidikan dengan memberikan akses yang adil kepada para pelajar di kelas bahasa Mandarin yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah. Selain itu, penelitian di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs) juga menemukan hal serupa, dimana layanan kesehatan yang didukung oleh chabot berbasis AI mampu menjanjikan peningkatan keadilan dalam akses layanan kesehatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang merasa selama ini memiliki keterbatasan akses dan sumber daya (Ciecierski-Holmes et al., 2022). Sebaliknya, warga dengan pendapatan lebih tinggi, yang seringkali memiliki akses lebih besar terhadap teknologi dan sumber daya lainnya, cenderung lebih percaya terhadap layanan yang diberikan oleh chatbot sehingga meningkatkan kepercayaan mereka terhadap sistem digital.

Penelitian ini juga mengeksplorasi pengaruh perbedaan gender dalam hubungan antara penggunaan chatbot dan penciptaan nilai di sektor publik. Hubungan antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan ditemukan lebih kuat pada kelompok warga berjenis kelamin wanita. Temuan ini sejalan dengan studi sebelumnya (misalnya, Wang et al., 2021; Shao et al., 2019; Hyde, 2014), yang menunjukkan pria dan wanita memiliki pengaruh yang berbeda dalam mekanisme pembangunan kepercayaan dan persepsi kesetaraan. Berdasarkan nilai keadilan prosedural, temuan penelitian ini mendukung argumentasi Wang et al. (2021) dan Shao et al. (2019) bahwa wanita cenderung lebih menghargai proses layanan yang dimediasi chatbot karena pada saat berinteraksi wanita merasa diperlakukan secara setara dan non-diskriminatif, misalnya pada kasus di Brazil (Montenegro, da Costa, & Janssen, 2022) dan Korea Selatan (Chung, Cho, & Park, 2021).

Layanan CHIKA merupakan bagian kecil dari strategi organisasi BPJS Kesehatan dalam upaya menjamin layanan kesehatan inklusif bagi seluruh warga negara Indonesia. Sebagai salah satu wujud komunikasi publik dari BPJS Kesehatan, layanan CHIKA berusaha memastikan tersedianya layanan informasi dan administrasi bagi peserta program JKN secara gratis selama 24/7. Diadakannya layanan chatbot CHIKA pada April 2020 juga sesuai dengan Visi organisasi BPJS Kesehatan, �Menjadi badan penyelenggara yang dinamis, akuntabel, dan tepercaya untuk mewujudkan jaminan kesehatan yang berkualitas, berkelanjutan, berkeadilan, dan inklusif�, serta Misi ke-1 BPJS Kesehatan �Meningkatkan kualitas layanan kepada peserta melalui layanan terintegrasi berbasis teknologi informasi.� Operasional layanan CHIKA juga sejalan dengan �Road Map SDGs Indonesia Menuju 2030� serta kerangka regulasi yang ada (UU Kesehatan dan Perpres No. 82/2023) dalam rangka membantu seluruh warga negara Indonesia dalam mengakses informasi dan layanan administrasi seputar BPJS Kesehatan. Dengan akses layanan ini, ada harapan besar yang sama antara pemerintah dan masyarakat akan adanya jaminan kesehatan yang adil dan berkualitas bagi seluruh warga negara Indonesia. Pertama, dengan memanfaatkan platform digital, CHIKA membantu mengurangi kendala geografis dan waktu, memungkinkan masyarakat untuk mengakses fitur layanan BPJS Kesehatan kapan saja dan di mana saja. Ini mendukung tujuan Universal Health Coverage (UHC) dengan memastikan layanan kesehatan lebih inklusif dan terjangkau (gratis). Kedua, dengan otomatisasi melalui chatbot, BPJS Kesehatan dapat menangani banyak pertanyaan peserta JKN secara simultan, yang mengurangi beban kerja layanan pelanggan konvensional, sekaligus meningkatkan efisiensi operasional. Ketiga, dengan memberikan respon cepat dan akurat, CHIKA berkontribusi pada peningkatan kepuasan publik, yang sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas layanan publik dengan memanfaatkan teknologi digital.

 

Kontribusi Akademis

Pertama, penelitian ini memperkaya elemen kerangka nilai publik dengan mengadopsi perspektif warga negara dan menyajikan bukti-bukti empiris yang signifikan. Hal ini penting mengingat sebagian besar penelitian sebelumnya mungkin tidak mempertimbangkan perspektif atau pengalaman langsung dari warga negara (Maragno, et al., 2022; Makasi, et al., 2020; Cordella & Paletti, 2019; Moore, 1995). Meskipun sudah ada penelitian sebelumnya yang berusaha memahami nilai publik dari sudut pandang warga negara (misalnya, Wang et al., 2021; Aoki, 2020; Bozeman, 2019, Ju et al., 2019), masih terdapat kebutuhan untuk memperkuat dimensi penciptaan nilai publik yang berasal dari aspirasi warga negara. Kedua, dengan memberikan bukti empiris tentang hubungan antara penggunaan chatbot berbasis AI dan nilai layanan publik, penelitian ini membawa kontribusi penting dalam memahami dampak chatbot dalam meningkatkan kualitas layanan pemerintah, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Apalagi penelitian yang berusaha memahami hubungan penggunaan chatbot dan penciptaan nilai publik, khususnya di sektor kesehatan, masih sangat terbatas secara global dan bahkan belum ada sebelumnya dalam konteks Indonesia. Ketiga, penelitian ini berhasil mengeskplorasi bahwa pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan gender (Cho, 2014; Estim�, 2021) merupakan moderator penting dalam pembentukan nilai dalam konteks pemanfaatan teknologi AI. Berbeda dengan penelitian serupa sebelumnya (misalnya, Wang, et al., 2021; Dwivedi & Williams, 2008; Venkatesh, et al., 2000) yang belum memahami secara lebih dalam pengaruh faktor-faktor di atas dalam memoderasi hubungan antara penggunaan chatbot berbasis AI dengan nilai-nilai publik. Dengan kata lain, temuan pada penelitian ini akan memberikan kebaruan terhadap literatur, terutama yang berkaitan tentang penciptaan nilai publik dan kecerdasan buatan, yang seringkali kurang memberikan perhatian khusus terhadap karakter demografi.

 

Kontribusi Praktis

Pertama, sektor publik perlu mengambil pendekatan yang menempatkan warga negara sebagai pusat dalam penyediaan layanan publik. Dengan mengadopsi strategi ini, pemerintah dan lembaga publik dapat lebih baik memahami kebutuhan, harapan, dan pengalaman langsung warga dalam masyarakat. Penelitian ini sepakat dengan argumentasi Bozeman (2019) dan Kelly et al. (2002) yang memberikan perhatian khusus terhadap aspirasi masyarakat dalam layanan publik. Penting bagi pemerintah untuk memahami apa yang mendorong variabel-variabel nilai pelayanan publik, bagaimana variabel-variabel tersebut saling terkait, dan bagaimana variabel-variabel tersebut berkontribusi terhadap nilai pelayanan publik. Kedua, pemerintah harus memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya chatbot berbasis AI, untuk meningkatkan kualitas layanan yang mereka berikan kepada masyarakat. Beberapa literatur yang ada juga turut menyarankan agar pemerintah dapat meningkatkan kualitas layanan dengan memanfaatkan teknologi baru (misalnya, Wang et al., 2021; Makasi et al., 2020; Androutsopoulou et al., 2019; Chen et al., 2016). Dengan bukti empiris terciptanya nilai publik dari pengguna CHIKA, pemerintah dapat mengimplementasikan layanan serupa di Kementerian/Lembaga lainnya yang masih mengandalkan pelayanan publik tradisional. Ketiga, penelitian ini merekomendasikan pemerintah agar memperhatikan perbedaan tingkat pengalaman (frekuensi penggunaan teknologi) dalam penciptaan nilai terkait penyediaan layanan publik. Dengan adanya perbedaan tingkat pengalaman dalam perilaku masyarakat saat menggunakan layanan digital (Larsen & F�lstad, 2024; Ju et al., 2023; Wang et al., 2023), penting bagi pemerintah untuk mengadopsi strategi komunikasi yang tepat saat memperkenalkan teknologi baru (misalnya chatbot) untuk melayani warga negara, seperti melalui kampanye, sosialisasi, atau edukasi. Terlebih lagi, beberapa penelitian terdahulu (contohnya, Hidayah & Faridatussalam, 2023; Riyadi & Larasaty, 2020; Fuady, 2019) telah menguraikan tentang isu ketimpangan yang signifikan dalam adopsi dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) antar daerah di Indonesia. Terakhir, pemerintah perlu menyadari pentingnya menjaga kualitas layanan dan ketersediaan chatbot secara inklusif. Dengan menyadari bahwa hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan keadilan prosedural lebih kuat pada kelompok warga dengan usia lebih tua, berpendidikan lebih rendah, pendapatan lebih rendah, dan berjenis kelamin wanita, maka pemerintah perlu menjaga aksesibilitas layanan chatbot agar tetap dapat diakses secara bebas (gratis). Di sisi lain, adanya hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok warga dengan usia lebih muda, berpendidikan lebih tinggi, pendapatan lebih tinggi, dan berjenis kelamin wanita juga perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah agar tetap mengoptimalkan kualitas layanan chatbot. Misalnya, untuk semakin memperluas akses jangkauan, pemerintah dapat melakukan inovasi dengan menyediakan perangkat teknologi tertentu di puskesmas. Tujuannya agar layanan CHIKA tidak hanya dapat diakses melalui Facebook, Whatsapp, dan Telegram, namun juga mampu menjangkau kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan sumber daya.

 

 

Keterbatasan dan Penelitian Masa Depan

Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang membuka potensi bagi penelitian yang akan datang. Pertama, sampel pada penelitian ini yang berbasis di Indonesia mungkin tidak dapat digeneralisasikan ke negara lain karena perbedaan budaya. Penelitian di masa depan disarankan agar menguji model penelitian ini dalam konteks negara lain, terutama negara-negara berkembang. Kedua, penelitian ini menggunakan keadilan prosedural dan kepercayaan untuk mengukur nilai publik. Namun karena pemerintah mempunyai tujuan sosial yang beragam, maka nilai publik mempunyai dimensi yang beragam (Wang et al., 2021) dan dimaknai secara berbeda-beda di setiap konteks (Moore, 1995). Penelitian di masa depan dapat mengkaji indikator nilai publik lainnya, seperti adaptabilitas (Andrews, 2018), transparansi/keterbukaan (Andersen et al., 2012), akuntabilitas (Blader & Tyler, 2003), dan kolaboratif (Butcher et al., 2019). Ketiga, pengalaman, usia, pendidikan, pendapata, dan gender digunakan sebagai moderator dalam penelitian ini, penelitian di masa depan dapat menggunakan variabel lain seperti risiko, etnik, atau lokasi (urban-rural) sebagai moderator. Keempat, data penggunaan chatbot berbasis AI dikumpulkan dari pengguna di sektor kesehatan. Penelitian di masa depan dapat mengumpulkan data dari sektor-sektor lainnya (misalnya pendidikan, transportasi, administrasi kependudukan, pariwisata, serta perpajakan dan keuangan) untuk menguji lebih lanjut model dalam penelitian ini. Kelima, penelitian ini bersifat eksploratif karena adopsi chatbot berbasis AI masih tergolong baru untuk konteks di Indonesia. Akibatnya, temuan-temuan dalam penelitian ini mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan nilai publik dari keadilan prosedural dan kepercayaan. Dengan semakin berkembangnya teknologi, tindak lanjut dari penelitian ini mungkin menjadi penting bagi sektor publik

 

KESIMPULAN

Penelitian ini berusaha memahami dampak penggunaan layanan chatbot berbasis AI dalam penciptaan nilai memanfaatkan kerangka teori nilai publik yang dikembangkan oleh Moore dan Kelly. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan bagaimana tingkat pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan gender memoderasi hubungan antara penggunaan chatbot dan nilai layanan publik. Keadilan prosedural dan kepercayaan, dua tujuan sosial paling penting Bryson digunakan untuk mengukur nilai publik. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan chatbot mempengaruhi secara signifikan nilai layanan publik dan bahwa tingkat pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan gender turut mempengaruhi penggunaan chatbot. Pertama, hubungan antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok yang memiliki pengalaman lebih dalam memanfaatkan layanan tersebut. Kedua, hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan keadilan prosedural lebih kuat pada kelompok warga dengan usia lebih tua, berpendidikan lebih rendah, dan pendapatan lebih rendah. Sebaliknya, hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok warga dengan usia lebih muda, berpendidikan lebih tinggi, dan pendapatan lebih tinggi. Ketiga, hubungan antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok warga berjenis kelamin wanita. Hasil ini mengindikasikan bahwa penyediaan layanan di sektor publik perlu memprioritaskan kebutuhan masyarakat (tujuan sosial) yang lebih luas dalam rangka memastikan keberhasilan pelayanan publik. Studi ini menyumbangkan pengetahuan baru dan memperluas pemahaman tentang penciptaan nilai dengan menitikberatkan pada hubungan antara penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan penciptaan nilai dalam konteks sektor publik. Hal ini mengisi celah dalam literatur, karena hubungan tersebut masih jarang dieksplorasi secara empiris dalam penelitian sebelumnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdi, A.-N. M., & Hashi, M. B. (2024). Impact of police effectiveness on public trust and public cooperation with the Somalia Police Service: Exploring the mediating role of citizen satisfaction. Cogent Social Sciences, 10(1), 2327137.

Adamopoulou, E., & Moussiades, L. (2020). An overview of chatbot technology. In IFIP international conference on artificial intelligence applications and innovations (pp. 373-383). Springer.

Adamopoulou, E., & Moussiades, L. (2020). Chatbots: History, technology, and applications. Machine Learning with Applications, 2, 100006.

Adnan, S. M., Hamdan, A., & Alareeni, B. (2021). Artificial intelligence for public sector: chatbots as a customer service representative. The Importance of New Technologies and Entrepreneurship in Business Development: In The Context of Economic Diversity in Developing Countries: The Impact of New Technologies and Entrepreneurship on Business Development, 164�173.

Albayrak, N., �zdemir, A., & Zeydan, E. (2018). An overview of artificial intelligence based chatbots and an example chatbot application. In 2018 26th signal processing and communications applications conference (SIU) (pp. 1-4). IEEE.

Amankwah-Amoah, J., Khan, Z., Wood, G., & Knight, G. (2021). COVID-19 and digitalization: The great acceleration. Journal of Business Research, 136, 602-611.

Amiri, P., & Karahanna, E. (2022). Chatbot use cases in the Covid-19 public health response. Journal of the American Medical Informatics Association, 29(5), 1000�1010.

Andersen, L. B., J�rgensen, T. B., Kjeldsen, A. M., Pedersen, L. H., & Vrangb�k, K. (2012). Public value dimensions: Developing and testing a multi-dimensional classification. International Journal of Public Administration, 35(11), 715�728.

Anderson, J. C., & Gerbing, D. W. (1988). Structural equation modeling in practice: A review and recommended two-step approach. Psychological Bulletin, 103(3), 411�423.

Androutsopoulou, A., Karacapilidis, N., Loukis, E., & Charalabidis, Y. (2019). Transforming the communication between citizens and government through AI-guided chatbots. Government Information Quarterly, 36(2), 358�367.

Aoki, N. (2020). An Experimental Study of Public Trust in AI Chatbots in The Public Sector. Government Information Quarterly, 37(4), 101490.

Bagozzi, R. P., & Yi, Y. (1988). On the evaluation of structural equation models. Journal of the Academy of Marketing Science, 16, 74�94.

Bagozzi, R. P., & Yi, Y. (1992). Testing hypotheses about methods, traits, and communalities in the direct product model. Applied Psychological Measurement, 16(4), 373�380.

Bannister, F., & Connolly, R. (2014). ICT, public values and transformative government: A framework and programme for research. Government Information Quarterly, 31(1), 119�128.

Bansal, H., & Khan, R. (2018). A review paper on human computer interaction. International Journals of Advanced Research in Computer Science and Software Engineering, 8(4), 53�56.

Bekkers, V., Homburg, V.: The Myths of E-Government: Looking Beyond the Assumptions of a New and Better Government. The Information Society, 23(5), 373�382.

Benington, J., & Moore, M. (2010). Public value: Theory and practice. Bloomsbury Publishing.

Bennion, M. R., Hardy, G. E., Moore, R. K., Kellett, S., & Millings, A. (2020). Usability, acceptability, and effectiveness of web-based conversational agents to facilitate problem solving in older adults: Controlled study. Journal of Medical Internet Research, 22(5).

Blader, S. L., & Tyler, T. R. (2003). A four-component model of procedural justice: Defining the meaning of a �fair� process. Personality and Social Psychology Bulletin, 29(6), 747�758.

Blanchard, S. (2019). NHS-backed GP chatbot asks a 66-year-old woman if she�s PREGNANT before failing to suggest a breast lump could be cancer. Daily Mail, 27.

Bollen, K. A., & Long, J. S. (1993). Testing structural equation models (Vol. 154). Sage.

Bouhia, M., Rajaobelina, L., PromTep, S., Arcand, M., & Ricard, L. (2022). Drivers of privacy concerns when interacting with a chatbot in a customer service encounter. International Journal of Bank Marketing, 40(6), 1159-1181.

Bozeman, B. (2009). Public values theory: Three big questions. International Journal of Public Policy, 4(5), 369-375.

Bozeman, B. (2019). Public values: Citizens� perspective. Public Management Review, 21(6), 817�838.

Browne, M. W., & Cudeck, R. (1992). Alternative ways of assessing model fit. In K. A. Bollen & J. S. Long (Eds.), Testing structural equation models (pp. 136-161). Sage.

Bryson, J. M., Crosby, B. C., & Bloomberg, L. (2014). Public value governance: Moving beyond traditional public administration and the new public management. Public Administration Review, 74(4), 445�456.

Bullock, J., Young, M. M., & Wang, Y. F. (2020). Artificial intelligence, bureaucratic form, and discretion in public service. Information Polity, 25(4), 491�506.

Busch, P. A., & Henriksen, H. Z. (2018). Digital discretion: A systematic literature review of ICT and street-level discretion. Information Polity, 23(1), 3�28.

Butcher, J. R., Gilchrist, D. J., Phillimore, J., & Wanna, J. (2019). Attributes of effective collaboration: insights from five case studies in Australia and New Zealand. Policy Design and Practice, 2(1), 75�89.

Chaves, A. P., & Gerosa, M. A. (2018). Single or multiple conversational agents? An interactional coherence comparison. Proceedings of the 2018 CHI Conference on Human Factors in Computing Systems, 1�13.

Chaves, A. P., Doerry, E., Egbert, J., & Gerosa, M. (2019). It's how you say it: Identifying appropriate register for chatbot language design. Proceedings of the 7th International Conference on Human-Agent Interaction, 102�109.

Chen, Z. J., Vogel, D., & Wang, Z. H. (2016). How to satisfy citizens? Using mobile government to reengineer fair government processes. Decision Support Systems, 82(1), 47�57.

Cho, Y. (2014). Justice, Dissatisfaction, and Public Confidence in the E-Governance. KDI School of Pub Policy & Management Paper, (14-11).

Ciecierski-Holmes, T., Singh, R., Axt, M., Brenner, S., & Barteit, S. (2022). Artificial Intelligence for strengthening healthcare systems in low- and middle-income countries: A systematic scoping review. Npj Digital Medicine, 5(1).

Chung, K., Cho, H. Y., & Park, J. Y. (2021). A chatbot for perinatal women�s and partners� obstetric and mental health care: development and usability evaluation study. JMIR Medical Informatics, 9(3), e18607.

Cohen, G., & Headley, A. M. (2023). Training and �doing� procedural justice in the frontline of public service: Evidence from police. Review of Public Personnel Administration.

Cordella, A., & Iannacci, F. (2010). Information systems in the public sector: The e-Government enactment framework. The Journal of Strategic Information Systems, 19(1), 52�66.

Cordella, A., & Paletti, A. (2019). Government as a platform, orchestration, and public value creation: The Italian case. Government Information Quarterly, 36(4), 101409.

Crutzen, R., Peters, G.-J. Y., Portugal, S. D., Fisser, E. M., & Grolleman, J. J. (2011). An artificially intelligent chat agent that answers adolescents� questions related to sex, drugs, and Alcohol: An Exploratory Study. Journal of Adolescent Health, 48(5), 514�519.

Cruz, D.V., Gomez, E.A.R, Almazan, R.S., and Criado, J.I. (2019). A Review of Artificial Intelligence in Government and its Potential from a Public Policy Perspective. Proceedings of the 20th Annual International Conference on Digital Government Research, 91�99.

De Andr�s-S�nchez, J., & Gen�-Albesa, J. (2024). Not with the bot! The relevance of trust to explain the acceptance of chatbots by insurance customers. Humanities and Social Sciences Communications, 11(1), 1-12.

De Cicco, R., Silva, S. C., & Alparone, F. R. (2020). Millennials' attitude toward chatbots: an experimental study in a social relationship perspective. International Journal of Retail & Distribution Management, 48(11), 1213-1233.

De Graaf, G. (2015). The bright future of value pluralism in public administration. Administration & Society, 47(9), 1094�1102.

Dwivedi, Y. K., & Williams, M. D. (2008). Demographic influence on UK citizens'e-government adoption. Electronic government, an international journal, 5(3), 261�274.

Eren, B. A. (2021). Determinants of customer satisfaction in chatbot use: Evidence from a banking application in Turkey. International Journal of Bank Marketing, 39(2), 294�311.

Escobar-Viera, C. G., Porta, G., Coulter, R. W., Martina, J., Goldbach, J., & Rollman, B. L. (2023). A chatbot-delivered intervention for optimizing social media use and reducing perceived isolation among rural-living LGBTQ+ youth: Development, acceptability, usability, satisfaction, and utility. Internet Interventions, 34, 100668.

Estim�, M.S. (2021). Diversity, equity and inclusion in the design of digital public services: case Digitalist Group.

Fatima, S., Desouza, K., Buck, C., & Fielt, E. (2021). Business Model Canvas to Create and Capture AI-enabled Public Value. Proceedings of the Annual Hawaii International Conference on System Sciences, 2317�2326.

Faulkner, N., & Kaufman, S. (2018). Avoiding theoretical stagnation: A systematic review and framework for measuring public value. Australian Journal of Public Administration, 77(1), 69�86.

Ghozali, I. 2004. Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 19.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grewal, D. S. (2014). A critical conceptual analysis of definitions of artificial intelligence as applicable to computer engineering. IOSR Journal of Computer Engineering, 16(2), 9�13.

Grimsley, M., & Meehan, A. (2007). e-Government information systems: Evaluation-led design for public value and client trust. European Journal of Information Systems, 16, 134�148.

Habibi, A., Sofyan, S., & Mukminin, A. (2023). Factors affecting digital technology access in Vocational Education. Scientific Reports, 13(1).

Habicht, J., Viswanathan, S., Carrington, B., Hauser, T. U., Harper, R., & Rollwage, M. (2024). Closing the accessibility gap to mental health treatment with a personalized self-referral Chatbot. Nature medicine, 30(2), 595-602.

Hair Jr, J. F., Matthews, L. M., Matthews, R. L., & Sarstedt, M. (2017). PLS-SEM or CB-SEM: updated guidelines on which method to use. International Journal of Multivariate Data Analysis, 1(2), 107�123.

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. E. & Tatham, R. L. (2010). Multivariate Data Analysis 7. Pearson.

Hair, J. F., Gabriel, M., & Patel, V. (2014). AMOS covariance-based structural equation modeling (CB-SEM): Guidelines on its application as a marketing research tool. Brazilian Journal of Marketing, 13(2).

Han, S., & Lee, M. K. (2022). FAQ chatbot and inclusive learning in massive open online courses. Computers & Education, 179, 104395.

Harrington, C. N., & Egede, L. (2023). Trust, comfort and relatability: Understanding black older adults� perceptions of chatbot design for health information seeking. Proceedings of the 2023 CHI Conference on Human Factors in Computing Systems.

Helbing, D., Mahajan, S., Fricker, R. H., Musso, A., Hausladen, C. I., Carissimo, C., Carpentras, D., Stockinger, E., Sanchez-Vaquerizo, J. A., & Yang, J. C. (2023). Democracy by design: Perspectives for digitally assisted, participatory upgrades of society. Journal of Computational Science, 71, 102061.

Henman, P. (2020). Improving public services using artificial intelligence: possibilities, pitfalls, governance. Asia Pacific Journal of Public Administration, 42(4), 209�221.

Hyde, J. S. (2014). Gender similarities and differences. Annual review of psychology, 65(1), 373-398.

Igbaria, M., Zinatelli, N., Cragg, P., & Cavaye, A. L. (1997). Personal computing acceptance factors in small firms: a structural equation model. MIS quarterly, 279�305.

Janssen, M., Brous, P., Estevez, E., Barbosa, L. S., & Janowski, T. (2020). Data governance: Organizing data for trustworthy Artificial Intelligence. Government Information Quarterly, 37(3), 101493.

Jensen, C., & Piatak, J. (2023). Public Service Motivation and trust in government: An examination across the federal, state, and local levels in the United States. The American Review of Public Administration, 54(2), 107�118.

Ju, J., Liu, L., & Feng, Y. (2019). Public and private value in citizen participation in E-governance: Evidence from a government-sponsored green commuting platform. Government Information Quarterly, 36(4), 101400.

Ju, J., Meng, Q., Sun, F., Liu, L., & Singh, S. (2023). Citizen preferences and government chatbot social characteristics: Evidence from a discrete choice experiment. Government Information Quarterly, 40(3), 101785.

Kelly, G., Mulgan, G., & Muers, S. (2002). Creating public value. London, Cabinet Office.

Kuhail, M. A., Thomas, J., Alramlawi, S., Shah, S. J. H., & Thornquist, E. (2022). Interacting with a chatbot-based advising system: Understanding the effect of chatbot personality and user gender on behavior. In Informatics (Vol. 9, No. 4, p. 81). MDPI.

Larsen, A. G., & F�lstad, A. (2024). The impact of Chatbots on Public Service Provision: A qualitative interview study with citizens and Public Service Providers. Government Information Quarterly, 41(2), 101927.

Li, X., Li, B., & Cho, S.-J. (2023). Empowering Chinese language learners from low-income families to improve their Chinese writing with chatgpt�s assistance afterschool. Languages, 8(4), 238.

Lokman, A. S., & Ameedeen, M. A. (2019). Modern chatbot systems: A technical review. In Proceedings of the Future Technologies Conference (FTC) 2018: Volume 2 (pp. 1012-1023). Springer International Publishing.

Makasi, T., Nili, A., Desouza, K., & Tate, M. (2020). Chatbot-Mediated Public Service Delivery: A public Service Value-Based Framework. First Monday, 25(12).

Manigandan, L., & Alur, S. (2024). An In-depth Investigation into the Influence of Chatbot Usability and Age on Continuous Intention to Use: A Comprehensive Study. Asia Pacific Journal of Information Systems, 34(1), 351-371.

Manigandan, L., & Sivakumar, A. (2024). Chatbot research: Unveiling evolutionary trends and collaborative pathways through bibliometric analysis. Multidisciplinary Reviews, 7(3), 2024045-2024045.

Mansoor, M. (2021). Citizens� Trust in government as a function of good governance and government agency�s provision of quality information on social media during COVID-19. Government Information Quarterly, 38(4), 101597.

Maragno, G., Tangi, L., Gastaldi, L., & Benedetti, M. (2022). AI as an organizational agent to nurture: effectively introducing chatbots in public entities. Public Management Review, 1�31.

Mentovich, A., Prescott, J. J., & Rabinovich-Einy, O. (2023). Legitimacy and online proceedings: Procedural justice, access to justice, and the role of income. Law & Society Review, 57(2), 189-213.

Meynhardt, T. (2009). Public value inside: What is public value creation?. Intl Journal of Public Administration, 32(3�4), 192�219.

Meynhardt, T., Brieger, S. A., Strathoff, P., Anderer, S., B�ro, A., Hermann, C., ... & Gomez, P. (2017). Public value performance: What does it mean to create value in the public sector?. Public Sector Management in a Globalized World, 135�160.

Montenegro, J. L. Z., da Costa, C. A., & Janssen, L. P. (2022). Evaluating the use of chatbot during pregnancy: A usability study. Healthcare Analytics, 2, 100072.

Moore, M. (1995). Creating public value: Strategic management in government. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Nadarzynski, T., Miles, O., Cowie, A., & Ridge, D. (2019). Acceptability of artificial intelligence (AI)-led chatbot services in healthcare: A mixed-methods study. Digital Health, 5.

Noordt, C.V., & Misuraca, G. (2019). New Wine in Old Bottles: Chatbots in Government: Exploring the Transformative Impact of Chatbots in Public Service Delivery. Electronic Participation: 11th IFIP WG 8.5 International Conference, ePart 2019, San Benedetto Del Tronto, Italy, September 2�4, 2019, Proceedings 11, 49�59.

Noordt, C.V., & Tangi, L. (2023). The dynamics of AI capability and its influence on public value creation of AI within public administration. Government Information Quarterly, 40(4), 101860.

Olowookere, E. I., Odukoya, J. A., Omonijo, D. O., Adekeye, O. A., Igbokwe, D. O., Elegbeleye, A. O., & Okojide, A. C. (2020). Gender differences in the perception of organisational justice among selected employees in Lagos State. Academy of Strategic Management Journal, 19(2), 1-8.

Omar, K., Scheepers, H., & Stockdale, R. (2011). eGovernment service quality assessed through the public value lens. In Electronic Government: 10th IFIP WG 8.5 International Conference, EGOV 2011, Delft, The Netherlands, August 28�September 2, 2011. Proceedings 10 (pp. 431-440). Springer Berlin Heidelberg.

Palomino-Navarro, N., & Arbaiza, F. (2022). The role of a Chabot personality in the attitude of consumers towards a banking brand. Information Systems and Technologies, 390�400.

Panagiotopoulos, P., Klievink, B., & Cordella, A. (2019). Public value creation in digital government. Government Information Quarterly, 36(4), 101421.

Pang, M.-S. (2014). IT governance and Business Value in the public sector organizations � the role of elected representatives in IT governance and its impact on it value in U.S. state governments. Decision Support Systems, 59, 274�285.

Pesonen, J. A. (2021). �Are you ok?�Students� trust in a Chatbot providing support opportunities. In International Conference on Human-Computer Interaction (pp. 199-215). Cham: Springer International Publishing.

Petriv, Y., Erlenheim, R., Tsap, V., Pappel, I., & Draheim, D. (2020). Designing effective chatbot solutions for the public sector: A case study from Ukraine. Electronic Governance and Open Society: Challenges in Eurasia: 6th International Conference, EGOSE 2019, St. Petersburg, Russia, November 13�14, 2019, Proceedings 6, 320�335.

Pislaru, M., Vlad, C. S., Ivascu, L., & Mircea, I. I. (2024). Citizen-centric governance: Enhancing citizen engagement through artificial intelligence tools. Sustainability, 16(7), 2686.

Pollitt, C., and P. Hupe. (2011). Talking About Government: The Role of Magic Concepts. Public Management Review, 13(5), 641�658.

Samar, S., Ghani, M., & Alnaser, F. (2017). Predicting customer�s intentions to use internet banking: the role of technology acceptance model (TAM) in e-banking. Management Science Letters, 7(11), 513�524.

San Mart�n, S., & Jim�nez, N. H. (2011). Online buying perceptions in Spain: can gender make a difference?. Electronic Markets, 21(4), 267-281.

Sartono, E. S., Wardhana, C. S., Princes, E., Karmawan, I. G., Ikhsan, R. B., & Gui, A. (2023). Exploring the impact of chatbot functionality and interactivity on chatbot usage intention in higher education. 2023 10th International Conference on Information Technology, Computer, and Electrical Engineering (ICITACEE).

Schoorman, F. D., Mayer, R. C., & Davis, J. H. (2007). An integrative model of organizational trust: Past, present, and future. Academy of Management review, 32(2), 344�354.

Scott, M., DeLone, W., & Golden, W. (2016). Measuring eGovernment success: A public value approach. European Journal of Information Systems, 25(3), 187�208.

Shao, Z., Zhang, L., Li, X., & Guo, Y. (2019). Antecedents of trust and continuance intention in mobile payment platforms: The moderating effect of gender. Electronic commerce research and applications, 33, 100823.

Siddiqi, D. A., Miraj, F., Raza, H., Hussain, O. A., Munir, M., Dharma, V. K., ... & Chandir, S. (2024). Development and feasibility testing of an artificially intelligent chatbot to answer immunization-related queries of caregivers in Pakistan: A mixed-methods study. International Journal of Medical Informatics, 181, 105288.

Solomonides, A. E., Koski, E., Atabaki, S. M., Weinberg, S., McGreevey III, J. D., Kannry, J. L., ... & Lehmann, C. U. (2022). Defining AMIA�s artificial intelligence principles. Journal of the American Medical Informatics Association, 29(4), 585-591.

Sousa, W., Melo, E., Bermego, P., Farias, R., Gomes, A.: How and where is artificial intelligence in the public sector going. Government Information Quarterly, 36, 101392.

Sun, T. Q., & Medaglia, R. (2019). Mapping the challenges of artificial intelligence in the public sector: Evidence from public healthcare. Government Information Quarterly, 36(2), 368�383.

Taipale, S. (2013). The use of e-government services and the Internet: The role of socio-demographic, economic and geographical predictors. Telecommunications Policy, 37(4-5), 413-422.

Thorat, S. A., & Jadhav, V. (2020). A review on implementation issues of rule-based chatbot systems. In Proceedings of the international conference on innovative computing & communications (ICICC).

Turing, A. M. (1950). Computing machinery and intelligence. Mind, 59(236), 433�460.

Twizeyimana, J. D., & Andersson, A. (2019). The public value of E-Government�A literature review. Government Information Quarterly, 36(2), 167 �178.

Van Doorn, J., Mende, M., Noble, S. M., Hulland, J., Ostrom, A. L., Grewal, D., & Petersen, J. A. (2017). Domo arigato Mr. Roboto: Emergence of automated social presence in organizational frontlines and customers� service experiences. Journal of Service Research, 20(1), 43�58.

Wang, C., Teo, T. S., & Janssen, M. (2021). Public and private value creation using artificial intelligence: An empirical study of AI voice robot users in Chinese public sector. International Journal of Information Management, 61, 102401.

Wang, X., Luo, R., Liu, Y., Chen, P., Tao, Y., & He, Y. (2023). Revealing the complexity of users� intention to adopt Healthcare Chatbots: A mixed-method analysis of antecedent condition configurations. Information Processing & Management, 60(5), 103444.

Weizenbaum, J. (1966). Eliza�a computer program for the study of natural language communication between man and Machine. Communications of the ACM, 9(1), 36�45.

Wu, J., & Lu, X. (2013). Effects of extrinsic and intrinsic motivators on using utilitarian, hedonic, and dual-purposed information systems: A meta-analysis. Journal of the Association for Information Systems, 14(3), 1.

Wulandari, F., Ahdiat, D., Riskiyai, H., & Nuryaningsyih, F. (2023). Pengaruh Penggunaan Chatbot Dalam Customer Service Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Perusahaan Telkomsel. Prosiding Seminar SeNTIK, 7(1), 432�437.

Wulandari, R., Rochima, E., Rianto, Y., & Endyana, C. (2020). Pemetaan Topik Nilai Publik Dalam Penelitian. Jurnal Dokumentasi Dan Informasi, 41(2), 203�213.

Zhang, B., Zhu, Y., Deng, J., Zheng, W., Liu, Y., Wang, C., & Zeng, R. (2023). �I am here to assist your tourism�: predicting continuance intention to use ai-based chatbots for tourism. does gender really matter?. International Journal of Human�Computer Interaction, 39(9), 1887-1903.

Zhou, Z., Jin, X. L., & Fang, Y. (2014). Moderating role of gender in the relationships between perceived benefits and satisfaction in social virtual world continuance. Decision support systems, 65, 69-79.

 

� 2025 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)