PENCIPTAAN
NILAI PUBLIK MENGGUNAKAN KECERDASAN BUATAN: STUDI EMPIRIS TERHADAP PENGGUNA
CHATBOT BPJS KESEHATAN CHIKA DI INDONESIA
Wayan Wahyu Widhyana1,
Yohanna Magdalena Lidya Gultom2
Universitas
Indonesia,
Indonesia
[email protected]1, [email protected]2
INFO
ARTIKEL |
ABSTRAK |
Kata Kunci: Penciptaan
Nilai Publik, Kecerdasan Buatan
(AI), CHIKA, Structural Equation Modeling (SEM). Keywords: Public
Value Creation, Artificial Intelligence (AI), CHIKA, Structural Equation
Modeling (SEM). |
Penelitian ini berusaha memahami hubungan antara pemanfaatan layanan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) dan penciptaan nilai publik dari perspektif
warga negara dengan memanfaatkan gagasan nilai publik sebagai landasan konseptual. Survei terhadap 438 pengguna CHIKA,
chatbot milik BPJS Kesehatan, di Indonesia dilakukan untuk menguji model penelitian. Dengan menggunakan
dua indikator nilai publik, keadilan prosedural dan kepercayaan, hubungan antarkonstruk diuji menggunakan metode
Structural Equation Modeling (SEM). Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan chatbot berbasis AI berpengaruh secara signifikan terhadap penciptaan nilai pelayanan publik. Selain itu, studi empiris ini juga berhasil mengeksplorasi perbedaan pengaruh penggunaan layanan chatbot oleh warga
negara terhadap penciptaan
nilai publik berdasarkan tingkat pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan
gender. Dengan berfokus terhadap penciptaan nilai publik di sektor layanan kesehatan di Indonesia yang masih
kurang tereksplorasi, adanya temuan-temuan tersebut diharapkan dapat menyajikan pengetahuan baru serta memperkaya literatur nilai publik melalui perspektif yang berbeda. Selain itu, hasil studi
empiris ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis kepada pemangku kepentingan dalam rangka penyediaan layanan berkualitas kepada public ABSTRACT This research seeks to understand
the relationship between the use of artificial intelligence (AI)-based
chatbot services and the creation of public value from a citizen's
perspective by utilizing the idea of public value by� as a conceptual
basis. A survey of 438 users of CHIKA, BPJS Kesehatan's chatbot, in Indonesia
was conducted to test the research model. By using two indicators of public
value, procedural justice and trust, the relationship between constructs is
tested using the Structural Equation Modeling (SEM) method. The results show
that the use of AI-based chatbots has a significant effect on the creation of
public service value. In addition, this empirical study also succeeded in
exploring differences in the influence of citizens' use of chatbot services
on public value creation based on level of experience, age, education, income
and gender. By focusing on the creation of public value in the health
services sector in Indonesia, which is still under-explored, it is hoped that
these findings can provide new knowledge and enrich the public value
literature through a different perspective. Apart from that, it is also hoped
that the results of this empirical study can provide practical contributions
to stakeholders in the context of providing quality services to the public. |
|
Kebutuhan akan layanan yang cepat, mudah diakses,
dan berorientasi pada masyarakat
mendorong pengembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik (Makasi, et al., 2020). Salah satu
teknologi yang semakin populer dalam meningkatkan pelayanan publik adalah chatbot berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) (Henman,
2020; Makasi, et al., 2020). AI sendiri merupakan sistem simulasi mekanis yang mengumpulkan pengetahuan dan informasi serta memproses kecerdasan alam semesta: (menyusun dan menafsirkan) dan menyebarkannya kepada yang memenuhi syarat dalam bentuk kecerdasan yang dapat ditindaklanjuti (Grewal,
2014). Sementara chatbot, istilah
teknologi untuk agen percakapan, adalah program komputer yang mampu mendeteksi dan memahami bahasa, melalui teks atau ucapan,
dan memiliki kemampuan
untuk berkomunikasi kembali (Androutsopoulou,
et al., 2019). Chatbot dipercaya mampu
mengatasi permasalahan krusial di sektor publik, terutama isu peningkatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat (Noordt & Misuraca, 2019; Androutsopoulou,
et al., 2019; Makasi, et al., 2020).
Sektor publik mulai menggunakan chabot berbasis AI untuk meningkatkan layanan mereka. Chatbot berbasis AI bisa digunakan untuk berinteraksi dengan publik secara
real-time, membagikan data, serta
menanggapi persoalan tanpa membutuhkan interaksi tatap muka dengan pengguna.
Ketika pemerintah menggunakan AI dalam desain dan penyampaian layanan publik, hal ini dapat
meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan publik (Fatima, et al., 2021). Di samping
itu, pemanfaatan AI di sektor
publik juga mampu meningkatkan efektivitas pengadaan publik, memperkuat keamanan, meningkatkan layanan kesehatan, serta memfasilitasi interaksi dengan masyarakat yang lebih luas, memberikan
solusi terhadap banyak tantangan sosial dan berpotensi menjadi pendorong utama pembangunan ekonomi (Cruz, et al., 2019). Terutama
dalam layanan kesehatan publik, penggunaan AI diharapkan memberikan nilai-nilai seperti peningkatan efekvitivas, keadilan, dan waktu respon (Sun & Medaglia, 2019; Bullock, 2020).
Layanan publik berbasis ICT (Information and Communication of Technology)
dianggap lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, lebih demokratis, transparan, dan efisien dibandingkan pemerintahan tradisional (Bekkers dan Homburg, 2007). Namun ada argumentasi
bahwa berbeda dengan sektor swasta,
adopsi chatbot oleh sektor publik cenderung lebih lambat (Adnan, et al.,
2021), akibat masih adanya pola pikir
pelayan publik dengan mentalitas lama, seperti wargalah yang membutuhkan pelayanan, sehingga tidak perlu berbuat lebih banyak
(Sousa et al., 2019). Dengan kata lain, meski chatbot dinilai mampu meningkatkan efisiensi (Bannister dan Connolly, 2014), namun ditemukan indikasi bahwa nilai-nilai pelayanan publik justru sering
kali diabaikan oleh pemerintah
(Van Doorn, et al., 2017). Dengan adanya
kekhawatiran tersebut, kami
mengajukan pertanyaan penelitian: Pertama, �Bagaimana penggunaan
chatbot oleh masyarakat mempengaruhi
penciptaan nilai pelayanan publik?� Kedua, �Bagaimana penggunaan chatbot mempengaruhi nilai publik secara
berbeda berdasarkan karakteristik demografi?�
Penelitian ini menggunakan teori
penciptaan nilai publik untuk membangun model penelitian penggunaan chatbot berbasis AI dan penciptaan nilai untuk menggambarkan mekanisme penciptaan nilai di sektor publik. Selain itu, faktor demografis juga menjadi fokus pada studi empiris ini dalam rangka memahami pengaruhnya dalam hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan nilai publik (Blaug et al., 2006; Twizeyimana & Andersson, 2019).
Sejak diperkenalkan oleh Moore pada 1995, publikasi
akademis yang menggunakan konsep
nilai publik semakin meningkat dan menarik perhatian para peneliti di dunia, hingga mencapai sekitar 700 publikasi setiap tahunnya (Hartley, et al., 2017). Ketertarikan
terhadap konsep, landasan filosofis, politik, ekonomi, dan organisasi dari nilai publik terus
berkembang, namun belum diimbangi dengan penelitian empiris yang memadai (Pollitt & Hupe, 2011). Sebaliknya,
sebagian besar publikasi bersifat teoretis, konseptual, ilmiah, sintetik, atau deskriptif. Perkembangan lebih lanjut baik teori
nilai publik maupun kritiknya akan terganggu jika teori tersebut
tidak mempunyai landasan dalam penelitian empiris karena teori dan penelitian empiris dapat menantang,
menguji, dan mempengaruhi satu sama lain. Argumentasi ini diperkuat dengan
temuan Faulkner dan Kaufman (2018) bahwa sebagian besar studi yang berkaitan dengan nilai publik saat
ini (sekitar 84 persen) bersifat kualitatif. Oleh karena itu, kesenjangan dalam penelitian yang
ada adalah masih terbatasnya penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengeksplorasi mekanisme penciptaan nilai pelayanan publik.
Pandemi COVID-19 telah menjadi pendorong
kuat dalam mempercepat arah global menuju adopsi teknologi modern yang sedang berkembang, yang membawa perubahan dalam gaya hidup, pola
kerja, dan strategi bisnis (Amankwah-Amoah, et al.,
2021). Pembatasan sosial
yang diterapkan untuk mengurangi
penyebaran virus memperketat
penggunaan layanan tatap muka tradisional,
memerlukan solusi yang dapat menyesuaikan diri dan mendorong pentingnya penggunaan sumber daya yang ada, termasuk kapasitas
layanan publik (Amiri dan Karahanna, 2022). Adanya kebutuhan
mendesak akan respon cepat untuk memitigasi lonjakan sistem layanan kesehatan sehingga sebagian besar chatbots dikembangkan dengan sangat cepat. Hal ini menyebabkan rancangan chatbot relatif sederhana dengan menggunakan struktur pohon keputusan, inisiatif yang diarahkan pada sistem, dan berfokus pada serangkaian tugas sederhana yang sempit. Akibatnya, muncul keraguan terhadap layanan chatbots apakah efektif, aman, dan dapat dipercaya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat (Nadarzynski, et al., 2019). Bahkan
ditemukan beberapa kasus pengguna kehilangan kepercayaan diri dan sering kali menunjukkan rasa frustrasi terhadap chatbot apa pun yang membutuhkan waktu atau gagal memahami
kebutuhan mereka (Chaves,
et al., 2019).
Di sisi lain, sejak chatbot CHIKA diperkenalkan ke publik oleh BPJS
Kesehatan pada April 2020, terjadi kenaikan jumlah penerimaan iuran program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang cukup
signifikan, dari Rp 105,98 Triliun pada 2019 menjadi Rp
133,94 Triliun pada 2020. Meskipun
tidak ditemukan data yang kredibel untuk menjelaskan kontribusi langsung CHIKA terhadap kenaikan jumlah penerimaan iuran JKN, namun tetap ada kemungkinan
peran dari chatbot tersebut. Selanjutnya masih ada permasalahan
lain, yaitu walaupun BPJS Kesehatan mencatatkan
kinerja yang positif dalam penerimaan iuran JKN, tidak ada jaminan
apakah badan pemerintah tersebut menciptakan infrastruktur layanan digital
(dalam hal ini chatbot)
yang mampu menstimulasi penciptaan nilai publik seperti yang dijabarkan oleh Panagiotopoulos, et al. (2019).
Tergantung pada konteks sosial, ekonomi, budaya, dan politik, wacana nilai publik mempunyai
tanggapan dan implikasi praktis yang beragam (Meynhardt, et al., 2017). Misalnya,
De Andr�s-S�nchez & Gen�-Albesa (2024), menemukan bahwa tingkat pendidikan dan status ekonomi sebagai faktor potensial yang mempengaruhi sikap publik terhadap chatbot. Kemudian Voorberg, Bekkers, &
Tummers (2014) juga berpendapat,
adanya kencenderungan warga negara yang berpendidikan
dan berpendapatan lebih rendah enggan berpartisipasi
dalam layanan publik akibat merasa adanya
ketidaksetaraan. Meskipun terdapat banyak literatur mengenai nilai publik di seluruh dunia, jumlah penelitian yang menyelidiki nilai publik, khususnya
berkaitan dengan layanan kesehatan publik berbasis AI di Indonesia masih sangat terbatas (Wulandari,
et al., 2020). Masih dibutuhkan adanya
eksplorasi lebih jauh untuk memahami penciptaan nilai publik, terutama di negara-negara
berkembang (Panagiotopoulos, et al., 2019). Berbeda dengan penelitian sebelumnya (misalnya Wang et al, 2021; Aoki, 2020; Ju et al, 2019; Mikalef, Fj�rtoft, & Torvatn,
2019; Adnan, Hamdan, & Alareeni, 2021), penelitian ini berusaha mengeksplorasi pengetahuan baru tentang penciptaan nilai melalui layanan digital di sektor kesehatan yang masih terbatas, terutama dalam konteks Indonesia
yang memiliki keunikan karakteristik demografi tersendiri.
Gagasan nilai publik bermula
ketika Moore (1995) melihat
sektor publik sebagai mekanisme penciptaan nilai yang merupakan sebuah pengingat akan pentingnya kolektivitas. Segitiga strategis Moore memandu penciptaan nilai dalam manajemen pemerintahan dengan melibatkan tiga pertimbangan utama: mendefinisikan konsepsi spesifik mengenai nilai publik yang ingin dicapai, membangun basis legitimasi sosial, dukungan publik, dan pendanaan, serta mengembangkan kapasitas operasional untuk mencapai hasil yang diharapkan. Sudut pandang nilai
publik juga membantu menjelaskan mengapa, sebagian besar masyarakat di negara-negara barat masih
mempertahankan sistem penyediaan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan
yang bersifat universal (Meynhardt,
et al., 2017; Kelly, et al., 2002). Namun perlu menjadi catatan bahwa tidak ada
konsepsi nilai publik yang absolut dan diterima secara universal (Pang,
2014; Bannister dan Connolly, 2014). Di samping itu, preferensi publik adalah inti dari nilai publik dan dalam negara demokrasi hanya masyarakat yang dapat menentukan apa yang benar-benar bernilai bagi mereka (Kelly, et al.,
2002). Dalam argumentasi Kelly, hal-hal
utama yang dihargai oleh masyarakat terbagi dalam tiga kategori yaitu
hasil, layanan, dan kepercayaan.
Pengukuran nilai harus dikaitkan dengan persepsi dan interpretasi individu, jika tidak maka pengukuran
tersebut tidak akan mempunyai arti (Meynhardt, et al., 2017; Benington & Moore, 2010;
Kelly, et al., 2002).
Pengukuran
Penelitian
ini menggunakan skala yang divalidasi dari literatur yang ada untuk mengukur semua variabel dalam
model penelitian ini. Skala
Likert-5 (�1-sangat tidak setuju�
dan �5-sangat setuju�) digunakan
untuk mengukur semua item dalam kuesioner.
Untuk memastikan validitas konten, kami melakukan beberapa revisi (misalnya, e-Government dan AI voice robot digantikan oleh chatbot)
untuk menyesuaikan item dengan
konteks penggunaan chatbot berbasis AI dalam penelitian ini (Silakan merujuk
ke Lampiran A untuk item dan sumber pengukuran dalam penelitian ini).
Kami
meluncurkan uji coba instrumen penelitian (pilot test) dengan
62 pengguna chatbot BPJS Kesehatan, CHIKA, (responden tidak termasuk dalam survei utama) dan hasilnya menunjukkan bahwa instrumen penelitian tersebut dapat diandalkan dan valid (Item-item survei
akhir disertakan dalam Lampiran A). Untuk memperhitungkan
kemungkinan perbedaan di antara partisipan, variabel kontrol mencakup etnik (Griffith, 2022;
Han & Lee, 2022; Habicht et al., 2024), lokasi
urban-rural (Escobar-Viera et al., 2023; Siddiqi et al., 2024), dan tingkat risiko (Amiri & Karahanna, 2022; Bouhia et al.,
2022).
Pengumpulan Data
Pada
April 2020 (satu bulan pasca
kasus pertama COVID-19 terdeteksi di Indonesia), BPJS Kesehatan memperkenalkan Chat Assistant JKN atau
CHIKA, sebuah sarana pelayanan informasi dan pengaduan peserta JKN dalam bentuk chatbot. CHIKA diprogram secara khusus menggunakan kecerdasan buatan untuk merespon atau memberikan
layanan informasi dan administrasi (bisa diakses 24
jam) kepada pengguna melalui Facebook Messenger, Whatsapp,
dan Telegram. Fungsi populer
yang ditawarkan oleh CHIKA antara
lain Cek Status Peserta dan Cek Tagihan
Iuran BPJS Kesehatan, dimana pengguna
hanya perlu memasukkan nomor induk kependudukan
(NIK) dan tanggal lahir, kemudian
sistem secara otomatis akan memberikan
informasi yang dibutuhkan.
Data
penelitian dikumpulkan dari peserta BPJS Kesehatan yang pernah menggunakan CHIKA sebagai populasi. Sementara sampel perlu memenuhi kriteria yaitu sudah pernah menggunakan layanan CHIKA.
Survei dilaksanakan pada
Desember 2023 dengan menyebarkan
kuesioner online melalui
grup-grup publik di sosial
media Facebook. Pertama, berdasarkan
hasil pencarian di Facebook menggunakan kata kunci �BPJS Kesehatan� ditemukan sebanyak 43 grup publik. Kemudian, setelah dilakukan penelusuran terhadap grup-grup publik tersebut, diperoleh sebanyak 6 grup publik yang mengandung konten diskusi atau berbagi
informasi terkait CHIKA.
Dari hasil survei diperoleh
sebanyak 438 responden. Karakteristik responden yang berpartisipasi dalam survei dirangkum pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Demografi
Sampel Penelitian (N = 438)
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Model pada penelitian ini
diuji dengan mengikuti pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) (Wang
et al., 2021; Anderson dan Gerbing, 1988). Pertama,
model pengukuran diuji
menggunakan analisis faktor
konfirmatori (CFA) untuk menilai
reliabilitas dan validitas konstruk yang diawali terlebih dahulu dengan identifikasi model. Kedua, model struktural diuji dengan bantuan
AMOS.
Identifikasi Model
Identifikasi
model struktural dilakukan
untuk mengetahui masalah
yang menyebabkan hasil estimasi
tidak logis (offending estimates). Problem identifikasi model struktural merupakan ketidakmampuan proposed
model untuk menghasilkan unique estimate (Hair, et al., 2017; Ghozali,
2004). Pertama, diperoleh variasi nilai standard error yang seragam
(Bollen & Long, 1993). Kedua, nilai varians error
untuk seluruh variabel manifes tidak bernilai negatif (Bagozzi & Yi, 1988),
yang menunjukkan bahwa tidak terjadi problem identifikasi
Model Pengukuran
Untuk mengevaluasi validitas
model SEM dalam penelitian ini,
digunakan Confirmatory
Factor Analysis (CFA), di mana suatu variabel dianggap memiliki validitas yang baik terhadap konstruk
atau variabel laten jika Standardized
Loading Factor (SLF) lebih besar
dari atau sama dengan nilai kritis
sebesar 0,50 (Igbaria
et.al., 1997; Hair et.al., 2014). Sementara itu,
batas cut-off untuk menilai bahwa Construct Reliability (C.R.) dinilai baik adalah
lebih besar dari 0,60 (Bagozzi dan Yi, 1992), dan batas cut-off untuk menilai
bahwa average
variance extracted (AVE) dinilai baik adalah lebih
besar dari 0,50 (Samar, et
al., 2017).
Konstruk
Laten |
Variabel
Teramati |
Standardized
Loading Factor (SLF) |
Measurement
Error (ME) |
Contruct
Reliability |
Squared
SLF |
Average
Variance Extracted |
Effective Use of Chatbot Services (EU) |
EU1 |
0,733 |
0,463 |
0,835 |
0,537 |
0,559 |
EU2 |
0,826 |
0,318 |
0,682 |
|||
EU3 |
0,739 |
0,454 |
0,546 |
|||
EU4 |
0,687 |
0,528 |
0,472 |
|||
Procedural Justice (PJ) |
PJ1 |
0,750 |
0,438 |
0,842 |
0,563 |
0,571 |
PJ2 |
0,765 |
0,415 |
0,585 |
|||
PJ3 |
0,738 |
0,455 |
0,545 |
|||
PJ4 |
0,769 |
0,409 |
0,591 |
|||
Trust (TR) |
TR1 |
0,740 |
0,452 |
0,844 |
0,548 |
0,575 |
TR2 |
0,771 |
0,406 |
0,594 |
|||
TR3 |
0,734 |
0,461 |
0,539 |
|||
TR4 |
0,787 |
0,381 |
0,619 |
|||
Perceived Public Service Value (PV) |
PV1 |
0,750 |
0,438 |
0,847 |
0,563 |
0,580 |
PV2 |
0,749 |
0,439 |
0,561 |
|||
PV3 |
0,786 |
0,382 |
0,618 |
|||
PV4 |
0,761 |
0,421 |
0,579 |
Tabel 2. Muatan
Faktor Standar dan Reliabilitas
Konstruk
Dari tabel di atas, terlihat
bahwa semua variabel laten memiliki koefisien keandalan konstruk (CR) yang melebihi atau sama dengan nilai kritis
(CR ≥ 0,60), serta memiliki
koefisien ekstraksi varian rata-rata (AVE) yang melebihi
atau sama dengan nilai kritis (AVE ≥ 0,50).
Ini menunjukkan bahwa keempat konstruk laten tersebut memiliki validitas dan keandalan yang baik.
Kemudian, Discriminant Validity Test dilaksanakan dengan melihat akar kuadrat
AVE. Berdasarkan data yang disajikan,
terlihat bahwa semua variabel memiliki akar kuadrat AVE yang melebihi korelasi antara konstruk laten, menunjukkan bahwa model penelitian memiliki validitas diskriminan yang baik.
|
AVE |
EU |
PJ |
TR |
PV |
EU |
0,559 |
0,748 |
|
|
|
PJ |
0,571 |
0,535 |
0,756 |
|
|
TR |
0,575 |
0,450 |
0,241 |
0,758 |
|
PV |
0,580 |
0,362 |
0,471 |
0,436 |
0,762 |
Tabel 3. Nilai Uji Validitas Dikriminan
Selanjutnya, dilakukan evaluasi terhadap kesesuaian antara data yang ada dengan model yang dibuat. Analisis SEM tidak memiliki satu uji statistik yang dianggap sebagai "gold
standard" untuk mengukur seberapa
baik model memprediksi data
(Hair et al., 2017). Sebagai alternatif,
para peneliti telah mengembangkan berbagai indikator Goodness of
Fit (GoF) atau Goodness of Fit Indices (GOFI) yang dapat digunakan secara individual atau kombinasi. Hal ini mengakibatkan tahap evaluasi kesesuaian secara menyeluruh menjadi topik yang sering menimbulkan perdebatan dan kontroversi
(Bollen dan Long, 1993). Terdapat 13 kriteria fit model
yang menjadi justifikasi
model pada penelitian ini. Berikut disajikan dalam tabel rangkuman hasil evaluasi kecocokan model struktural.
Ukuran Goodness of
Fit |
Target Tingkat Kecocokan |
Hasil Estimasi |
Tingkat Kecocokan |
||
1 |
RMSEA |
RMSEA < 0,08 |
0,039 |
Good fit |
|
2 |
ECVI |
ECVI |
0,543 |
Good fit |
|
ECVI Saturated |
0,622 |
||||
ECVI Independence |
7,379 |
||||
3 |
AIC |
AIC |
237,270 |
Good fit |
|
AIC Saturated |
272,000 |
||||
AIC Independence |
3224,577 |
||||
4 |
CAIC |
811,255 |
420,230 |
Good fit |
|
2124,666 |
963,182 |
||||
5321,265 |
3305,892 |
||||
5 |
NFI |
NFI ≥ 0,90 |
0,948 |
Good fit |
|
6 |
CFI |
CFI ≥ 0,90 |
0,979 |
Good fit |
|
7 |
IFI |
IFI ≥ 0,90 |
0,979 |
Good fit |
|
8 |
RFI |
RFI ≥ 0,90 |
0,938 |
Good fit |
|
9 |
GFI |
GFI ≥ 0,90 |
0,955 |
Good fit |
|
10 |
AGFI |
AGFI ≥ 0,90 |
0,938 |
Good fit |
|
11 |
PGFI |
PGFI ≥ 0,60 |
0,702 |
Good fit |
|
12 |
PNFI |
PNFI > 0,09 |
0,790 |
Good fit |
|
13 |
CMIN/DF |
≤ 2 |
1,653 |
Good fit |
|
Tabel 4. Evaluasi
Kriteria Goodness
of Fit
Model Struktural
Evaluasi terhadap model struktural dilakukan dengan memeriksa koefisien atau parameter yang menggambarkan
hubungan kausal antara variabel laten, yang merupakan hipotesis dalam penelitian tersebut. Sebuah hubungan kausal dianggap tidak signifikan jika diperoleh nilai critical ratio
2-tailed yaitu kurang dari 1,96 pada tingkat signifikansi 0,05 (Hair et al., 2010; Wijanto,
2008).
Gambar 5. Hasil Estimasi Model
Setelah dipastikan reliabilitas dan validitas pengukuran model dengan CFA, dilakukan pengujian hipotesis dengan memeriksa koefisien jalur (path coefficients) model struktural. Semua hipotesis didukung dalam model penelitian ini. Selain itu, model dalam penelitian
ini memiliki nilai R Square variabel Perceived
Public Service Value (PV) sebesar 0,333. Penggunaan layanan chatbot yang efektif memiliki hubungan positif yang signifikan dengan keadilan prosedural (b = 0.535, p
<0.001) dan kepercayaan (b = 0.45, p < 0.001),
yang mendukung H1a dan H1b masing-masing. Selanjutnya, keadilan prosedural (b = 0.388, p < 0.001) dan kepercayaan (b = 0.343, p < 0,001) berpengaruh
signifikan terhadap persepsi nilai layanan publik. Oleh karena itu, H2a dan H2b juga turut
didukung. Selain itu, untuk menguji
perbedaan peran pengalaman, penelitian ini mengadopsi pendekatan multi-kelompok, yang
mana partisipan dibagi menjadi dua kelompok (Wang et
al., 2021). Kami mendefinisikan kelompok
yang menggunakan layanan chatbot kurang
dari 5 kali dalam 6 bulan terakhir
sebagai kelompok dengan pengalaman lebih sedikit (N1 = 245) dengan mereka yang memiliki lebih dari atau sama dengan 5 kali sebagai kelompok dengan pengalaman lebih banyak (N2 = 193). Berdasarkan
hasil uji multi-kelompok yang disajikan
pada Tabel 5 menunjukan indikasi
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam bagaimana tingkat pengalaman penggunaan chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan pengguna terhadap layanan tersebut antara dua kelompok, sehingga H3a dan H3b diterima.
��
Tabel 5. Perbandingan Koefisien Jalur Pengalaman Kelompok More dan Less
Koefisien
Jalur |
Full
Sampel (N=438) |
Kelompok Pengalaman More (N=193) |
Kelompok Pengalaman Less (N=245) |
t statistik (More vs Less) |
EU
→ PJ |
0,535*** |
0,489*** |
0,465*** |
31,594** |
EU
→ TR |
0,450*** |
0,471*** |
0,436*** |
30,839** |
Keterangan:
*p<0,05, **p<0,01, ***p<0,001 |
Untuk mengekplorasi peran
usia, kelompok dengan usia 17-30 tahun didefinisikan sebagai kelompok usia lebih muda/Younger (N=291), sementara
kelompok dengan usia di atas 30 tahun didefinisikan sebagai kelompok usia lebih
tua/Older
(N=147). Berdasarkan Tabel 6, terdapat
perbedaan yang signifikan
dalam bagaimana usia pengguna chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan. Dengan demikian, H4a dan H4b diterima.
Tabel 6. Perbandingan Koefisien Jalur Usia Kelompok Younger dan Older
Koefisien Jalur |
Full Sampel (N=438) |
Kelompok Usia Younger (N=291) |
Kelompok Usia Older (N=147) |
t statistik (Younger vs Older) |
EU → PJ |
0,535*** |
0,466*** |
0,674*** |
23,454** |
EU → TR |
0,450*** |
0,466*** |
0,430*** |
27,181** |
Keterangan: *p<0,05, **p<0,01,
***p<0,001 |
Kemudian, responden kembali dibagi menjadi kelompok dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat ke bawah didefinisikan sebagai kelompok pendidikan dasar ke menengah/Lower
(N=122), sementara kelompok
dengan tingkat pendidikan diploma/sarjana hingga pascasarjana didefinisikan sebagai kelompok berpendidikan tinggi/Higher
(N=316). Berdasarkan Tabel 7, terdapat
perbedaan yang signifikan
dalam bagaimana tingkat pendidikan pengguna chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan, sehingga H5a dan H5b diterima.
Tabel 7. Perbandingan Koefisien Jalur Pendidikan Pendidikan Lower dan Higher
Koefisien
Jalur |
Full
Sampel (N=438) |
Kelompok
Pendidikan Lower (N=122) |
Kelompok
Pendidikan Higher (N=316) |
t
statistik (Lower vs Higher) |
EU
→ PJ |
0,535*** |
0,681*** |
0,469*** |
18,079** |
EU
→ TR |
0,450*** |
0,420*** |
0,463*** |
22,202** |
Keterangan: *p<0,05, **p<0,01,
***p<0,001 |
Untuk memahami peran tingkat pendapatan, penelitian ini membagi kelompok dengan tingkat pendapatan Rp 3.500.000,00 ke bawah
didefinisikan sebagai kelompok berpendapatan menengah ke bawah/Lower (N=246), sementara
kelompok dengan tingkat pendapatan di atas Rp
3.500.000,00 didefinisikan sebagai
kelompok berpendapatan tinggi/Higher
(N=192). Berdasarkan Tabel 10, terdapat
perbedaan yang signifikan
dalam bagaimana tingkat pendapatan pengguna chatbot mempengaruhi keadilan prosedural dan kepercayaan, sehingga H6a dan H6b diterima.
Tabel 8. Perbandingan Koefisien Jalur Pendapatan Kelompok Lower dan Higher
Koefisien
Jalur |
Full
Sampel (N=438) |
Kelompok
Pendapatan Lower (N=246) |
Kelompok
Pendapatan Higher (N=192) |
t
statistik (Lower vs Higher) |
EU
→ PJ |
0,535*** |
0,589*** |
0,407*** |
21,194** |
EU
→ TR |
0,450*** |
0,391*** |
0,505*** |
23,298** |
Keterangan: *p<0,05, **p<0,01,
***p<0,001 |
Terakhir, penelitian ini juga berusaha menyelidiki peran gender, dengan membagi dua yaitu kelompok pria/Men (N=174) dan kelompok
wanita/Women
(N=264). Berdasarkan Tabel 11, terdapat
perbedaan yang signifikan
dalam bagaimana gender pengguna
chatbot mempengaruhi keadilan
prosedural dan kepercayaan.
Oleh sebab itu, H7a dan H7b diterima.
������������
Tabel 9. Perbandingan Koefisien Jalur Gender Men dan Women
Koefisien Jalur |
Full Sampel (N=438) |
Kelompok Men (N=174) |
Kelompok Women (N=264) |
t statistik (Men vs Women) |
EU → PJ |
0,535*** |
0,356*** |
0,597*** |
6,425** |
EU → TR |
0,450*** |
0,535*** |
0,404*** |
8,669** |
Keterangan: *p<0,05, **p<0,01,
***p<0,001 |
Diskusi
Penelitian ini bertujuan
untuk memahami penciptaan nilai ketika masyarakat
menggunakan layanan chatbot berbasis
AI di sektor publik. Berdasarkan literatur tentang penciptaan nilai publik, penggunaan
chatbot berbasis AI oleh masyarakat
mempengaruhi nilai layanan publik melalui nilai-nilai publik. Hasil empiris mendukung 14 hipotesis dan menunjukkan bahwa nilai publik memberikan
penjelasan yang cukup signikan (33,3%) mengenai nilai pelayanan publik. Penelitian ini menghasilkan temuan penting bahwa penggunaan
layanan chatbot berbasis AI
oleh masyarakat mempunyai dampak signifikan terhadap penciptaan nilai dalam pelayanan publik. Sejalan dengan studi sebelumnya
(misalnya, Wang et al., 2021; Ju et al., 2019) penggunaan chatbot oleh masyarakat
berpengaruh positif terhadap nilai keadilan prosedural dan pada akhirnya menambah nilai pelayanan publik. Memfasilitasi kesempatan yang sama, perlakuan
yang adil, dan tanpa diskriminasi di antara individu dan kelompok masyarakat merupakan harapan yang penting (De Graaf,
2015), karena adanya penghapusan aktor manusia yang cenderung korup (Twizeyimana &
Andersson, 2019). Seperti pada kasus
di Jepang, layanan oleh
chatbot dianggap menghilangkan
bias dan diskriminasi oleh administrator manusia (Aoki, 2020). Dalam konteks
penelitian ini, artinya masyarakat dapat merasakan adanya keadilan prosedural saat menggunakan layanan CHIKA dan pengalaman ini sangat berharga bagi badan publik yang bertanggung-jawab menyediakan layanan.
Dalam tujuan sosial pemerintah, memajukan kepercayaan publik dan keadilan sosial� merupakan
tujuan yang paling penting
(Bryson et al., 2014). Penelitian ini menempatkan kepercayaan sebagai dimensi nilai publik karena
kepercayaan publik sangat penting dalam menentukan tindakan dan kerja sama publik
(Blanchard, 2019; Noordt & Misuraca, 2019; Aoki
2020) dan pemulihan kepercayaan
dianggap sebagai salah satu prioritas utama dalam pengembangan layanan digital bagi badan publik (Makasi, et al., 2020). Penelitian ini menemukan bahwa
penggunaan chatbot oleh masyarakat
berdampak positif terhadap kepercayaan kepada pemerintah. Kepercayaan sangat penting bagi pelayanan publik (Kelly, et al., 2002), bahkan
jika target layanan formal
dan hasil terpenuhi, kegagalan
dalam kepercayaan akan secara efektif menghancurkan nilai publik (Meynhardt, 2009). Jika kepercayaan rusak, masyarakat mungkin menjadi skeptis terhadap inisiatif pemerintah di masa depan, menolak
menggunakan layanan yang disediakan,
atau bahkan melakukan tindakan protes (misalnya, Blanchard,
2019). Dalam konteks penelitian
ini, ketika pengguna CHIKA memiliki kepercayaan yang tinggi, mereka cenderung memiliki persepsi yang lebih positif terhadap
nilai layanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Indikasi itu sesuai dengan temuan penelitian
bahwa masyarakat percaya terhadap layanan CHIKA karena dinilai aman dan tersedia demi kepentingan masyarakat secara luas.
Selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan peran pengalaman dalam hubungan antara penggunaan chatbot berbasis AI
dan penciptaan nilai di sektor publik. Hasil ini sejalan dengan
studi sebelumnya (misalnya, Wang et al., 2023, Ju et al., 2023; Wang et al.,
2021) yang menunjukan bahwa
tingkat pengalaman yang berbeda setiap individu memiliki pengaruh yang berbeda dalam membangun kepercayaan dan keadilan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kelompok yang menggunakan layanan chatbot secara lebih berpengalaman cenderung memiliki persepsi yang lebih positif terhadap keadilan prosedural dari layanan tersebut.
Kemudian terkait kepercayaan, pengguna yang memiliki pengalaman lebih banyak dalam menggunakan layanan CHIKA cenderung memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi terhadap layanan tersebut.
Hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan keadilan prosedural yang lebih kuat pada warga dengan usia lebih
tua dibandingkan warga dengan usia
lebih muda sejalan dengan studi sebelumnya (misalnya Bennion et al., 2020). Masyarakat berusia di atas 40 tahun umumnya tumbuh pada masa demokratisasi, sehingga persepsi mereka mengenai keadilan cenderung lebih kuat dibandingkan dengan kelompok umur lainnya (Cho, 2014). Namun temuan pada penelitian ini bertolak-belakang dengan argumen De Cicco et al. (2020), bahwa
generasi muda, khususnya milenial, menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara
penggunaan chatbot dan persepsi
kesetaraan. Sementara itu berkaitan dengan kepercayaan, ditemukan hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan kepercayaan yang lebih kuat pada warga dengan usia lebih
muda. Konsisten dengan litetarur yang ada (misalnya De Cicco et al.,
2020), pengguna layanan chabot yang berasal dari generasi muda,
yang lebih terbiasa dengan interaksi digital dan pengalaman yang dipersonalisasi, cenderung mempercayai chatbot
yang menyimulasikan dinamika
sosial dan kehadiran layaknya administrator manusia, sehingga menumbuhkan kepercayaan yang lebih besar terhadap layanan ini. Namun
demikian, argumentasi menarik diberikan oleh Harrington
dan Egede (2023) yang menyatakan bahwa
orang dewasa berkulit hitam yang lebih tua di Amerika Serikat memiliki persepsi khusus terhadap layanan kesehatan dimediasi chatbot karena dianggap mampu memastikan kesetaraan dan dapat dipercaya, dimana hal ini
tidak terlepas dari faktor historis.
Hubungan
yang berbeda antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan, yang dimoderasi oleh
tingkat pendidikan juga menjadi salah satu temuan pada penelitian ini. Pertama, terlihat
korelasi antara penggunaan chatbot dan persepsi keadilan prosedural lebih kuat pada individu berpendidikan lebih rendah dibandingkan
dengan individu berpendidikan lebih tinggi. Serupa dengan temuan Crutzen,
et al. (2011), individu yang memiliki
tingkat pendidikan lebih rendah menganggap
layanan chatbot mudah diakses, anonim, dan ramah pengguna, yang merupakan faktor penting untuk memastikan akses yang adil terhadap informasi. Aksesibilitas ini membantu menjembatani kesenjangan informasi yang mungkin merugikan mereka yang berpendidikan rendah, sehingga meningkatkan keadilan dalam akses terhadap pengetahuan penting, yang selama ini mungkit
sulit diperoleh. Di sisi lain, hubungan antara penggunaan chatbot dan kepercayaan lebih kuat di antara mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Penelitian oleh Sartono et al. (2023) juga menemukan
kesamaan dengan menggarisbawahi bahwa pendidikan tinggi berkorelasi dengan peningkatan persepsi terhadap fungsionalitas chatbot, interaktivitas, dan sikap keseluruhan terhadap teknologi, yang merupakan faktor-faktor penting untuk membangun kepercayaan pada sistem otomatis.
Dampak penggunaan layanan chatbot terhadap keadilan prosedural dan kepercayaan ditemukan berbeda antara kelompok pendapatan rendah dan tinggi. Temuan ini didukung oleh studi oleh Li et al. (2023) yang menyimpulkan
bahwa chatbot mampu mengatasi kesenjangan pendidikan dengan memberikan akses yang adil kepada para pelajar di kelas bahasa Mandarin yang berasal dari keluarga berpenghasilan
rendah. Selain itu, penelitian
di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah (LMICs) juga menemukan
hal serupa, dimana layanan kesehatan yang didukung oleh chabot berbasis AI mampu menjanjikan peningkatan keadilan dalam akses layanan kesehatan
bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang merasa selama ini
memiliki keterbatasan akses dan sumber daya (Ciecierski-Holmes et al., 2022). Sebaliknya,
warga dengan pendapatan lebih tinggi, yang seringkali memiliki akses lebih besar terhadap
teknologi dan sumber daya lainnya, cenderung
lebih percaya terhadap layanan yang diberikan oleh chatbot sehingga meningkatkan kepercayaan mereka terhadap sistem digital.
Penelitian ini juga mengeksplorasi
pengaruh perbedaan gender
dalam hubungan antara penggunaan chatbot dan penciptaan
nilai di sektor publik. Hubungan antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan ditemukan lebih kuat pada kelompok warga berjenis kelamin wanita. Temuan ini sejalan
dengan studi sebelumnya (misalnya, Wang et
al., 2021; Shao et al., 2019; Hyde, 2014), yang menunjukkan
pria dan wanita memiliki pengaruh yang berbeda dalam mekanisme pembangunan kepercayaan dan persepsi kesetaraan. Berdasarkan nilai keadilan prosedural, temuan penelitian ini mendukung argumentasi
Wang et al. (2021) dan Shao et al. (2019) bahwa wanita cenderung lebih menghargai proses layanan yang dimediasi chatbot karena pada saat berinteraksi wanita merasa diperlakukan secara setara dan non-diskriminatif, misalnya pada kasus di Brazil (Montenegro, da Costa, & Janssen, 2022)
dan Korea Selatan (Chung, Cho, & Park, 2021).
Layanan
CHIKA merupakan bagian kecil dari strategi organisasi BPJS Kesehatan dalam upaya
menjamin layanan kesehatan inklusif bagi seluruh warga
negara Indonesia. Sebagai salah satu
wujud komunikasi publik dari BPJS Kesehatan, layanan CHIKA berusaha memastikan tersedianya layanan informasi dan administrasi bagi peserta program JKN secara gratis
selama 24/7. Diadakannya layanan chatbot CHIKA pada April 2020 juga sesuai dengan Visi organisasi BPJS
Kesehatan, �Menjadi badan penyelenggara
yang dinamis, akuntabel,
dan tepercaya untuk mewujudkan
jaminan kesehatan yang berkualitas, berkelanjutan, berkeadilan, dan inklusif�, serta Misi ke-1 BPJS Kesehatan �Meningkatkan
kualitas layanan kepada peserta melalui layanan terintegrasi berbasis teknologi informasi.� Operasional layanan CHIKA juga sejalan dengan �Road Map SDGs
Indonesia Menuju 2030� serta
kerangka regulasi yang ada (UU Kesehatan dan Perpres No.
82/2023) dalam rangka membantu
seluruh warga negara
Indonesia dalam mengakses informasi
dan layanan administrasi seputar BPJS Kesehatan. Dengan akses layanan ini,
ada harapan besar yang sama antara pemerintah dan masyarakat akan adanya jaminan
kesehatan yang adil dan berkualitas bagi seluruh warga negara Indonesia. Pertama, dengan memanfaatkan platform digital, CHIKA membantu
mengurangi kendala geografis
dan waktu, memungkinkan masyarakat untuk mengakses fitur layanan BPJS Kesehatan kapan saja dan di mana saja. Ini mendukung tujuan Universal Health Coverage (UHC) dengan
memastikan layanan kesehatan lebih inklusif dan terjangkau (gratis).
Kedua, dengan otomatisasi melalui chatbot, BPJS
Kesehatan dapat menangani banyak pertanyaan peserta JKN secara simultan, yang mengurangi beban kerja layanan pelanggan konvensional, sekaligus meningkatkan efisiensi operasional. Ketiga, dengan memberikan respon cepat dan akurat, CHIKA berkontribusi pada peningkatan kepuasan publik, yang sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas layanan publik dengan memanfaatkan
teknologi digital.
Kontribusi Akademis
Pertama, penelitian ini memperkaya elemen kerangka nilai publik dengan mengadopsi
perspektif warga negara dan
menyajikan bukti-bukti empiris yang signifikan. Hal ini penting mengingat
sebagian besar penelitian sebelumnya mungkin tidak mempertimbangkan
perspektif atau pengalaman langsung dari warga negara (Maragno, et
al., 2022; Makasi, et al., 2020; Cordella & Paletti,
2019; Moore, 1995). Meskipun sudah ada penelitian sebelumnya yang berusaha memahami nilai publik dari sudut
pandang warga negara (misalnya, Wang et al., 2021; Aoki, 2020; Bozeman, 2019, Ju
et al., 2019), masih terdapat
kebutuhan untuk memperkuat dimensi penciptaan nilai publik yang berasal dari aspirasi
warga negara. Kedua, dengan memberikan bukti empiris tentang
hubungan antara penggunaan chatbot berbasis AI
dan nilai layanan publik, penelitian ini membawa kontribusi
penting dalam memahami dampak chatbot dalam meningkatkan
kualitas layanan pemerintah, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Apalagi penelitian yang berusaha memahami hubungan penggunaan chatbot dan penciptaan nilai publik, khususnya di sektor kesehatan, masih sangat terbatas secara global dan bahkan belum ada sebelumnya dalam konteks Indonesia. Ketiga, penelitian ini berhasil mengeskplorasi bahwa pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan gender (Cho, 2014; Estim�,
2021) merupakan moderator penting
dalam pembentukan nilai
dalam konteks pemanfaatan teknologi AI. Berbeda dengan penelitian serupa sebelumnya (misalnya, Wang, et al., 2021; Dwivedi & Williams, 2008;
Venkatesh, et al., 2000) yang belum memahami secara lebih dalam pengaruh faktor-faktor di atas
dalam memoderasi hubungan antara penggunaan chatbot berbasis AI dengan nilai-nilai publik. Dengan kata lain, temuan pada penelitian ini akan memberikan kebaruan terhadap literatur, terutama yang berkaitan tentang penciptaan nilai publik dan kecerdasan buatan, yang seringkali kurang memberikan perhatian khusus terhadap karakter demografi.
Kontribusi Praktis
Pertama, sektor publik perlu mengambil pendekatan yang menempatkan warga negara sebagai pusat dalam penyediaan layanan publik. Dengan mengadopsi strategi ini, pemerintah dan lembaga publik dapat lebih
baik memahami kebutuhan, harapan, dan pengalaman langsung warga dalam masyarakat.
Penelitian ini sepakat dengan argumentasi Bozeman (2019)
dan Kelly et al. (2002) yang memberikan perhatian khusus terhadap aspirasi masyarakat dalam layanan publik. Penting bagi pemerintah untuk memahami apa yang mendorong variabel-variabel nilai pelayanan publik, bagaimana variabel-variabel tersebut saling terkait, dan bagaimana variabel-variabel tersebut berkontribusi terhadap nilai pelayanan publik. Kedua, pemerintah harus memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya chatbot berbasis AI, untuk meningkatkan kualitas layanan yang mereka berikan kepada masyarakat. Beberapa literatur yang ada juga turut menyarankan agar pemerintah dapat meningkatkan kualitas layanan dengan memanfaatkan teknologi baru (misalnya, Wang et
al., 2021; Makasi et al., 2020; Androutsopoulou et
al., 2019; Chen et al., 2016). Dengan bukti empiris terciptanya
nilai publik dari pengguna CHIKA, pemerintah dapat mengimplementasikan layanan serupa di Kementerian/Lembaga lainnya
yang masih mengandalkan pelayanan publik tradisional. Ketiga, penelitian ini merekomendasikan pemerintah agar memperhatikan perbedaan tingkat pengalaman (frekuensi penggunaan teknologi) dalam penciptaan nilai terkait penyediaan
layanan publik. Dengan adanya perbedaan
tingkat pengalaman dalam perilaku masyarakat saat menggunakan layanan digital
(Larsen & F�lstad, 2024; Ju et al., 2023; Wang et al., 2023), penting bagi pemerintah
untuk mengadopsi strategi komunikasi
yang tepat saat memperkenalkan teknologi baru (misalnya chatbot) untuk melayani warga negara, seperti melalui kampanye, sosialisasi, atau edukasi. Terlebih lagi, beberapa penelitian terdahulu (contohnya, Hidayah
& Faridatussalam, 2023; Riyadi
& Larasaty, 2020; Fuady,
2019) telah menguraikan tentang isu ketimpangan
yang signifikan dalam adopsi
dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) antar daerah di Indonesia. Terakhir, pemerintah perlu menyadari pentingnya menjaga kualitas layanan dan ketersediaan chatbot secara inklusif. Dengan menyadari bahwa hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan keadilan prosedural lebih kuat pada kelompok warga dengan usia
lebih tua, berpendidikan lebih rendah, pendapatan lebih rendah, dan berjenis kelamin wanita, maka pemerintah
perlu menjaga aksesibilitas
layanan chatbot agar tetap dapat diakses secara
bebas (gratis). Di sisi
lain, adanya hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok warga dengan usia lebih
muda, berpendidikan lebih tinggi, pendapatan
lebih tinggi, dan berjenis kelamin wanita juga perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah agar tetap mengoptimalkan kualitas layanan chatbot. Misalnya, untuk semakin memperluas akses jangkauan, pemerintah dapat melakukan inovasi dengan menyediakan perangkat teknologi tertentu di puskesmas. Tujuannya agar layanan CHIKA tidak hanya dapat
diakses melalui Facebook, Whatsapp, dan Telegram, namun
juga mampu menjangkau kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan sumber daya.
Keterbatasan dan Penelitian
Masa Depan
Penelitian ini memiliki
keterbatasan-keterbatasan yang membuka
potensi bagi penelitian yang akan datang. Pertama, sampel pada penelitian ini yang berbasis di Indonesia mungkin tidak dapat
digeneralisasikan ke negara lain karena
perbedaan budaya.
Penelitian di masa depan disarankan agar menguji model penelitian ini dalam konteks negara lain, terutama negara-negara berkembang.
Kedua, penelitian ini menggunakan keadilan prosedural dan kepercayaan untuk mengukur nilai publik. Namun karena
pemerintah mempunyai tujuan sosial yang beragam, maka nilai
publik mempunyai dimensi yang beragam (Wang et
al., 2021) dan dimaknai secara
berbeda-beda di setiap konteks (Moore, 1995). Penelitian di masa depan dapat mengkaji indikator nilai publik lainnya, seperti adaptabilitas (Andrews,
2018), transparansi/keterbukaan
(Andersen et al., 2012), akuntabilitas (Blader &
Tyler, 2003), dan kolaboratif (Butcher et al., 2019).
Ketiga, pengalaman, usia, pendidikan, pendapata, dan gender digunakan sebagai moderator dalam penelitian
ini, penelitian di masa
depan dapat menggunakan variabel
lain seperti risiko, etnik, atau lokasi
(urban-rural) sebagai moderator. Keempat,
data penggunaan chatbot berbasis
AI dikumpulkan dari pengguna di sektor kesehatan. Penelitian di masa depan dapat
mengumpulkan data dari sektor-sektor lainnya (misalnya pendidikan, transportasi, administrasi kependudukan, pariwisata, serta perpajakan dan keuangan) untuk menguji lebih lanjut model dalam penelitian ini. Kelima, penelitian ini bersifat eksploratif
karena adopsi chatbot berbasis AI masih tergolong baru untuk konteks di
Indonesia. Akibatnya, temuan-temuan
dalam penelitian ini mungkin tidak sepenuhnya
mencerminkan nilai publik dari keadilan
prosedural dan kepercayaan.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, tindak lanjut dari
penelitian ini mungkin menjadi penting bagi sektor
publik
KESIMPULAN
Penelitian
ini berusaha memahami dampak penggunaan layanan chatbot berbasis AI dalam penciptaan nilai memanfaatkan kerangka teori nilai publik yang dikembangkan oleh Moore dan Kelly. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan bagaimana tingkat pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan gender memoderasi
hubungan antara penggunaan chatbot dan nilai layanan publik. Keadilan prosedural dan kepercayaan, dua tujuan sosial paling penting Bryson digunakan untuk mengukur nilai publik. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan chatbot mempengaruhi secara signifikan nilai layanan publik
dan bahwa tingkat pengalaman, usia, pendidikan, pendapatan, dan
gender turut mempengaruhi penggunaan chatbot. Pertama, hubungan antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok yang memiliki pengalaman lebih dalam memanfaatkan layanan tersebut. Kedua, hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan keadilan prosedural lebih kuat pada kelompok warga dengan usia
lebih tua, berpendidikan lebih rendah, dan pendapatan lebih rendah. Sebaliknya,
hubungan antara penggunaan layanan chatbot dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok warga dengan usia
lebih muda, berpendidikan lebih tinggi, dan pendapatan lebih tinggi. Ketiga,
hubungan antara penggunaan layanan chatbot, keadilan prosedural, dan kepercayaan lebih kuat pada kelompok warga berjenis kelamin wanita. Hasil ini mengindikasikan bahwa penyediaan layanan di sektor publik perlu memprioritaskan kebutuhan masyarakat (tujuan sosial) yang lebih luas dalam rangka memastikan keberhasilan pelayanan publik. Studi ini menyumbangkan pengetahuan baru
dan memperluas pemahaman tentang penciptaan nilai dengan menitikberatkan
pada hubungan antara penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan penciptaan nilai dalam konteks sektor publik. Hal ini mengisi celah
dalam literatur, karena hubungan tersebut masih jarang dieksplorasi
secara empiris dalam penelitian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdi,
A.-N. M., & Hashi, M. B. (2024). Impact of police effectiveness on public
trust and public cooperation with the Somalia Police Service: Exploring the
mediating role of citizen satisfaction. Cogent
Social Sciences, 10(1), 2327137.
Adamopoulou,
E., & Moussiades, L. (2020). An overview of
chatbot technology. In IFIP international conference on artificial
intelligence applications and innovations (pp. 373-383). Springer.
Adamopoulou,
E., & Moussiades, L. (2020). Chatbots: History,
technology, and applications. Machine Learning with Applications, 2,
100006.
Adnan,
S. M., Hamdan, A., & Alareeni, B. (2021).
Artificial intelligence for public sector: chatbots as a customer service
representative. The Importance of New Technologies and Entrepreneurship in
Business Development: In The Context of Economic
Diversity in Developing Countries: The Impact of New Technologies and
Entrepreneurship on Business Development, 164�173.
Albayrak,
N., �zdemir, A., & Zeydan, E. (2018). An overview of artificial
intelligence based chatbots and an example chatbot application. In 2018 26th
signal processing and communications applications conference (SIU) (pp.
1-4). IEEE.
Amankwah-Amoah,
J., Khan, Z., Wood, G., & Knight, G. (2021). COVID-19 and digitalization:
The great acceleration. Journal of Business Research, 136,
602-611.
Amiri,
P., & Karahanna, E. (2022). Chatbot use cases in
the Covid-19 public health response. Journal of the American Medical
Informatics Association, 29(5), 1000�1010.
Andersen,
L. B., J�rgensen, T. B., Kjeldsen, A. M., Pedersen, L. H., & Vrangb�k, K.
(2012). Public value dimensions: Developing and testing a multi-dimensional
classification. International Journal of Public Administration, 35(11),
715�728.
Anderson,
J. C., & Gerbing, D. W. (1988). Structural equation modeling in practice: A
review and recommended two-step approach. Psychological Bulletin, 103(3),
411�423.
Androutsopoulou, A., Karacapilidis, N., Loukis, E.,
& Charalabidis, Y. (2019). Transforming the
communication between citizens and government through AI-guided chatbots. Government
Information Quarterly, 36(2), 358�367.
Aoki,
N. (2020). An Experimental Study of Public Trust in AI Chatbots in The Public
Sector. Government Information Quarterly, 37(4), 101490.
Bagozzi,
R. P., & Yi, Y. (1988). On the evaluation of structural equation models. Journal
of the Academy of Marketing Science, 16, 74�94.
Bagozzi,
R. P., & Yi, Y. (1992). Testing hypotheses about methods, traits, and
communalities in the direct product model. Applied Psychological Measurement,
16(4), 373�380.
Bannister,
F., & Connolly, R. (2014). ICT, public values and transformative
government: A framework and programme for research. Government
Information Quarterly, 31(1), 119�128.
Bansal,
H., & Khan, R. (2018). A review paper on human computer interaction. International
Journals of Advanced Research in Computer Science and Software Engineering,
8(4), 53�56.
Bekkers,
V., Homburg, V.: The Myths of E-Government: Looking Beyond the Assumptions of a
New and Better Government. The Information Society, 23(5),
373�382.
Benington,
J., & Moore, M. (2010). Public value: Theory and practice.
Bloomsbury Publishing.
Bennion,
M. R., Hardy, G. E., Moore, R. K., Kellett, S., & Millings, A. (2020).
Usability, acceptability, and effectiveness of web-based conversational agents
to facilitate problem solving in older adults: Controlled study. Journal of
Medical Internet Research, 22(5).
Blader,
S. L., & Tyler, T. R. (2003). A four-component model of procedural justice:
Defining the meaning of a �fair� process. Personality and Social Psychology
Bulletin, 29(6), 747�758.
Blanchard,
S. (2019). NHS-backed GP chatbot asks a 66-year-old woman if she�s PREGNANT
before failing to suggest a breast lump could be cancer. Daily Mail, 27.
Bollen,
K. A., & Long, J. S. (1993). Testing structural equation models
(Vol. 154). Sage.
Bouhia, M., Rajaobelina, L., PromTep, S.,
Arcand, M., & Ricard, L. (2022). Drivers of privacy concerns when
interacting with a chatbot in a customer service encounter. International
Journal of Bank Marketing, 40(6), 1159-1181.
Bozeman,
B. (2009). Public values theory: Three big questions. International Journal
of Public Policy, 4(5), 369-375.
Bozeman,
B. (2019). Public values: Citizens� perspective. Public Management Review,
21(6), 817�838.
Browne,
M. W., & Cudeck, R. (1992). Alternative ways of
assessing model fit. In K. A. Bollen & J. S. Long (Eds.), Testing
structural equation models (pp. 136-161). Sage.
Bryson,
J. M., Crosby, B. C., & Bloomberg, L. (2014). Public value governance:
Moving beyond traditional public administration and the new public management.
Public Administration Review, 74(4), 445�456.
Bullock,
J., Young, M. M., & Wang, Y. F. (2020). Artificial intelligence,
bureaucratic form, and discretion in public service. Information Polity,
25(4), 491�506.
Busch,
P. A., & Henriksen, H. Z. (2018). Digital discretion: A systematic
literature review of ICT and street-level discretion. Information Polity,
23(1), 3�28.
Butcher,
J. R., Gilchrist, D. J., Phillimore, J., & Wanna, J. (2019). Attributes of
effective collaboration: insights from five case studies in Australia and New
Zealand. Policy Design and Practice, 2(1), 75�89.
Chaves,
A. P., & Gerosa, M. A. (2018). Single or multiple conversational agents? An
interactional coherence comparison. Proceedings of the 2018 CHI Conference
on Human Factors in Computing Systems, 1�13.
Chaves,
A. P., Doerry, E., Egbert, J., & Gerosa, M.
(2019). It's how you say it: Identifying appropriate register for chatbot
language design. Proceedings of the 7th International Conference on
Human-Agent Interaction, 102�109.
Chen,
Z. J., Vogel, D., & Wang, Z. H. (2016). How to satisfy citizens? Using
mobile government to reengineer fair government processes. Decision Support
Systems, 82(1), 47�57.
Cho, Y.
(2014). Justice, Dissatisfaction, and Public Confidence in the E-Governance. KDI
School of Pub Policy & Management Paper, (14-11).
Ciecierski-Holmes,
T., Singh, R., Axt, M., Brenner, S., & Barteit,
S. (2022). Artificial Intelligence for strengthening healthcare systems in low-
and middle-income countries: A systematic scoping review. Npj
Digital Medicine, 5(1).
Chung,
K., Cho, H. Y., & Park, J. Y. (2021). A chatbot for perinatal women�s and
partners� obstetric and mental health care: development and usability
evaluation study. JMIR Medical Informatics, 9(3), e18607.
Cohen,
G., & Headley, A. M. (2023). Training and �doing� procedural justice in the
frontline of public service: Evidence from police. Review of Public Personnel Administration.
Cordella,
A., & Iannacci, F. (2010). Information systems in the public sector: The
e-Government enactment framework. The Journal of Strategic Information
Systems, 19(1), 52�66.
Cordella,
A., & Paletti, A. (2019). Government as a
platform, orchestration, and public value creation: The Italian case. Government
Information Quarterly, 36(4), 101409.
Crutzen, R., Peters,
G.-J. Y., Portugal, S. D., Fisser, E. M., & Grolleman,
J. J. (2011). An artificially intelligent chat agent that answers adolescents�
questions related to sex, drugs, and Alcohol: An Exploratory Study. Journal
of Adolescent Health, 48(5), 514�519.
Cruz,
D.V., Gomez, E.A.R, Almazan, R.S., and Criado, J.I. (2019). A Review of
Artificial Intelligence in Government and its Potential from a Public Policy
Perspective. Proceedings of the 20th Annual International Conference on
Digital Government Research, 91�99.
De
Andr�s-S�nchez, J., & Gen�-Albesa, J. (2024). Not
with the bot! The relevance of trust to explain the acceptance of chatbots by
insurance customers. Humanities and Social Sciences Communications, 11(1),
1-12.
De
Cicco, R., Silva, S. C., & Alparone, F. R.
(2020). Millennials' attitude toward chatbots: an experimental study in a
social relationship perspective. International Journal of Retail &
Distribution Management, 48(11), 1213-1233.
De
Graaf, G. (2015). The bright future of value pluralism in public
administration. Administration & Society, 47(9), 1094�1102.
Dwivedi,
Y. K., & Williams, M. D. (2008). Demographic influence on UK citizens'e-government adoption. Electronic government,
an international journal, 5(3), 261�274.
Eren,
B. A. (2021). Determinants of customer satisfaction in chatbot use: Evidence
from a banking application in Turkey. International Journal of Bank
Marketing, 39(2), 294�311.
Escobar-Viera,
C. G., Porta, G., Coulter, R. W., Martina, J., Goldbach, J., & Rollman, B.
L. (2023). A chatbot-delivered intervention for optimizing social media use and
reducing perceived isolation among rural-living LGBTQ+ youth: Development,
acceptability, usability, satisfaction, and utility. Internet Interventions,
34, 100668.
Estim�, M.S. (2021).
Diversity, equity and inclusion in the design of digital public services: case Digitalist Group.
Fatima,
S., Desouza, K., Buck, C., & Fielt, E. (2021).
Business Model Canvas to Create and Capture AI-enabled Public Value. Proceedings
of the Annual Hawaii International Conference on System Sciences,
2317�2326.
Faulkner,
N., & Kaufman, S. (2018). Avoiding theoretical stagnation: A systematic
review and framework for measuring public value. Australian Journal of
Public Administration, 77(1), 69�86.
Ghozali, I. 2004. Model
Persamaan Struktural: Konsep
dan Aplikasi dengan Program
Amos 19.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Grewal,
D. S. (2014). A critical conceptual analysis of definitions of artificial
intelligence as applicable to computer engineering. IOSR Journal of Computer
Engineering, 16(2), 9�13.
Grimsley,
M., & Meehan, A. (2007). e-Government information systems: Evaluation-led
design for public value and client trust. European Journal of Information
Systems, 16, 134�148.
Habibi,
A., Sofyan, S., & Mukminin, A. (2023). Factors
affecting digital technology access in Vocational Education. Scientific
Reports, 13(1).
Habicht,
J., Viswanathan, S., Carrington, B., Hauser, T. U., Harper, R., & Rollwage, M. (2024). Closing the accessibility gap to
mental health treatment with a personalized self-referral Chatbot. Nature
medicine, 30(2), 595-602.
Hair
Jr, J. F., Matthews, L. M., Matthews, R. L., & Sarstedt, M. (2017). PLS-SEM
or CB-SEM: updated guidelines on which method to use. International Journal
of Multivariate Data Analysis, 1(2), 107�123.
Hair,
J. F., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. E. & Tatham, R. L. (2010).
Multivariate Data Analysis 7. Pearson.
Hair,
J. F., Gabriel, M., & Patel, V. (2014). AMOS covariance-based structural
equation modeling (CB-SEM): Guidelines on its application as a marketing
research tool. Brazilian Journal of Marketing, 13(2).
Han,
S., & Lee, M. K. (2022). FAQ chatbot and inclusive learning in massive open
online courses. Computers & Education, 179, 104395.
Harrington,
C. N., & Egede, L. (2023). Trust, comfort and relatability: Understanding
black older adults� perceptions of chatbot design for health information
seeking. Proceedings of the 2023 CHI Conference on Human Factors in
Computing Systems.
Helbing,
D., Mahajan, S., Fricker, R. H., Musso, A., Hausladen, C. I., Carissimo, C., Carpentras, D., Stockinger, E., Sanchez-Vaquerizo, J. A., & Yang, J. C. (2023). Democracy by
design: Perspectives for digitally assisted, participatory upgrades of society.
Journal of Computational Science, 71, 102061.
Henman,
P. (2020). Improving public services using artificial intelligence:
possibilities, pitfalls, governance. Asia Pacific Journal of Public
Administration, 42(4), 209�221.
Hyde,
J. S. (2014). Gender similarities and differences. Annual review of
psychology, 65(1), 373-398.
Igbaria, M., Zinatelli, N., Cragg, P., & Cavaye,
A. L. (1997). Personal computing acceptance factors in small firms: a
structural equation model. MIS quarterly, 279�305.
Janssen,
M., Brous, P., Estevez, E., Barbosa, L. S., & Janowski, T. (2020). Data
governance: Organizing data for trustworthy Artificial Intelligence. Government
Information Quarterly, 37(3), 101493.
Jensen,
C., & Piatak, J. (2023). Public Service Motivation and trust in government:
An examination across the federal, state, and local levels in the United
States. The American Review of Public
Administration, 54(2), 107�118.
Ju, J.,
Liu, L., & Feng, Y. (2019). Public and private value in citizen
participation in E-governance: Evidence from a government-sponsored green
commuting platform. Government Information Quarterly, 36(4),
101400.
Ju, J.,
Meng, Q., Sun, F., Liu, L., & Singh, S. (2023). Citizen preferences and
government chatbot social characteristics: Evidence from a discrete choice
experiment. Government Information
Quarterly, 40(3), 101785.
Kelly,
G., Mulgan, G., & Muers,
S. (2002). Creating public value. London, Cabinet Office.
Kuhail, M. A., Thomas,
J., Alramlawi, S., Shah, S. J. H., & Thornquist,
E. (2022). Interacting with a chatbot-based advising system: Understanding the
effect of chatbot personality and user gender on behavior. In Informatics
(Vol. 9, No. 4, p. 81). MDPI.
Larsen,
A. G., & F�lstad, A. (2024). The impact of Chatbots on Public Service
Provision: A qualitative interview study with citizens and Public Service
Providers. Government Information
Quarterly, 41(2), 101927.
Li, X.,
Li, B., & Cho, S.-J. (2023). Empowering Chinese language learners from
low-income families to improve their Chinese writing with chatgpt�s
assistance afterschool. Languages, 8(4), 238.
Lokman,
A. S., & Ameedeen, M. A. (2019). Modern chatbot
systems: A technical review. In Proceedings of the Future Technologies
Conference (FTC) 2018: Volume 2 (pp. 1012-1023). Springer International
Publishing.
Makasi,
T., Nili, A., Desouza, K., & Tate, M. (2020). Chatbot-Mediated Public
Service Delivery: A public Service Value-Based Framework. First Monday, 25(12).
Manigandan,
L., & Alur, S. (2024). An In-depth Investigation into the Influence of
Chatbot Usability and Age on Continuous Intention to Use: A Comprehensive
Study. Asia Pacific Journal of Information Systems, 34(1),
351-371.
Manigandan,
L., & Sivakumar, A. (2024). Chatbot research: Unveiling evolutionary trends
and collaborative pathways through bibliometric analysis. Multidisciplinary
Reviews, 7(3), 2024045-2024045.
Mansoor,
M. (2021). Citizens� Trust in government as a function of good governance and
government agency�s provision of quality information on social media during
COVID-19. Government Information
Quarterly, 38(4), 101597.
Maragno,
G., Tangi, L., Gastaldi, L., & Benedetti, M. (2022). AI as an
organizational agent to nurture: effectively introducing chatbots in public
entities. Public Management Review, 1�31.
Mentovich, A., Prescott, J.
J., & Rabinovich-Einy, O. (2023). Legitimacy and
online proceedings: Procedural justice, access to justice, and the role of
income. Law & Society Review, 57(2), 189-213.
Meynhardt, T. (2009). Public value inside: What is public value creation?. Intl
Journal of Public Administration, 32(3�4), 192�219.
Meynhardt, T., Brieger, S.
A., Strathoff, P., Anderer, S., B�ro,
A., Hermann, C., ... & Gomez, P. (2017). Public value performance: What
does it mean to create value in the public sector?. Public
Sector Management in a Globalized World, 135�160.
Montenegro,
J. L. Z., da Costa, C. A., & Janssen, L. P. (2022). Evaluating the use of
chatbot during pregnancy: A usability study. Healthcare Analytics, 2,
100072.
Moore,
M. (1995). Creating public value: Strategic management in government.
Cambridge, MA: Harvard University Press.
Nadarzynski, T., Miles, O.,
Cowie, A., & Ridge, D. (2019). Acceptability of artificial intelligence
(AI)-led chatbot services in healthcare: A mixed-methods study. Digital
Health, 5.
Noordt, C.V., &
Misuraca, G. (2019). New Wine in Old Bottles: Chatbots in Government: Exploring
the Transformative Impact of Chatbots in Public Service Delivery. Electronic
Participation: 11th IFIP WG 8.5 International Conference, ePart
2019, San Benedetto Del Tronto, Italy, September 2�4,
2019, Proceedings 11, 49�59.
Noordt, C.V., &
Tangi, L. (2023). The dynamics of AI capability and its influence on public
value creation of AI within public administration. Government Information
Quarterly, 40(4), 101860.
Olowookere, E. I., Odukoya, J. A., Omonijo, D. O., Adekeye, O. A., Igbokwe, D. O., Elegbeleye,
A. O., & Okojide, A. C. (2020). Gender
differences in the perception of organisational
justice among selected employees in Lagos State. Academy of Strategic
Management Journal, 19(2), 1-8.
Omar,
K., Scheepers, H., & Stockdale, R. (2011). eGovernment service quality
assessed through the public value lens. In Electronic Government: 10th IFIP
WG 8.5 International Conference, EGOV 2011, Delft, The Netherlands, August
28�September 2, 2011. Proceedings 10 (pp. 431-440). Springer Berlin
Heidelberg.
Palomino-Navarro,
N., & Arbaiza, F. (2022). The role of a Chabot personality in the attitude
of consumers towards a banking brand. Information Systems and Technologies,
390�400.
Panagiotopoulos,
P., Klievink, B., & Cordella, A. (2019). Public
value creation in digital government. Government Information Quarterly, 36(4),
101421.
Pang,
M.-S. (2014). IT governance and Business Value in the public sector
organizations � the role of elected representatives in IT governance and its
impact on it value in U.S. state governments. Decision Support Systems, 59,
274�285.
Pesonen,
J. A. (2021). �Are you ok?�Students� trust in a
Chatbot providing support opportunities. In International Conference on
Human-Computer Interaction (pp. 199-215). Cham: Springer International
Publishing.
Petriv, Y., Erlenheim, R., Tsap, V., Pappel,
I., & Draheim, D. (2020). Designing effective chatbot solutions for the
public sector: A case study from Ukraine. Electronic Governance and Open
Society: Challenges in Eurasia: 6th International Conference, EGOSE 2019, St.
Petersburg, Russia, November 13�14, 2019, Proceedings 6, 320�335.
Pislaru, M., Vlad, C. S.,
Ivascu, L., & Mircea, I. I. (2024). Citizen-centric governance: Enhancing
citizen engagement through artificial intelligence tools. Sustainability,
16(7), 2686.
Pollitt,
C., and P. Hupe. (2011). Talking About Government: The Role of Magic Concepts. Public
Management Review, 13(5), 641�658.
Samar,
S., Ghani, M., & Alnaser, F. (2017). Predicting
customer�s intentions to use internet banking: the role of technology
acceptance model (TAM) in e-banking. Management Science Letters, 7(11),
513�524.
San
Mart�n, S., & Jim�nez, N. H. (2011). Online buying perceptions in Spain:
can gender make a difference?. Electronic Markets,
21(4), 267-281.
Sartono, E. S., Wardhana, C. S., Princes, E., Karmawan,
I. G., Ikhsan, R. B., & Gui, A. (2023). Exploring the impact of chatbot
functionality and interactivity on chatbot usage intention in higher education.
2023 10th International Conference on Information Technology, Computer, and
Electrical Engineering (ICITACEE).
Schoorman, F. D., Mayer, R.
C., & Davis, J. H. (2007). An integrative model of organizational trust:
Past, present, and future. Academy of Management review, 32(2), 344�354.
Scott,
M., DeLone, W., & Golden, W. (2016). Measuring
eGovernment success: A public value approach. European Journal of
Information Systems, 25(3), 187�208.
Shao,
Z., Zhang, L., Li, X., & Guo, Y. (2019). Antecedents of trust and
continuance intention in mobile payment platforms: The moderating effect of
gender. Electronic commerce research and applications, 33,
100823.
Siddiqi,
D. A., Miraj, F., Raza, H., Hussain, O. A., Munir, M., Dharma, V. K., ... &
Chandir, S. (2024). Development and feasibility
testing of an artificially intelligent chatbot to answer immunization-related
queries of caregivers in Pakistan: A mixed-methods study. International
Journal of Medical Informatics, 181, 105288.
Solomonides, A. E., Koski,
E., Atabaki, S. M., Weinberg, S., McGreevey III, J.
D., Kannry, J. L., ... & Lehmann, C. U. (2022).
Defining AMIA�s artificial intelligence principles. Journal of the American
Medical Informatics Association, 29(4), 585-591.
Sousa,
W., Melo, E., Bermego, P., Farias, R., Gomes, A.: How
and where is artificial intelligence in the public sector going. Government
Information Quarterly, 36, 101392.
Sun, T.
Q., & Medaglia, R. (2019). Mapping the challenges of artificial
intelligence in the public sector: Evidence from public healthcare. Government
Information Quarterly, 36(2), 368�383.
Taipale,
S. (2013). The use of e-government services and the Internet: The role of
socio-demographic, economic and geographical predictors. Telecommunications
Policy, 37(4-5), 413-422.
Thorat,
S. A., & Jadhav, V. (2020). A review on implementation issues of rule-based
chatbot systems. In Proceedings of the international conference on
innovative computing & communications (ICICC).
Turing,
A. M. (1950). Computing machinery and intelligence. Mind, 59(236),
433�460.
Twizeyimana, J. D., &
Andersson, A. (2019). The public value of E-Government�A literature review. Government
Information Quarterly, 36(2), 167 �178.
Van
Doorn, J., Mende, M., Noble, S. M., Hulland, J., Ostrom, A. L., Grewal, D.,
& Petersen, J. A. (2017). Domo arigato Mr.
Roboto: Emergence of automated social presence in organizational frontlines and
customers� service experiences. Journal of Service Research, 20(1),
43�58.
Wang,
C., Teo, T. S., & Janssen, M. (2021). Public and private value creation
using artificial intelligence: An empirical study of AI voice robot users in
Chinese public sector. International Journal of Information Management, 61,
102401.
Wang,
X., Luo, R., Liu, Y., Chen, P., Tao, Y., & He, Y. (2023). Revealing the
complexity of users� intention to adopt Healthcare Chatbots: A mixed-method
analysis of antecedent condition configurations. Information Processing & Management, 60(5), 103444.
Weizenbaum, J. (1966).
Eliza�a computer program for the study of natural language communication
between man and Machine. Communications of the ACM, 9(1), 36�45.
Wu, J.,
& Lu, X. (2013). Effects of extrinsic and intrinsic motivators on using
utilitarian, hedonic, and dual-purposed information systems: A meta-analysis. Journal
of the Association for Information Systems, 14(3), 1.
Wulandari,
F., Ahdiat, D., Riskiyai,
H., & Nuryaningsyih, F. (2023). Pengaruh Penggunaan Chatbot Dalam
Customer Service Terhadap Loyalitas
Pelanggan Pada Perusahaan Telkomsel.
Prosiding Seminar SeNTIK,
7(1), 432�437.
Wulandari,
R., Rochima, E., Rianto, Y., & Endyana, C. (2020). Pemetaan Topik Nilai Publik Dalam Penelitian. Jurnal Dokumentasi Dan Informasi, 41(2), 203�213.
Zhang,
B., Zhu, Y., Deng, J., Zheng, W., Liu, Y., Wang, C., & Zeng, R. (2023). �I
am here to assist your tourism�: predicting continuance intention to use
ai-based chatbots for tourism. does gender really matter?.
International Journal of Human�Computer Interaction, 39(9),
1887-1903.
Zhou,
Z., Jin, X. L., & Fang, Y. (2014). Moderating role of gender in the
relationships between perceived benefits and satisfaction in social virtual
world continuance. Decision support systems, 65, 69-79.