Implikasi Yuridis Dampak Deflasi Ekonomi Terhadap Penentuan Kualifikasi Antara Wanprestasi dengan Penipuan
DOI:
https://doi.org/10.59141/japendi.v5i10.5858Keywords:
Deflasi, Wanprestasi, PenipuanAbstract
Pandemi Covid-19 masih membekas di ingatan kita, dan kini Indonesia dihadapkan dengan isu deflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,12% pada September 2024, yang merupakan deflasi kelima berturut-turut sepanjang tahun ini. Deflasi terjadi ketika harga barang dan jasa mengalami penurunan secara berkelanjutan, yang dapat berdampak pada kemampuan masyarakat untuk memenuhi kewajiban finansial, termasuk pembayaran utang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi hukum deflasi terhadap kualifikasi antara wanprestasi dan penipuan. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif empiris, yang melibatkan analisis hukum serta wawancara lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak deflasi dapat mengakibatkan debitur tidak mampu memenuhi kewajiban utangnya, berpotensi menimbulkan laporan penipuan. Namun, ketidakmampuan debitur dalam memenuhi kewajiban lebih cenderung merupakan wanprestasi. Pada saat perjanjian dibuat, debitur mungkin berada dalam posisi mampu, tetapi perubahan kondisi akibat deflasi dapat menyebabkan gagal bayar. Ini membedakan wanprestasi dari penipuan, di mana penipuan melibatkan pelaku yang sejak awal tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi janji, menggunakan tipu muslihat untuk mendapatkan sesuatu dari korban. Penelitian ini menyoroti pentingnya pemahaman yang tepat tentang perbedaan ini dalam konteks hukum.
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Wardatul Fitri
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.